Sudah dapat dipastikan bahwa mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar sempat mempunyai dwikewarganegaraan atau bipatride, yaitu kewarganegaraan Indonesia dan Amerika Serikat. Sedangkan Indonesia tidak mengenal bipratride.
Menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
- Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.
- Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain.
- Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing yang masih berlaku dari negaralain atas namanya.
Sedangkan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI, menentukan:
Warga Negara Indonesia dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraannya karena:
- Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.
- Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain.
- Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.
- Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing yang masih berlaku dari negara lain.
Dalam kasus Arcandra Tahar, diketahui ia secara aktif melalui proses naturalisasi di Amerika Serikat telah memperoleh kewarganegaraan negara tersebut pada 2012.
Selain itu, ia juga diketahui telah memperoleh paspor negara Amerika Serikat atas namanya.
Dengan demikian unsur bipatride telah dipenuhi oleh Arcandra Tahar, maka berdasarkan ketentuan hukum tentang kewarganegaraan tersebut di atas, dengan sendirinya Arcandra sudah kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya.
Dalam hal ini keputusan Menteri Hukum dan HAM sebagai pihak yang berwenang memberi dan mencabut kewargangeraan Indonesia seseorang berdasarkan hukum yang berlaku tetap diperlukan, tetapi hanya berupa penegasan kepastian hukum berkaitan dengan administrasi hukum (lihat Pasal 34 ayat 3 PP Nomor 2 Tahun 2007).
Menteri Hukum dan HAM tak punya wewenang untuk menentukan apakah Arcandra Tahar kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya ataukah tidak. Karena, sekali lagi, secara hukum dengan sendirinya dalam kasus ini Arcandra sudah kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya, begitu dia atas kemauannya sendiri memperoleh kewarganegaraan Amerika Serikat, dan juga sudah punya paspor negara tersebut.
Argumen yang menyatakan Arcandra masih WNI karena dia masih memegang paspor Indonesia yang masih berlaku sampai dengan 2017, sama sekali tidak relevan, karena selain mengabaikan ketentuan hukum kewarganegaraan tersebut di atas, juga memang bisa saja saat ia menerima kewarganegaraan Amerika Serikat itu paspor Indonesia-nya masih ada di tangannya dan secara formil masih berlaku, tetapi sebetulnya secara hukum ia sudah kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya.
Untuk kepastian hukum tentang status seseorang yang kehilangan kewarganegaraan Indonesia yang dengan demikian kehilangan juga hak dan kewajibannya sebagai WNI seperti yang terjadi pada Arcandra inilah diperlukan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM sebagaimana dimaksud di atas.