"Premanisme DPR"
Yang saya lihat tentang sejumlah anggota DPR, khususnya mereka yang bertanggung jawab membentuk dan bergabung di dalam Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terhadap KPK, lebih tepat disebut sebagai seperti sejumlah preman daripada sejumlah anggota parlemen yang sebenarnya.
Mereka lebih tepat disebut “wakil koruptor” (yang bisa juga berarti mewakili mereka sendiri) daripada wakil rakyat, karena jelas sekali apa yang mereka perjuangkan dengan Pansus Hak Angket itu adalah semata-mata demi melindungi diri mereka sendiri dan kolega-koleganya dari potensi besar menjadi tersangka-tersangka baru dalam kasus mega korupsi proyek KTP elektronika (KTP-el).
Sama sekali tidak ada sedikitpun pun unsur kepentingan rakyat pada Pansus Hak Angket tersebut, sebaliknya justru yang ada adalah pengkhianatan terhadap kehendak rakyat.
Sebab yang dikehendaki rakyat itu adalah KPK dapat selancar dan secepat mungkin menuntaskan kasus mega korupsi KTP-el itu dengan melakukan tindakan hukum terhadap semua orang yang terbukti bersalah, terutama sekali sejumlah anggota DPR, yang pernah disebutkan nama-namanya di persidangan kasus korupsi KTP-el yang sedang berjalan di Pengadilan Tipikor, Jakarta itu.
Tetapi, yang dilakukan DPR adalah justru membentuk Pansus Hak Angket untuk melawan, dan menyerang balik KPK yang sedang bekerja keras mengejar para koruptor kelas kakap dan paus di kasus mega korupsi proyek KTP-el itu.
Perilaku anggota DPR yang sungguh-sungguh mengabaikan tugasnya sebagai wakil rakyat, dan lebih mementingkan kepentingan mereka sendiri; mengabaikan kepentingan rakyat, untuk memprioritaskan misi Pansus Hak Angket melawan KPK, terbukti dengan terang-benderang dari apa yang dilakukan oleh sejumlah anggota DPR yang juga anggota Pansus Hak Angket itu.
Seharusnya, sekarang ini mereka punya kewajiban untuk melakukan kunjungan kerja ke daerah pemilihan. Namun, mereka membatalkan kunjungan tersebut, karena harus menghadiri rapat Pansus Hak Angket tersebut.
Anggota Pansus Hak Angket dari Fraksi Partai Nasdem, Taufiqulhadi, misalnya, meninggalkan konstituennya di Jawa Timur, dengan alasan karena harus menghadiri rapat di DPR, Kamis (22/6).
Dalam surat undangan rapat panitia angket yang diterima pers, undangan dikirim Sekretariat Jenderal DPR, Rabu (21/6). Dalam surat itu disebutkan, rapat bersifat penting dan segera. Agendanya, membahas rapat-rapat panitia khusus angket KPK (harian Kompas, 23/6/17).