Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hikmah PDIP dari "Pengusiran Puan Terhadap Jokowi"

15 April 2014   17:33 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:39 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_303379" align="aligncenter" width="624" caption="Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad (kanan) didampingi Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato Seri Zahrain Mohamed Hashim (kiri) disambut Ketua Bapilu PDI-P Puan Maharani (dua kanan) dan bakal calon presiden dari PDI-P Joko Widodo, saat berkunjung ke kediaman Megawati Soekarnoputri, di Teuku Umar, Jakarta, Senin (14/4/2014). Menurut Mahathir, kunjungannya tersebut hanya silaturahmi antara sahabat lama yang dulu pernah memimpin negaranya masing-masing. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA "]
[/caption]

Kompas.com telah memberitakan tentang bantahan Jokowi dan Puan Maharani mengenai pemberitaan yang mengatakan pada Rabu malam, 9 April 2014 lalu, Jokowi sempat diusir oleh Puan, setelah terjadi perdebatan seru yang saling menyalahkan atas peroleh suara PDIP yang jauh dari target, antara kubu yang pro-Puan dengan pro-Jokowi (yang dimotori oleh Prananda Prabowo, putra Megawati dari suami pertamanya, Surindro Supjarso).

Berita itu bersumber dari The Jakarta Post (TJP), 12 April 2014. Di berita yang berjudul Jokowi Shrugs Infighting itu, TJP menulis, pada Rabu sore, 9 April itu, Jokowi sempat mengekspresikan kekecewaannya atas hasil perolehan suara PDIP yang meskipun menang, tetapi jauh dari target, yaitu hanya 19-an persen dari target yang 27.2 persen.

Jokowi mengeluarkan pernyataan yang menyalahkan mesin partai khususnya bagian urusan pemenangan Pemilu PDIP, yang dinilai tidak maksimal dan salah dalam menjalankan strategi kampanye, sehingga hasilnya seperti itu. “Kurang maksimal marketing politiknya,” ujar Jokowi yang dikutip TJP. Sedangkan yang bertanggung jawab mengenai “marketing politik” itu bukan lain adalah Puan Maharani. Puan adalah Ketua Harian Badan Pemenangan Pemilu PDIP.

Diduga pernyataan Jokowi inilah yang menjadi pemicu terjadinya insiden pengusiran yang ditulis oleh TJP itu. Puan tersinggung dengan pernyataan Jokowi itu.

Malamnya, ketika Jokowi datang memenuhi panggilan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di kediamannya, di Jalan Jalan Teuku Umar 27, Menteng, Jakarta Pusat. Baru sekitar lima belas menit Jokowi memasuki rumah itu, menghadiri pertemuan itu, dia keluar lagi menemui wartawan, dan membuat pernyataannya yang seolah meralat pernyataannya tentang “marketing politik yang kurang maksimal” itu. Jokowi mengatakan bahwa semua pengurus teras PDIP menyatakan bersyukur karena PDIP telah keluar sebagai pemenang dalam Pileg itu.

Kenapa tiba-tiba Jokowi sampai secara khusus melunakkan pernyataannya itu? Penyebabnya itulah yang ditulis TJP. Menurut TJP, berdasarkan sumber anonim internal PDIP, ketika Jokowi ikut dalam pertemuan itu, terjadilah perdebatan saling menyalahkan di antara kubu Puan dengan Prananda. Saat itulah Puan mengatakan kepada Jokowi agar pergi meninggalkannya.

TJP juga menulis Megawati sampai  menangis menyaksikan kejadian itu. Bukan karena Puan mengusir Jokowi, tetapi karena terjadinya perselisihan antara kedua anaknya itu.

Berita itulah yang kemudian beredar luas ke publik, terutama tentang insiden pengusiran itu,  dan kemudian dibantah oleh Jokowi dan Puan, sebagaimana diberitakan oleh Kompas.com.

Tetapi, Kompas.com hanya menulis tentang bantahan Jokowi dan Puan mengenai insiden pengusiran, tidak ada bantahan mengenai Megawati yang menangis itu. Lagipula, kesan yang didapat dari membaca berita Kompas.com itu adalah hanya Jokowi yang aktif dalam menyampaikan pernyataan bantahan itu. Sedangkan Puan hanya sekadar menimpalinya. Seolah-olah baginya itu bukan masalah serius, atau hal itu tidak suka dibicarakan lagi.

"Tidak ada masalah sama sekali. Siapa yang nulis? Siapa itu narasumbernya? Saya pengin tahu, biar jelas," ujar Jokowi di rumah Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar 27, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2014) sore. "Ya, siapa yang nulis hayo?" timpal Puan.

Jokowi menjelaskan, malam setelah pencoblosan untuk pemilu legislatif, ada pertemuan sejumlah petinggi PDI-P di rumah Megawati. Namun, Jokowi membantah bahwa Puan turut hadir dalam pertemuan tersebut karena putri sulung Megawati ini bertolak ke Hongkong.

"Mbak Puan ke luar negeri. Jadi ndak ada yang begitu-gitu. Kalau berita, jangan begitu dong," ujar Jokowi.

Demikian berita yang dapat dibaca di Kompas.com, 14 April 2014.

Tentang pengakuan Jokowi,  dia tidak bertemu Puan sejak pencoblosan karena Puan ke Hongkong  itu juga merupakan suatu ganjalan. Karena tidak ada bukti Puan memang ke Hongkong. Puan sendiri malah mengatakan malam itu dia berada di kediaman pribadinya. Terkesan Jokowi berbohong, atau mungkin dia mengira Puan ke Hongkong (ada infromasi begitu), padahal tidak jadi. Tetapi, kalau memang begitu, kenapa Puan tidak mengoreksi ucapan Jokowi? Lagi pula, apa iya pembicaraan yang begitu penting malam itu (evaluasi perolehan suara PDIP) di kediaman Megawati itu tanpa dihadiri Puan?

Hal-hal seperti ini harus diperjelas, kalau tidak, bisa menguransi kredibilitas mereka semua.

Pengklarifikasian Lebih Lanjut Masih Diperlukan

Apakah dengan demikian masalah sudah dianggap selesai? Padahal dari pihak TJP sampai hari ini tidak memberi klarifikasi apa pun, apalagi mengaku apa yang mereka tulis itu salah. Seharusnya jika PDIP, khususnya Jokowi dan Puan benar-benar menilai serius pemberitaan di TJP itu, tidak cukup mereka melakukan klarifikasi dengan cara seperti ini. Karena bagi sebagian orang, kecurigaan tentang kebenaran berita itu tetaplah ada. Berarti, benar pernah terjadi peristiwa itu, dan benar ada perpecahan di internal PDIP. Seharusnya, Jokowi dan Puan lebih serius dengan meminta pertanggungjawaban TJP, atau minimal menulis surat bantahan di harian berbahasa Inggris tersebut.

Meskipun, sebenarnya, di artikel itu juga TJP juga sudah mengklarifikasi berita itu ke dua petinggi PDI, yaitu Aria Bima dan Ahmad Basarah, yang sama-sama membantah kebenaran berita tersebut. Menurut mereka, kedua saudara berlainan ayah itu tetap kompak dan solid. Juga, tidak ada perpecahan di internal PDIP, mereka tetap solid. Tetapi, klarifikasi dari pihak lain itu tetap tidak manjur. Buktinya berita itu tetap saja mengalir menjadi berita panas bagi PDIP.

Kalau PDIP, Jokowi, dan Puan menganggap klarifikasi lebih lanjut langsung kepada pihak TJP itu tidak penting, saya pikir itu keliru. Karena bagaimana pun ini pasti sedikit-banyak akan mempengaruhi rasa simpatik publik kepada mereka. Betapa tidak “hanya” gara-gara kemenangannnya tidak sesuai target saja, terjadi percekcokan di internal Partai. Lebih-lebih sikap Puan yang tidak menghargai Jokowi dengan cara dia mengusir Jokowi seperti itu. Masyarakat yang percaya atau ragu-ragu dengan kebenaran berita di TJP itu berpotensi punya persepsi seperti ini.

Majalah Tempo Juga Menulis

Soal adanya isu perselisihan politik antara Puan Maharani dengan Prananda Prabowo juga ditulis di Majalah Tempo edisi 14-20 April 2014. Menurut Tempo pertikaian itu juga berdampak pada melesetnya target kemenangan PDIP dalam Pileg 2014 itu. Selain faktor terlalu terlambatnya PDIP memastikan pencapresan Jokowi (hanya kurang dari satu bulan menjelag Pileg diselenggarakan).

Menurut Tempo, ada informasi yang berasal dari seorang politikus, sebenarnya Puan mempunyai ambisi juga untuk menjadi cawapres. Tetapi ambisi itu terhalang oleh kehendak kubu Prananda yang masih ingin mengusung Megawati sebagai capres. Alternatifnya adalah pasangan Megawati-Jokowi, atau Megawati dengan pasangan cawapres lain, tetapi tidak mungkin pasangan ibu-anak, Megawati-Puan.

Dukungan kubu Prananda itu kemudian berubah ketika Megawati mengambil keputusan realistis dengan tidak bersedia lagi maju sebagai capres. Yang didukung kemudian, sesuai dengan arahan Megawati, adalah Jokowi. Sementara itu Puan masih berambisi menjadi cawapres.

Itulah sebabnya sebagai Ketua Harian Badan Pemenangan Pemilu PDIP, ketika masa kampanye tiba, Puan melalui iklan-iklan kampanye  PDIP di televisi, malah menonjolkan dirinya sendiri dan Megawati dengan tagline iklan: “Indonesia Hebat.” Sedangkan Jokowi sendiri malah tidak dihadirkan di iklan-iklan itu. Padahal, capres Aburizal Bakrie dari Golkar dan Prabowo Subianto dari Gerindra sudah jauh lebih dulu, cukup lama dan dan gencar beriklan di televisi. Kelompok Jokowi menuduh cara beriklan seperti itu merupakan cara Puan mengdongkrak popularitasnya.

Berkaitan dengan itu, Tempo juga menulis tentang kemasygulan Jokowi dengan perolehan suara PDIP itu. “Saya tidak puas. Harus diakui marketing politiknya kurang mentok,” ujar Jokowi sebelum menghadiri pertemuan Rabu malam itu di rumah Megawati. Salah satu yang dipersoalkan Jokowi juga adalah tentang pemasangan iklan di televisi itu, yang baru ada hanya empat hari menjelang hari H tiba. “Yang lain ngiklan sejak lima tahun lalu.”

Tuduhan itu dibantah oleh kubu Puan, Bambang Wuryantoro, yang mengatakan, segera setelah Jokowi dideklarasikan, Badan Pemenangan mengubah baliho, foto, hingga layar kampanye untuk menampilkan wajah Jokowi.

Kelompok Puan balik menuduh  Jokowi yang tidak mau melebur dengan tim pemenangan partai. Salah satu butkinya, Jokowi tidak mau mengenakan baju bertuliskan “Indonesia Hebat.”

Kalau kita yang melihat di jalan-jalan, memang benar apa yang dikatakan oleh Bambang Wuryantoro itu, bahwa setelah Jokowi dideklarasikan sebagai capres PDIP, di jalan-jalan terdapat banyak reklame luar ruang, seperti baliho, yang menonjolkan gambar Jokowi sebagai capres PDIP. “Coblos Moncong Putih, Antarkan Jokowi Presiden,” demikian bunyi iklan-iklan itu. Bahkan di PDIP pun segera mengsosialisasikan logo JKW4P, termasuk di akun Twitter resmi PDIP. Tetapi, juga benar, kita lihat di iklan-iklan kampanye PDIP televisi yang ditonjolkan memang hanya Puan Maharani dengan “Indonesia hebatnya” itu. Sedangkan Jokowi malah tidak ada di iklan itu.

[caption id="attachment_303378" align="alignleft" width="177" caption="Baliho Kampanye PDIP di Pileg 2014"]

1397532440375991623
1397532440375991623
[/caption]

[caption id="attachment_303377" align="aligncenter" width="723" caption="Iklan kampanye PDIP di Pileg 2014 di televisi, tanpa Jokowi "]

13975322151372948460
13975322151372948460
[/caption]

Ketika diwawancarai Tempo, Puan telah membantah semua informasi itu. Dia membantah bahwa ada pertikaian antara dirinya dengan saudara tirinya, Prananda Prabowo itu. “Itu kreasi orang saja, sebagai pribadi, kami memang berbeda. Kami satu keluarga, kakak-adik yang tetap solid dan selalu bahu membahu membesarkan partai ini,” katanya meluruskan.

Yang tidak ada di Majalah Tempo edisi itu adalah tentang insiden pengusiran yang diberitakan oleh TJP itu.

Dari pemberitaan-pemberitaan yang ada, antara lain yang disebutkan di TJP dan Majalah Tempo itu, kemungkinan besar memang benar adanya perselisihan di internal PDIP sebagaimana disebutkan di atas itu. Adanya bantahan dari pihak PDIP, termasuk Puan dan Jokowi adalah hal biasa. Tidak mungkin mereka mau mengakuinya secara terbuka. Tetapi mengenai insiden pengusiran Puan kepada Jokowi masih memerlukan klarfikasi yang lebih jauh lagi. Terutama dari langsung dari pihak TJP sebagai sumber beritanya.

Yang Penting Introspeksi dan mengambil Hikmahnya

Perselihan internal partai seperti itu masih bisa dianggap sebagai sesuatu yang biasa, meksipun tidak boleh dipelihara sampai menjadi lebih besar. Tentu saja karena itu sangat berbahaya bagi perkembangan partai.

Bahkan dilihat dari sisi positifnya, terbukti memang benar-benar ada dinamika demokrasi di dalam parpol itu. Tidak seperti parpol lain, yang kelihatan stabil, tetapi malah terkesan adanya dominasi mutlak dari Ketua Dewan Pembinanya, yang tidak berani dikoreksi oleh petinggi lainnya. Partai Gerindra adalah satu-satunya parpol yang selama ini tidak pernah mengadakan kongres, atau lain sejenisnya, karena kongres yang sebagai wahana demokrasi di dalam parpol itu tak ada gunanya, sebab hanya Prabowo Subianto-lah yang menjadi sang penentu segalanya.

Yang paling penting bagi PDIP adalah segera melakukan introspeksi, evaluasi, dan mengambil hikmah di dalam setiap peristiwa yang menimpa partainya. Termasuk mengenai isu perselisihan internal partai, dan penyebab tidak tercapainya target dalam Pileg 2014 ini.  Jangan seperti Partai Demokrat, yang berupaya keras menutup-nutupi pertikaian di dalam internal partainya, tetapi akhirnya semua terbongkar juga ke publik, terutama permusuhan antara SBY versus Anas Urbaningrum, yang akhirnya juga berperan menyeret parpol ke arah keterperukan di Pileg 2014.

Jokowi Panglima Pemenangan Pilpres 2014

Rupanya, itulah langkah pertama yang telah dilakukan Megawati dalam mengatasi problem besar partainya itu, agar tidak terus berdampak buruk pada Pilpres 9 Juli 2014 nanti.

Dalam pertemuannya dengan Jokowi, Megawati menanyakan kepadanya apa rencana Jokowi dalam menghadapi Pilpres 2014 itu. Jokowi menjawab dengan meminta izin agar tim pemenangan presiden langsung di bawah kendalinya di luar struktur partai yang beranggotakan, di antaranya, pengamat militer Andi Widjajanto dan aktivis antikorupsi Teten Masduki. Tim ini berkantor di Jalan Cemara 19, Jakarta Pusat.

Menurut Tempo, pada pemilihan legislatif, tim tersebut bertugas, antara lain, menyesuaikan jadwal Jokowi dengan kampanye partai. Selintas ini mudah. Kenyataannya, koordinasi antara Cemara dengan Lenteng Agung – markas PDIP – sering tak mulus. Jokowi berharap, bila kendali di bawah satu atap, persoalan seperti itu tak terulang lagi di Pilpres 2014.

Kehendak Jokowi itu sudah mendapat jawaban langsung dari Megawati.

Juru bicara pemenangan pemilu presiden PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengatakan, Megawati telah menetapkan  Jokowi sebagai “Panglima” kemenangan PDIP dalam Pilpres 2014.

Eva menjelaskan, Megawati menyerahkan tugas besar itu kepada Jokowi setelah dilakukan evaluasi internal pada hasil hitung cepat perolehan suara PDI-P dalam pemilu legislatif. Nantinya, Jokowi akan tetap dibantu oleh Badan Pemenangan Pemilu PDI-P yang dipimpin oleh Puan Maharani.

"Sejak 9 April, Bu Mega sudah menyerahkan panglima pemenangan pilpres langsung pada Pak Jokowi," kata Eva, sebagaimana ditulis Kompas.com, Senin (14/4/2014).

Jika itu semua dijalankan dengan konsisten dan konsekuen, maka harapan kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 kelak akan terbuka semakin lebar dan besar. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun