Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Buwas Bilang, Jokowi Jangan Lebay, Mungkin Lain Kali Sebaiknya Jokowi Memohon

2 Mei 2015   23:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:26 1958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14305826821297143533

[caption id="attachment_364091" align="aligncenter" width="538" caption="(Setgab.go.id)"][/caption]

Institusi Polri, pangkat perwira tinggi Polri, dan jabatan sebagai Kabareskrim Polri dan Kapolri disalahgunakan, serta balas dendam pribadi berbalut (dikamuflasekan) penegakan hukum itulah yang terkesan kuat dari semakin berani dan nekadnya Kabareskrim Polri Komjen Budi Waseso, yang disokong oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dalam melakukan “serangan sapu bersih” terhadap KPK, khususnya para pemimpin (nonaktif) dan para penyidiknya yang pernah berperan penting dalam melakukan penindakan hukum terhadap dua perwira tinggi Polri (Irjen Djoko Susilo yang berhasil dipenjara, dan Komjen Budi Gunawan yang digagalkan lanjutan proses hukumnya). Pimpinan KPK nonaktif yang dimaksudkan adalah Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, dan penyidik utama yang dimaksud adalah Kompol Novel Baswedan.

Ironis sekali, diduga karena kenaifannya  Presiden Jokowi dengan mudah termakan strategi tersebut. Ia mengira serangan balas dendam yang dilakukan kepada KPK itu adalah sungguh-sungguh murni bagian dari penegakan hukum dari Mabes Polri, maka dengan begitu mudahnya atas nama undang-undang, begitu dua pimpinan KPK dijadikan tersangka, langsung saja keduanya dinonaktifkan.

Dari titik tolak putusan Jokowi inilah KPK pun langsung sekarat dan menjadi “bulan-bulanan” serangan bertubi-tubi dari Mabes Polri. Ibaratnya di dalam pertandingan tinju, KPK yang sudah sempoyongan itu pun terus dikejar lawannya itu dengan upper-cut-upper-cut untuk benar-benar membuatnya knock-out (KO).

Jokowi sepertinya tak mengerti atau pura-pura tak mengerti bahwa di balik penindakan hukum terhadap dua pimpinan KPK oleh Polri itu terdapat kejanggalan-kejanggalannya yang merupakan bukti telah terjadinya kriminalisasi itu (lihat artikel-artikel saya sebelumnya), maka,  dengan gaya meyakinkan Jokowi pun berkata bahwa dia sebagai Presiden menghormati hukum, dan tidak akan mengintervesi proses hukum yang sedang dilakukan oleh Polri dan KPK.

Padahal seperti yang saya sebutkan di atas, apa yang disebut proses hukum terhadap Abraham Samad dan Bambang Widjojanto itu sejatinya adalah proses kriminalisasi dan sebagai bagian dari strategi serangan balas dendam kepada KPK.

Seharusnya dengan melihat beberapa faktor keganjilan dalam upaya kriminalisasi terhadap kedua pimpinan KPK itu, Jokowi sebagai Presiden sekaligus atasan tertinggi Polri segera memerintahkan penghentian semua upaya kriminalisasi tersebut secara tegas dengan konsekuensi tinggi atas setiap pelanggarannya.

Jokowi memang pernah mengeluarkan perintah seperti itu, yaitu di awal-awal konflik KPK vs Polri jilid 3 itu, tetapi perintah tersebut tidak jelas dan tegas, dan tanpa konsekuensi: siapa yang mengkriminalisasi siapa, dan apa akibat (sanksinya) jika ada yang berani membangkang.

Seharusnya Jokowi mengerti bahwa perintah seperti ini memang bisa dikategorikan sebagai suatu intervensi, tetapi intervensi tersebut dilakukan dengan maksud positif, yaitu demi mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan mencegah praktek manipulasi penegakan hukum demi kepentingan pribadi dan atau golongan.

Tetapi rupanya Jokowi tidak mengerti atau tak mau mengerti, sehingga perintah seperti itu pun tak dilakukan. Alasannya, karena ia tidak mau mengintervensi dan menghormati proses penegakan hukum yang sedang berlangsung.

Akibat dari kenaifan dan ketidaktegasan Jokowi tersebut, maka Mabes Polri pun semakin berani mengabaikan perintah dan tidak menganggap Presiden Jokowi itu. Seperti saat melantik Budi Gunawan sebagai Wakapolri, Kapolri Badrodin Haiti pun melewati Jokowi sebagai Presiden dengan tidak terlebih dahulu mengkonsultasikannya dengan Jokowi.

Perintah Jokowi agar jangan menciptakan konfrontasi-kontrontasi baru antara Polri dengan KPK pun diabaikan, bersamaan dengan itu upaya kriminalisasi, penangkapan dan penahanan terhadap para pemimpin dan penyidik KPK pun terus berlanjut, sampai pada hari Jumat dini hari kemarin (01/05/2015), saat peyidik KPK Novel Baswedan secara paksa ditangkap di rumahnya, dibawa ke Mabes Polri, dan langsung ditahan!

Presiden Jokowi pun segera menyerukan perintahnya kepada Kapolri Badrodin Haiti agar tidak menahan Novel, tetapi bukannya segera mematuhi perintah itu, Kapolri malah memberi kuliah singkat tentang alasan Polri menahan salah satu penyidik andalan KPK.

Novel baru dilepas pada keesokan harinya. Itu pun bukan karena perintah Presiden, melainkan karena lobi dari para pemimpin KPK, terutama oleh pelaksana tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, yang juga mantan perwira tinggi Polri itu.

Seolah-olah hendak mengingatkan Jokowi terhadap apa yang pernah diucapkan sendiri tentang tidak akan melakukan intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan, Badrodin pun merespon perintah Jokowi itu dengan mengatakan, proses hukum harus tetap berjalan berdasarkan laporan masyarakat. "Apa kami harus mengabaikan laporan masyarakat? Harus kami proses sesuai dengan proses hukum yang berlaku," kata dia di Mabes Polri, Jumat, 1 Mei 2015.

Penangkapan Novel, katanya, didasari permintaan jaksa penuntut umum. Jaksa meminta Novel segera diperiksa untuk melengkapi berkas dan rekonstruksi perkara. "Sudah dua kali mangkir, alasannya tugas. Kalau menunggu selesai tugas, ya tunggu pensiun!" kata Badrodin seolah hendak menyindir Jokowi yang memerintahkan Polri melepaskan Novel itu.

Kabareskrim Polri Budi Waseso jauh lebih berani lagi dalam merespon perintah Presiden Jokowi untuk tidak menahan Novel itu. Mungkin karena saking jengelknya upaya menahan petinggi KPK terus digagalkan Jokowi, Budi pun secara tak langsung mengatakan perintah (Jokowi) itu sebagai sesuatu yang berlebihan, lebay!

"Tolonglah, kita saling menghormati proses penegakan hukum. Kita ini, kan, mengikuti aturan hukum. Jangan lebay-lah!" ujar Budi menanggapi perintah Presiden Jokowi, yang juga panglima tertinggi angkatan perang Indonesia sesuai UUD 1945 itu (Tempo.co).

Sungguh, ini sudah merupakan pembangkangan secara terang-terangan oleh seorang Kapolri dan Kabareskrim Polri-nya terhadap perintah langsung dari Presiden, yang merupakan atasan tertingginya.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia: dengan tegas menentukan: Pasal 8 (1): Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden. Dan, ayat (2)-nya: Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jika Badrodin Haiti dan Budi Waseso merasa tidak setuju dengan kebijakan dan perintah Presiden Jokowi, maka satu-satunya jalan bagi mereka adalah mengundurkan diri dari jabatannya itu, bukan mendebatkan apalagi membangkang perintah Presiden, karena sungguh tak patut bahkan sangat berbahaya bagi negara kalau sampai Kapolri berani mengabaikan dan membangkang perintah Presiden, dan ada Kabareskrim-nya yang lebih berani lagi dengan mengatakan atasan tertingginya itu “lebay” dengan perintahnya itu!

Ironisnya sampai kini diperlakukan sampai sedemikian rupa Presiden Jokowi belum juga berani menunjukkan ketegasannya kepada Kapolri, maupun Kabareskrim-nya. Dalam hal ini rupanya ia tak bisa seberani dan setegas perintahnya untuk melakukan eksekusi mati terhadap para gembong narkoba itu.

Maka dari itu, ke depan, kalau belum juga punya keberanian terhadap Kapolri, mungkin sebaiknya Presiden Jokowi mengubah kata “perintah”-nya itu dengan kata “memohon”. Jadi, bukan lagi seperti yang sudah beberapakali diucapkan: “Saya perintahkan Kapolri ...”, tetapi diubah menjadi: “Saya memohon kepada Kapolri ...”  *****

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun