[caption id="attachment_289334" align="aligncenter" width="624" caption="(Kompas.com)"][/caption]
*** Abraham Samad: "Visi tanpa eksekusi adalah lamunan. Eksekusi tanpa visi adalah mimpi buruk ***
Hari ini, Jumat, 10 Januari 2014 adalah hari penentuan, apakah Anas Urbaningrum akan memenuhi panggilan KPK ataukah tidak, sekaligus menjadi kesempatan terakhir baginya untuk membuktikan apakah dia cukup jantan untuk memegang ucapannya sendiri. Karena dari mulutnya sendiri Anas pernah mengatakan bahwa dirinya 1.000 persen siap ditahan KPK. Pernyataannya ini diucapkan di rumah pribadinya di Duren Sawit, Jakarta Timur, pada 18 Oktober 2013.
Sebelumnya Anas telah membuktikan bahwa ternyata dia hanya kelihatan gagah di mulutnya saja, tetapi tidak punya cukup nyali untuk melaksanakan pernyataan-pernyataannya itu. Bilang, kalau terbukti korupsi Rp 1 pun, rela digantung di Monas, tetapi dipanggil untuk menjadi saksi di pengadilan Tipikor yang mengadili Nazaruddin saja tidak berani dengan berbagai alasannya (baca artikel lama saya: Anas Berani Digantung di Monas, tetapi Ternyata Tidak Berani Menjadi Saksi.
Sekarang, pun demikian. Pernah bilang, 1.000 persen siap ditahan KPK, tetapi baru dipanggil KPK, malah ketakutan sendiri. Padahal, KPK belum tentu menahannya, tetapi karena sudah punya firasat akan ditahan, Anas pun ketakutan sendiri. Sebelum-sebelumnya, Anas selalu memenuhi panggilan KPK ketika dipanggil sebagai saksi.
Anas sudah dua kali mangkir dari panggilan KPK, pertama pada 31 Juli 2013, dan kedua pada 7 Januari 2014.
Dengan firasatnya itu, jelas Anas sedang ketakutan akan tercatat dalam sejarah sebagai orang pertama yang menjadi tahanan KPK di tahun 2014 ini.
Ketika menyampaikan pernyataannya itu (1.000 persen siap ditahan KPK) memang Anas menyampaikan syarat-syaratnya. Yakni, KPK harus adil dan obyektif.
Ketika itu, pernyataan Anas lengkapnya sebagai berikut: “ ... Yang penting adil dan obyektif. Karena dengan adil dan obyektif kebenaran bisa ditegakkan. Siapa saja, boleh disangkakan melakukan tindak pidana, tetapi tidak boleh dipaksa-paksa untuk bersalah. Dicari-cari bagaimana caranya harus bersalah. Itu yang menutut saya tidak adil. Meskipun saya ini kelasnya masih kecengan. Kalau untuk urusan itu (ditahan KPK), ya, 1000 persen siap lah!”
Semua isi pernyataan Anas ini jelas tidak obyektif. Ini khas gaya defensif dari para tersangka koruptor (KPK) yang berani berbuat, tetapi tidak berani bertanggung jawab secara nyata. Anas, atau siapa pun juga, tidak bisa atas dalihnya itu lalu menolak pemanggilan (dan penahanan) oleh KPK. Semua dalihnya itu baru bisa dipakai ketika berada di depan persidangan. Kalau tidak demikian, semua orang bisa bikin dalih apa saja supaya bisa menolak pemanggilan KPK.
Percuma Anas dan pengacaranya membikin-bikin berbagai dalih seperti itu, karena KPK yang didukung publik sudah merasa 100 persen (tidak perlu sampai 1.000 persen), Anas telah memenuhi syarat hukum untuk dipanggil dan bilaperlu ditahan KPK.
Apakah hari Jumat ini Anas akan memenuhi panggilan KPK? Kelihatannya, tidak lagi.
Anas masih berkelit dengan mempermasalahkan surat perintah penyidikan (sprindik) KPK yang menyebut sangkaan atas proyek-proyek lainnya selain sangkaan atas gratifikasi dalam proyek Hambalang. Menurut Anas, sprindik tersebut tidak jelas.
"Karena ada kata-kata dan/atau proyek lain-lain. Tidak ada alasan yang jelas apa yang disebut dan/atau proyek lainnya," ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (10/1/2014) (Kompas.com).
Anas membantah bahwa dirinya bermaksud melawan KPK. Sebaliknya, dia mengklaim ingin bekerja sama dengan KPK untuk menemukan keadilan. Dia menyatakan bersama kuasa hukumnya akan membantu penegakan keadilan yang dilakukan KPK.
Dalam kesempatan itu, Anas juga menjelaskan bahwa pihaknya khawatir terdapat intervensi terhadap proses hukum yang dijalankan KPK.
"Bahkan, kita boleh khawatir dalam ruang yang jelas itu, akan mudah masuk faktor-faktor lain. Saya yakin KPK tidak ingin ada faktor-faktor lain," jelasnya.
Lagi-lagi ini menunjukkan bahwa Anas selalu tidak konsisten dengan pernyataan-pernyataannya sendiri.
Mengatakan, tidak mau melawan KPK, dan mau bekerja sama dengan KPK, tetapi bersamaan dengan itu menolak dipanggil KPK dengan alasan yang dibuat-buat. Sprindik sudah menyebutkan kasus utama yang menyebabkan dia dipanggil KPK adalah proyek Hambalang, sedangkan kasus-kasus (proyek) lainnya itu akan dijelaskan ketika dia memenuhi panggilan KPK itu.
Kemudian melemparkan kecurigaan kepada KPK, bahwa KPK telah diintervensi dalam proses hukumnya itu, tanpa bisa membuktikannya. Bagaimana bisa Anas berkata mau bekerja sama dengan KPK , tetapi bersamaan dengan itu juga melontarkan rasa curiga seperti itu untuk memperkuat argumennya tidak memenuhi panggilan KPK lagi?
Percuma Anas melawan KPK, karena posisi KPK saat ini sangat kuat dari sisi hukumnya. Melawan KPK malah akan membuat dirinya semakin rugi.
Kalau sampai Anas benar-benar menolak panggilan ketiga KPK ini, berarti sudah pasti KPK akan melaksanakan pemanggilan paksa kepadanya. Kalau panggilan paksa ini terjadi, maka malah akan membuat Anas kelihatan lebih terhina daripada kalau dia dengan sukarela memenuhi panggilan KPK itu. Karena sudah pasti KPK akan datang dengan sejumlah polisi, keduatangannya akan diborgol, dan digiring ke dalam mobil tahanan.
Cara inikah yang dipilih Anas? Anas memilih cara hina ke KPK? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H