Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Istri Fauzi Bowo Ikut Menyerang Karakter Jokowi?

18 Juli 2012   17:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:49 5282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13426331912014693833

[caption id="attachment_188492" align="aligncenter" width="620" caption="KOMPAS.COM?M Wismabrata Sri Hartati, isteri Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, menunjukkan kain batik yang dibelinya di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah, Rabu (18/7/2012). (Kompas.com)"][/caption]

Setelah berziarah ke makam orangtuanya di Jetis, Klaten, Jawa Tengah, Rabu, 18 Juli 2012, istri Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, calon gubernur petahana 2012-2017, mampir di kota Solo. Dia singgah di Pasar Klewer, di kota tersebut, katanya, untuk membeli kain batik tulis pesanan suaminya.

Pada saat itu Sri Hartati mengatakan bahwa dia tidak akan menolak untuk bertemu dengan Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi) yang juga adalah pesaing suaminya di Pilkada DKI putaran kedua nanti. Tetapi, karena tidak diundang oleh Jokowi, maka dia merasa tidak perlu datang menemui Jokowi.

“Tidak masalah, asal kalau diundang. Kalau tidak ada undangan kenapa saya harus datang?” katanya (Kompas.com, 18/07/2012)

Selain itu Sri Hartati, mengatakan bahwa suaminya, Fauzi Bowo, tidak bisa mendampinginya karena sedang sibuk mempersiapkan diri menghadapi Pilkada DKI putaran kedua.

“Bapak sedang sibuk persiapan Pilkada sehingga tidak bisa ikut serta ke Solo,” katanya.

Apakah kedatangan dan pernyataan Sri Hartati di Solo ini merupakan salah satu bentuk lagi serangan dalam bentuk kampanye hitam (black campaign) kepada Jokowi? Yakni, hendak membuat persepsi publik bahwa Jokowi sejatinya juga bukan seseorang yang ramah, atau telah menjadi orang yang angkuh, padahal baru memenangkan putaran pertama Pilkada DKI, atau karena menganggap yang datang itu istri pesaingnya, maka Jokowi tidak mau bertemu dengannya, maka itu tidak mengundangnya. Apakah memang demikian? Entahlah.

Tetapi, yang pasti pernyataan Sri Hartati tersebut di atas jelas tidak nyambung. Maunya, membuat persepsi orang menilai bahwa Jokowi orangnya sok, sombong, atau hendak menjaga jarak dengan istri pesaingnya itu, tetapi justru yang terjadi adalah sebaliknya.

Justru Sri Hartati-lah yang dianggap sok, tidak mau bertemu dengan Jokowi (karena menganggap Jokowi itu musuh suami?) sekalipun sudah datang di Solo. Sama dengan suaminya yang meskipun telah ditelepon berkali-kali oleh Jokowi, tetapi tidak mau menjawabnya.

Bagaimana bisa dia mengatakan, tidak diundang oleh Jokowi, kalau kedatangannya di Solo itu saja tanpa ada pemberitahuan sama sekali kepada Jokowi? Jokowi tidak tahu kalau istri Fauzi Bowo itu ada di Solo.

“Saya tidak tahu kalau beliau ke Solo. Kalau saya tahu, pasti akan saye temui. Beliau senior saya, karena lebih tua dari saya. Pak Foke juga senior saya. Saya menghormati semua senior,” kata Jokowi ketika ditanya tentang hal ini (Kompas.com, 18/07/2012)

Jadi, Jokowi bukan bilang kalau dia tahu Sri Hartati itu ke Solo dia pasti mengundangnya, tetapi yang Jokowi bilang adalah kalau dia tahu Sri Hartati ke Solo, dia pasti akan menemui Sri Hartati. Padahal, sebagai seorang tamu, sepatutnya justru Sri Hartati itulah yang datang berkunjung ke Jokowi. Setelah sebelumnya tentu saja harus memberitahu lebih dulu. Supaya tuan rumahnya siap dan ada di tempatnya. Tetapi, rupanya dia terlalu gengsi untuk melakukan hal itu.

Bandingkan dengan dua orang tamu yang juga dari Jakarta yang datang berkunjung ke rumah dinas Jokowi di Loji Gandrung, Solo. Mereka adalah mantan Menpora dan juga Ketua Tim Sukses pasangan cagub-cawagub DKI yang sudah kalah Hendardji Supandji-Riza Patria, Adhyaksa Dault, dan seniman yang juga pengusaha Setiawan Djodi.

Adhyaksa datang ke Solo sebagai dosen tamu di sebuah perguruan tinggi di Solo. Setelah mengajar, dia bersama beberapa dosen menyempatkan diri berkunjung untuk bersilahturahmi dengan Jokowi, sekalian memberi ucapan selamat atas kemenangan Jokowi di Pilkada DKI 11 Juli lalu, dan dukungannya untuk Jokowi di putaran kedua Pilkada DKI.

Sedangkan Setiawan Djodi datang ke Solo khusus untuk menemui Jokowi. Selain untuk beramah-tamah, juga untuk menyatakan dukungannya kepada Jokowi.

Saya rasa orang-orang ini lebih tahu tata-krama daripada Ny. Fauzi Bowo, yang notabene orang Solo juga ini. Yang sudah datang ke "rumah" orang, bukannya mematutkan diri, malah sepertinya mau menjelek-jelekkan tuan rumah. Sama dengan suaminya, yang memandang remeh orang Solo yang dikatakan tidak layak memimpin DKI Jakarta, padahal istrinya sendiri orang Solo.

Sedangkan mengenai keterangannya bahwa suaminya, Fauzi Bowo tidak bisa mendampinginya ke Solo karena sibuk mempersipakan Pilkada DKI putaran kedua, saya meragukan kebenarannya. Persiapan apa yang harus dilakukan oleh Fauzi Bowo untuk Pilkada DKI putaran kedua itu? Bukankah seharusnya saat ini dia fokus pada pekerjaannya sebagai seorang Gubernur DKI Jakarta? Kok malah lebih sibuk melakukan persiapan Pilkada DKI yang masih dua bulan lagi itu? Sibuk apanya?

Untuk mendampingi istrinya ke Solo itu kan bisa sebentar saja, dengan pesawat pergi-pulang tanpa menginap, kan bisa? Lebih baik lagi, kalau memilih hari libur untuk ke Solo. Sekalian bertamu di kediaman Jokowi, sehingga terlihat sportif.

Saya malah curiga, Fauzi Bowo memang sengaja tidak mau mendampingi istrinya ke Solo supaya jangan sampai bertemu dengan Jokowi di sana sebagai Walikota Solo. Fauzi Bowo adalah satu-satunya calon gubernur yang tidak mau bertemu dengan Jokowi setelah hitungan cepat hasil Pilkada DKI pada 11 Juli lalu diumumkan dengan hasil dia kalah telak dari Jokowi. Ditelepon oleh Jokowi sampai berkali-kali, Fauzi tidak menangkatnya. Ditanya wartawan, malah bilang Jokowi itu telepon ke Dinas Pemadam Kebakaran, “Tau, nggak, Jokowi dengan nomor telepon saya?!” Seru Fauzi Bowo emosional ketika dikonfirmasi wartawan tentang itu pada 13 Juli 2012 lalu.

Rupanya, dia menjadi emosi, marah, jengkel sekali dengan kekalahannya itu, membuatnya merasa sakit hati dan dendam kepada Jokowi, yang telah dianggap seperti musuh benaran. Maka itu, tak sudi menerima teleponnya, apalagi sampai bertemu bertatap muka, dan berjabat tangan. Jelas, ini bukan karakter seorang pimpinan sejati. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun