[caption id="attachment_325280" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden PKS yang baru, Anis Matta memberikan pidato politiknya disaksikan oleh Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin (tengah) dan Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS Untung Wahono (kanan) dalam konferensi pers di Kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Jumat (1/2/2013).KOMPAS IMAGES / RODERICK ADRIAN MOZES "][/caption]
Awal Agustus 2014 lalu, Paus Fransiskus dari Vatikan pernah meminta kepada para pimpinan Muslim di dunia untuk bersatu mengecam secara tegas serangan-serangan ISIS yang semakin kejam, sadis, bahkan bar-bar kepada umat Kristen, dan Yazidi di Irak, yang dilakukan dengan menyiksa, menggantungkan, menyalibkan, dan memenggal kepala mereka. Tidak perduli apakah itu anak-anak, perempuan, orang lanjut usia, semuanya dibantai tanpa ampun. Puluhan ribu warga dari berbagai suku dan agama dari berbagai kota dan desa pun ramai-ramai melarikan diri mengungsi sampai di padang gurun saking takutnya menjadi sasaran berikut dari ISIS.
ISIS kemudian memperluas serangan mereka ke Suriah, dengan menyebarkan teror dan horor yang jauh lebih kejam lagi. Sasarannya tetap sama, orang-orang non-Islam, terutama Kristen, Islam Syiah, suku Kurdi, Yazidi, dan sejenisnya. Semua dibantai, disalib, digantung, dipenggal kepalanya. Sudah ribuan orang tewas mengenaskan sia-sia di tangan ISIS, hanya karena dianggap kafir. Seratusan ribu lebih pengungsi pun melarikan diri dari Suriah mencari selamat sampai ke Turki.
Dua wartawan Amerika Serikat, James Foley dan Steven Sotloff, serta satu pekerja kemanusiaan warga negara Inggris, David Haines, dipenggal kepalanya, divideokan, dan disebarkan di YouTube, sebelum YouTube memblokirnya.
Tentu bukan karena seruan Paus, tetapi memang karena ISIS sudah bertindak jauh melampaui batas-batas keberadaban manusia, yang membuat para pimpinan dan masyarakat dunia mengutuk kebiadaban mereka, termasuk para pimpinan negara-negara Islam, lembaga, tokoh, masyarakat dan komunitas Islam di seluruh dunia.
Sebut saja beberapa di antaranya, di luar pimpinan negara-negara AS dan Eropa, yakni, Pimpinan NATO Anders Fogh Rasmussen, Sekjen PBB Ban Ki-moon, PM Irak Nouri Al Maliki, Presiden Iran Hassan Rouhani, termasuk Presiden SBY dari Indonesia, semua mengecam dan mengutuk kebiadaban ISIS.
Pada 30 Agustus lalu, enam negara Timur Tengah anggota Gulf Cooperation Council (GCC), Dewan Kerjasama Teluk, yang beranggotakan Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar dan Oman, menyatakan mendukung resolusi Dewan Keamanan PBB awal Agustus 2014 yang mengutuk kebiadaban ISIS. "Kami mengecam keras praktik mereka yang menggunakan Islam sebagai alasan untuk membunuh dan mengusir ribuan orang di Irak dan Suriah," kata Menteri Luar Negeri Kuwait Sabah Khaled Al-Sabah di Jeddah.
Kompas cetak, Selasa, (23/9) menurunkan berita mengenai semakin banyaknya pengungsi dari Suriah yang mencari selamat dari incaran ISIS, sampai ke Turki. Saking banyaknya, pemerintah Turki sampai menutup tujuh pintu perbtasannya, dari sembilan yang ada.
”Semua ketakutan. Di mana kemanusiaan? Di mana dunia? Mereka membunuh kami dan tak seorang pun peduli,” kata Muhammed Abbas (40), guru, satu dari ratusan ribu pengungsi Suriah ke Turki. Tiga hari terakhir, Turki kebanjiran 130.000 pengungsi Suriah yang terusir karena terancam Negara Islam di Irak dan Suriah.
Para pengungsi suku Kurdi itu meninggalkan desa-desa mereka karena takut dibunuh kelompok militan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), yang ingin merebut kota Ain al-Arab—atau Kobani dalam bahasa Turki—di perbatasan Suriah-Turki. Mereka menyeberang ke Turki yang mulai Senin (22/9) menutup sebagian pintu-pintu perbatasan.
Juru bicara Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) Selin Unal mengatakan, sebagian besar pengungsi yang melintasi perbatasan Turki adalah para perempuan, anak-anak, dan para lanjut usia Kurdi. Tidak sedikit pengungsi butuh waktu berhari-hari untuk berjalan kaki hingga perbatasan Turki.
Mohammed Osman Hamme, pengungsi asal Desa Dariya di Provinsi Raqqa, mengaku, ia bersama istri dan anak kecilnya mencapai perbatasan setelah 10 hari perjalanan. Ia mengungsi setelah mendengar pasukan NIIS akan memasuki desanya.
Keluarga Hamme berjalan tiga hari, melewati kota Tell Abyad, dekat perbatasan Turki. Di kota itu, mereka melihat empat kepala manusia tergantung di jalan.
”Mereka berkata-kata di masjid-masjid, mereka dapat membunuh semua warga Kurdi berusia antara 7 dan 77 tahun,” ujar Sahab Basravi, pengungsi lain.
Eksodus warga Kurdi Suriah ke Turki mengingatkan peristiwa serupa saat warga minoritas Irak utara, Yazidi, mengungsi ke Gunung Sinjar untuk menghindari pembunuhan oleh milisi NIIS. Sebagian besar warga Kurdi adalah Muslim Sunni. Namun, NIIS menilai mereka kaum murtad, terkait ideologi sekuler mereka.
NIIS telah menghukum dan membunuh Muslim Syiah, Kristen, anggota sekte Yazidi, dan warga Sunni moderat yang menolak ikut versi pemahaman Islam mereka yang radikal.
Deputi Perdana Menteri Turki Numan Kurtulmus, Senin, mengatakan, lebih dari 130.000 warga Kurdi Suriah telah memasuki wilayah Turki dalam tiga hari terakhir. ”Kami bersiap-siap menghadapi skenario terburuk, yaitu banjir ratusan ribu pengungsi,” kata Kurtulmus.
ISIS atau NIIS telah menyatakan mereka juga akan menyerang Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan Australia. Vatikan akan mereka serang dan duduki, penghuninya dibantai, termasuk Paus, bendera Vatikan di puncak Basilika Santo Petrus akan mereka gantikan dengan bendera ISIS. Sedangkan di Amerika dan di Australia, penduduk sipilnya akan dijadikan sasaran utama. Pengikut ISIS diperintahkan untuk melakukan penculikan dan pemenggalan kepala secara acak terhadap warga sipil di dua negara ini.
CIA mengakui jumlah pengikut ISIS di luar perkiraan mereka, jumlahnya di Irak dan Suriah saja, mencapai 30.000 orang. Kebiadaban dan penyebaran ISIS dengan rencana menyerang berbagai negara di dunia, terutama di AS, Eropa dan Australia, sampai membuat Rusia pun merasa terancam.
Dari Moskwa dilaporkan, Senin kemarin (22/9), Presiden Rusia Vladimir Putin dan dewan penasihat keamanan Rusia membahas kemungkinan kerja sama dengan negara-negara lain dalam memerangi ISIS/NIIS.
”Para anggota tetap dewan penasihat keamanan bertukar pendapat soal kemungkinan bentuk kerja sama dengan partner-partner lain, merancang upaya menahan Negara Islam (NIIS) dalam kerangka hukum internasional,” kata Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin, kepada Interfax.
Ia tidak menyebut siapa yang dimaksud partner-partner lain itu. NIIS dapat berpotensi mengancam Moskwa karena mereka memiliki anggota dari kawasan Kaukasia Utara Rusia. Rusia dan kelompok separatis Chechnya pernah berperang dua kali, yakni 1994-1996 dan 1999-2000. (Kompas cetak, Selasa, 23/9).
“Serangan terhadap warga Inggris merupakan serangan terhadap Inggris dan kami bersatu mengecam tindakan teroris ISIS," kata imam Masjid Mekkah di Leeds, Qari Asim pada BBC, Minggu (14/9).
*
Juni 2014, di Philipina, seorang ulama asal Australia yang dicurigai terkait dengan mujahidin ISIS ditangkap setelah ia mendesak Muslim Filipina melalui media sosial untuk mendukung konflik di Irak dan Suriah dengan merekrut mereka untuk berjihad.
Tanggal 26 Agustus 2014, aparat keamanan Arab Saudi menangkap delapan orang yang diduga kuat sebagai pengikut ISIS, yang akan melakukan serangan di negara tersebut.
Agustus sampai September 2014, lima orang pengikut ISIS ditangkap di Turki, Belanda, dan Belgia.
Di Indonesia juga sudah terjadi beberapakali penangkapan beberapa orang terduga pengikut ISIS.
Selasa ini (23/9) dalam kunjungannya ke Tiongkok, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengajak negara itu untuk mengintesifkan perang terhadap terorisme, termasuk kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Keberadaan kelompok ISIS, kini telah menyusup ke Indonesia, berdasar laporan intelijen kami. Dan jika ini tidak ditangani serius, maka dapat berpengaruh terhadap keselamatan dan keutuhan kedaulatan negara Republik Indonesia," kata Purnomo, saat melakukan pertemuan dengan Menhan RRT Jenderal Chang Wanquan dalam serangkaian kunjungannya ke Tiongkok pada 21-23 September 2014 (Kompas.com).
Sebelumnya, Pemerintah Tiongkok mengungkap keterlibatan ISIS dalam pelatihan kelompok separatis militan di negara Tirai Bambu itu. Sebagaimana dilansir The Global Times, Senin (22/9), disinyalir ada kaitan separatis Xinjiang; wilayah dimana etnis minoritas Muslim Uighur mendominasi, dengan ISIS yang menguasai sebagian wilayah Irak dan Suriah.
"Mereka tidak hanya ingin mendapatkan pelatihan teknik-teknik terorisme, namun juga ingin memperluas jaringan terorisme internasional untuk mendapat dukungan bagi aktivitas separatis di Tiongkok," tulis media itu, mengutip sumber dari pemerintah.
Media milik pemerintah ini juga memberitakan empat terduga anggota separatis Xinjiang telah ditangkap di Indonesia pada bulan ini. Di dalam negeri, pihak Kepolisian RI sendiri pada pekan lalu mengatakan ada empat warga negara asing yang ditahan. Namun hingga kini identitas mereka masih dirahasiakan (Sinar Harapan.com).
Pada 4 Juli 2014, pimpinan ISIS Abu Bakr al-Baghdadi, menyatakan melalui sebuah video yang disebarkan, ISIS akan melakukan serangan balas dendamnya terhadap sedikitnya 20 negara di dunia yang dianggap telah menyerang Islam. Tiongkok berada di urutan pertama. India, Palestina, Somalia, Jazirah Arab dan negara-negara kaukasus adalah yang lainnya (wantchinatimes.com).
Pada 18 September 2014, di Australia 800 polisi antiteror Australia setelah mendapat informasi dari dinas intelijen negara itu telah melakukan penggerebekan sejumlah rumah di Sydney dan Brisbane. Dalam operasi tersebut mereka menangkap 15 orang yang diduga kuat sebagai pengikut ISIS. Mereka inilah yang diduga akan melaksanakan perintah dari pimpinan ISIS untuk melakukan penculikan dan pemenggalan kepala secara acak terhadap warga sipil di seluruh Australia.
Ulasan tentang Australia menangkap 15 orang yang diduga pengikut iSIS di Sydney dan Brisbane ini, telah diulas oleh Kompasianer Prayitno Ramelan, di artikelnya yang berjudul Rencana ISIS Memenggal Kepala di Australia, Terbongkar.
Dari sebagian informasi yang saya teruskan di sini dari berbagai sumber tersebut, kita bisa membayangkan bahwa ISIS itu memang bukan teroris biasa. Mereka bahkan jauh lebih kejam dan berbahaya daripada Al-Qaedah. Ancaman serangan pembantaian, pemenggalan kepala secara acak terhadap penduduk sipil itu bukan main-main, terbukti dari di berbagai negara para pengikut mereka pun sudah ditangkap. Itu yang terdeteksi, bagaimana dengan yang belum?
Demikianlah sampai hari ini tidak ada satu pun manusia waras di dunia yang bersimpatik kepada ISIS atau NIIS itu. Semuanya, lintas bangsa dan agama, bersatu mengutuk ISIS.
Karena ISIS sendiri telah menyebarkan ancamannya sampai AS, Eropa, dan Australia, dan ancaman tersebut bukan asal ancam, tetapi sangat mungkin terjadi, maka tak heran kalau semua negara yang merasa terancam itu pun bersatu untuk melawan ISIS. Baik dalam bentuk bantuan senjata, pelatihan militer, maupun serangan langsung ke pusat-pusat kekuatan ISIS di Irak dan Suriah. Sedangkan di dalam negeri semua kekuatan intelijen dimaksimalkan untuk mendeteksi pengikut dan gerakan ISIS di negara masing-masing.
Maka tak heran Dewan Keamanan PBB pun merasa perlu turun tangan, bersama sekitar 40 negara pun menyatakan dirinya untuk berperang melawan ISIS. Rusia pun tak ketinggalan. Demi kepentingan bersama semua negara bersatu dalam satu tujuan menumpas ISIS sampai ke akar-akarnya.
Hari ini, Selasa (23/9) AS bersama lima negara di Timur Tengah bergabung membombardir pangkalan ISIS di Raqqa, Suriah, yang diperkirakan merupakan lokasi pertahanan ISIS yang paling kuat di sana.
*
Dalam kondisi demikian datanglah pernyataan yang kontroversial dari Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta tentang ISIS. Dia menyatakan dunia internasional terlalu lebay, berlebihan menghadapi ISIS. Menurut dia, karena ISIS hanya terdiri dari 30.000 orang, maka terlalu berlebihan jika mereka sampai dimusuhi 40 negara. Padahal menurut analisis CIA jumlah 30.000 teroris itu sudah sangat luar biasa banyaknya.
"Kekuatan ISIS itu hanya 30.000 orang. Yang memusuhi 40 negara. Kalau dalam bahasa kita ‘kan 'lebay'," kata Anis saat berpidato di hadapan 1.200 anggota legislatif terpilih PKS periode 2014-2019 di Hotel Sahid Jakarta, Minggu (21/9/2014).
Selain itu, seperti yang pernah dinyatakan oleh Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq, dia juga menyerukan kepada semua kader PKS agar bersikap hati-hati bersikap terhadap persoalan ISIS, karena ISIS itu sesungguhnya adalah bentukan negara asing, AS dan Israel, untuk memecahbelah umat Islam di seluruh dunia. ISIS bukan hendak memerangi Islam.
"Ini salah satu upaya membangkitkan lagi situasi seperti Perang Dingin. Makanya, ISIS ini diributkan untuk melihat peta kekuatan dunia berdasarkan respons-respons dari masing-masing negara. Bukan Islam yang hendak diperangi di sini," ujar mantan Wakil Ketua DPR itu (Kompas.com).
Kita tidak pernah mendengar PKS ikut mengutuk ISIS, tetapi, sekarang kita mendengar pernyataan yang seolah-seolah bersimpatik kepada ISIS dari PKS. Paling bukan suatu pernyataan yang keras kepada ISIS.
Semua teroris adalah musuh semua negara, warga negara apa pun dia. Itu merupakan bagian dari konvensi internasional. Apalagi teroris internasional seperti Al-Qaedah yang pernah dipimpin oleh Osama bin Laden itu. Semua negara yang bukan pendukung teroris pasti memeranginya.
Jangankan 30.000, satu-dua orang teroris kelas super kakap seperti Osama bin Laden saja juga diburu dunia internasional. Amerika memerlukan waktu sepuluh tahun untuk menemukan dan membunuhnya.
Amrozi, Imam Samudera, dan Ali Mukhlas, tiga teroris pelaku bom Bali, hanya 3 orang, tetapi lawan mereka itu 2 negara, Indonesia, dan Australia. Apakah ini juga berlebihan? Tentu saja tidak, karena jaringan terorisme internasional memang memerlukan kerjasama antara negara.
Tidak seperti Al Qaedah yang “hanya” menyasarkan serangan bom (bunuh diri) terhadap obyek-obyek tertentu, ISIS berperang, menyerang, menduduki, menguasai wilayah-wilayah tertentu (di Irak dan Suriah). Di setiap wilayah, kota, desa, yang mereka kuasai, mereka membantai semua penduduknya yang tidak seagama dan sealiran dengan mereka. Pembantaian itu dilakukan dengan cara yang sangat biadab, disalibkan, digantung, ditembak, dan dipenggal kepalanya. Semua itu dilakukan di depan umum. Mayat-mayat dan kepala-kepala yang telah dipenggal digantung di mana-mana.
Seperti disebutkan di atas, ISIS secera terang-terangan menyerukan kepada para pengikutnya di berbagai belahan dunia, terutama sekali di AS, negara-negara Eropa, dan Australia untuk melakukan serangan serempak. Seranganyang ditujukan pertama kali adalah penduduk sipilnya, yang akan diculik secara acak, lalu dipenggal kepalanya, dan divideokan.
Dua puluh negara disebutkan akan diserang sebagai wujud balas dendam mereka, karena menganggap negara-negara itu telah menyerang Islam, Tiongkok akan dijadikan sasaran pertama.
Dengan demikian, menurut Anis Matta (PKS) apakah yang harus dilakukan dunia internasional, termasuk Dewan Kemanan PBB terhadap ISIS? Melakukan perundingan? Atau menyatakan minta ampun kepada ISIS?
Anis Matta belum menjelaskannya. Mungkin nanti.
Sedangkan mengenai ISIS adalah bentukan Amerika Serikat dan Israel, apakah Anis Matta dan Mahfudz Siddiq bisa menjelaskan dasar logikanya di mana, bagaimana caranya, dan apa untungnya Amerika dan Israel bisa mengendalikan Abu Bakr al-Baghdadi sebagai antek mereka untuk membentuk ISIS? Seharusnya Anis dan Mahfudz harus bisa memberikan bukti-bukti dari pernyataan dan tuduhan mereka itu.
Kalau tidak mampu menjelaskan dasar logika tudingan mereka itu, dan tidak mampu memberi bukti-buktinya itu, maka pernyataan mereka tentang ISIS ini bisa menjadi bumerang bagi PKS. Mereka akan dicutigai diam-diam bersimpatik kepada ISIS. Padahal belum tentu ISIS akan bersahabat dengan mereka. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H