Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Eling-lah, Jokowi Hanya Kekuatan Ini yang Anda Punya!

17 Februari 2015   16:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:02 2332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424140247568554003

Jokowi sebagai calon presiden, saat memberikan orasi dalam acara Konser Salam 2 Jari Menuju Kemenangan Jokowi-JK, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (5/7/2014). (Kompas.com)

Meskipun dia adalah Presiden, secara politik sesungguhnya kedudukan Jokowi itu lemah. Ia tidak seperti Presiden SBY yang mempunyai pengaruh yang sangat kuat di partai politiknya, sebagai pendiri, sebagai Ketua Dewan Pembina, dan sebagai ketua Umum Partai Demokrat, partai pemenang pemilu legislatif saat SBY berkuasa.

Sebaliknya dengan Presiden Jokowi, ia tidak mempunyai jabatan apapun di partai politik pendukungnya, PDI-P, yang adalah pemenang pemilu legislatif 2014-2019. Seharusnya, meskipun demikian, posisi politik Jokowi sebagai presiden adalah cukup kuat juga. Karena seharusnya, program- program kerjanya, dan kebijakan-kebijakannya didukung sepenuhnya oleh PDI-P berikut partai-partai politik lainnya yang bergabung di dalam Koalisi Indonesia Hebat KIH). Itu adalah “seharusnya”, tetapi faktanya tidaklah demikian, malah sebaliknya.

Jokowi sangat setia kepada PDI-P, apalagi terhadap Megawati yang sangat dihormati, cenderung sampai memujanya. Ironisnya, tampaknya Megawati menikmati pemujaan Jokowi kepadanya. Apakah ini karena jiwa feodalisme yang masih tersisa? Sikap dan kondisi demikian terus dibawa sampai sekarang, saat Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia.

Dampaknya sangat negatif, meskipun sudah menjadi Presiden, dalam hal-hal tertentu, tampaknya Jokowi cenderung mengikuti “kebijakan” PDI-P, atau tepatnya Megawati. Contoh paling kongkrit dan paling panas saat ini adalah dalam menentukan pilihan calon Kapolri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sesungguhnya yang menentukan pilihan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri itu bukan sepenuhnya oleh Jokowi, tetapi lebih oleh Megawati. Maklum, Budi Gunawan adalah bekas ajudan setianya di kala dia menjadi Presiden (2001-2004). Dan, entah mengapa Budi Gunawan begitu dipertahankan mati-matian oleh Megawati cs sebagai calon tunggal Kapolri, sekalipun dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Mungkin analisa saya di artikel yang berjudul Jika BG Tidak Tersangka, Apakah KPK Juga Tidak “Dihabisi” 1-3 ada benarnya.

Jokowi yang meskipun adalah Presiden dengan segala hak prerogatifnya yang berlandaskan pada Konstitusi masih sulit untuk melepaskan diri dari keterikatannya dengan Megawati. Rasa hormatnya yang berlebihan diduga yang membuat Jokowi pun terpaksa ikut-ikutan mempertahankan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri secara mati-matian seperti sekarang ini.

Namanya orang bermasalah, tetapi tetap saja ngotot dipertahankan, ya, tak heran Jokowi pun terseret dalam badai masalah yang kian lama kian membesar, perseteruan KPK vs Polri, dan berbagai dampaknya yang sangat destruktif. Kemenangan Budi Gunawan di sidang praperadilan kemarin (Senin, 16/02/2015), sama sekali tidak mengurangi, apalagi menyelesaikan masalah, sebaliknya akan menjadi masalah yang lebih besar dan lebih kompleks lagi. Baik ketika Jokowi memutuskan melantik atau batal melantik Budi Gunawan. Sehingga memerlukan nyali super besar bak rajawali saki bagi Jokowi untuk bisa mengatasinya, dan juga harus siap menanggung risikonya yang sangat besar, apapun pilihan putusannya. Semakin lama, Jokowi belum memutuskan, masalah ini akan semakin besar berpotensi berubah menjadi berbahaya bagi stabiltas politik nasional.

Dengan posisi politiknya yang lemah karena justru harus “tunduk” pada koalisi partai pendukungnya itu, kenapa  justru Jokowi yang dipilih untuk diajukan sebagai calon presiden mereka? Jawabannya adalah karena kekuatan Jokowi itu terletak pada rakyat pendukungnya. Mayoritas rakyat Indonesia sangat percaya, dan oleh karena itu sangat besar harapannya kepada Jokowi untuk bisa membawa perubahan besar terhadap negeri ini. Salah satu harapan besar itu adalah pemberantasan korupsi. Yang justru terbanyak dan pusatnya berada di berbagai lembaga tinggi negara, tak terkecuali di Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Oleh karena itulah dalam kampanye programkerjanya di Pilpres 2014 itu, Jokowi menyatakan tekadnya, janjinya kepada rakyat Indonesia bahwa jika ia menjadi presiden, salah satu prioritas kerjanya adalah pemberantasan korupsi secara besar-besaran. Salah satu caranya adalah dengan hanya memilih Jaksa Agung dan Kapolri yang bebas dari masalah hukum dan campur tangan politik, yang termaktub dalam salah satu program kerjanya yang dinamakan Nawa Cita.

Namun baru sekitar sebulan memerintah, Jokowi malah memilih HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung, yang berasal dari salah satu partai politik pendukungnya, Nasdem. Kritik dari berbagai kalangan pun tak dihiraukan.

Tetapi itu tak ada apa-apanya, setelah sekitar dua bulan kemudian, Jokowi membuat kita semua terkaget-kaget dengan secara begitu super cepatnya dia memutuskan memilih Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Padahal yang bersangkutan sejak lama termasuk dalam salah satu perwira tinggi Polri pemilik rekening gendut. KPK pun sudah mengisyaratkan sejak awal kepada Jokowi bahwa Budi mempunyai catatan merah terkait dugaan kasus korupsi (gratifikasi), oleh karena itu tidak direkomendasikan menjadi menteri dalam kabinetnya. Jokowi memenuhi rekomendasi itu, tetapi tidak di kala diduga Megawati menghendaki mantan ajudannya itulah yang menjadi Kapolri, apapun yang terjadi! Jokowi dengan segala rasa hormat dan kesetiaannya kepada Megawati pun memenuhi kehendak tersebut, dengan risiko sebesar apa pun. Mungkin saat itu, Jokowi tak mengira risiko yang harus dipikulnya itu akan menjadi super berat dan semakin lama semakin berat seperti yang sedang terjadi sekarang ini.

Rakyat resah, investor resah, sistem hukum rusak, rasa keadilan rakyat terusik, pemberantasan korupsi terancam gagal total, stabilitas keamanan dan politik nasional terancam. Semua kini menunggu keputusan Presiden Jokowi, apakah dia mampu menuntas masalah besar ini ataukah tidak dengan memutuskan melantik, ataukah batal melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Kedua alternatif putusan itu sama-sama berat akibatnya, tetapi mau tak mau harus menjalaninya, dengan memilih risiko yang paling ringan di antara dua risiko besar tersebut.

Jika Jokowi melantik Budi Gunawan, maka ia memang akan semakin disayang PDI-P/Megawati, ia akan  mendapat dukungan dari KIH, maupun KMP, termasuk DPR, tetapi bersamaan dengan itu pula, ia akan mendapat stempel besar yang tak hengkang ditelan zaman, tercatat dalam sejarah sebagai presiden yang sangat tidak pro kepada pemberantasan korupsi, pembohong besar dengan Nawa Cita-nya, dan bertanggung jawab penuh atas semakin lemahnya atau mandulnya KPK.

Jokowi juga akan dicatat salam sejarah sebagai presiden yang bertanggung jawab atas rusak tata hukum (negara), perusak moral politik dan etika hukum. Maka, jika ia melantik Budi Gunawan, ia juga harus membuang Nawa Cita-nya ke keranjang sampah!

Sebaliknya, jika Jokowi memutuskan membatalkan pelantikan Budi Gunawan, hubungannya dengan PDI-P dan Megawati bisa rusak, ia juga pasti akan mendapat serangan politik yang hebat dari para elite politik pembeking Budi Gunawan lainnya, termasuk dari DPR.  Ia juga berpotensi akan digugat oleh DPR yang merasa dilecehkan, selanjutnya ia juga akan diinterpelasikan oleh DPR.

Tetapi, sebaliknya, Jokowi akan mendapat dukungan dari sebagian besar rakyat, rakyat pendukungnya akan semakin solid dalam mendukungnya, hukum sebagai tegak dan berwibawa, kedudukan KPK pun akan semakin kuat, serta yang tak kalah sangat pentingnya, dengan mengangkat Kapolri baru dari sosok yang punya integritas tinggi sebagai kapolri, maka kedudukan Polri sebagai lembaga penegak hukum pun akan berpotensi menjadi lebih kuat daripada sekarang, karena sudah dibersihkan dari oknum-oknumnya yang koruptor.

Mana yang akan dipilih Jokowi?

Kita ingatkan Jokowi, bahwa dari uraian tersebut di atas, ia harus sadar sesadar-sadarnya bahwa sesungguhnya ia hanya punya satu kekuatan besar, yaitu rakyat yang masih mempercayai dan mengharapkannya sebagai Presiden pembawa perubahan besar bagi negeri ini! Di luar kepercayaan dan dukungan rakyat, Jokowi tidak punya kekuatan politik apa pun yang bisa diandalkannya. Jokowi tak punya kekuatan apapun jika harus berhadapan dengan parpol-parpol pendukungnya di KIH, sehingga ia akan cenderung terpaksa memenuhi apa maunya mereka. Sehingga program-program kerja yang aslinya darinya, termasuk pemberantasan korupsi pun terancam gagal, dengan segala akibatnya.   Kasus Budi Gunawan adalah contoh terbaik.

Apakah terhadap satu-satunya yang dia punya ini, Jokowi mau melepaskannya, mau menyia-nyiakannya, hanya demi kesetiaannya kepada partai politiknya, kepada Megawati? Padahal, sebaliknya mereka tak bakal setia kepadanya, dalam artian tak bakal selalu mendukung kebijakan-kebijakannya sebagai Presiden.

Eling-lah,  Jokowi, yang anda punya hanyalah kekuatan rakyat, dan anda juga adalah Presiden Rakyat Indonesia, bukan presiden partai manapun, atau tokoh mana pun, setinggi apapun rasa hormat anda kepadanya!

Jika kepercayaan rakyat yang merupakan satu-satunya kekuatan yang dimilikinya itu disia-siakan Jokowi, maka tidak punya apa-apa lagi, dapat dipastikan ia pun akan “habis.” Ia akan terseret dalam arus kekuatan politik transaksional secara total, cenderung akan menjadi presiden boneka, yang ujung-ujungnya berpotensi besar membawa bangsa ini ke era kejayaan para politikus oportunis dan koruptor. ***

Artikel terkait:

Peringatan kepada Presiden Jokowi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun