Aliansi Prabowo Subianto - Jokowi (akan) seperti aliansi kekuasaan di Filipina; Presiden Ferdinand Marcos Jr dengan pendahulunya Rodrigo Duterte (presiden 2016-2022). Rodrigo Duterte dan Marcos Jr berasal dari dua kubu dinasti politik yang saling berlawanan. Tetapi demi meraih kekuasaan, dengan beberapa kesepakatan politik, keduanya bersekutu di Pilpres 2022. Anak perempuan Rodrigo Duterte, Sara Duterte dijadikan cawapresnya Marcos Jr di Pilpres 2022.
Ferdinand "Bongbong" Marcos Junior adalah putra sulung Presiden Marcos Sr. Ayahnya dikenal sebagai presiden diktator dan korup yang berkuasa dari 1965 hingga 1986. Ia diturunkan secara paksa oleh kekuatan rakyat (people's power) pada 1986. Marcos melarikan diri dari Filipina bersama istrinya, Imelda Marcos ke Honolulu, Hawaii, AS. Dia meninggal di sana (1989). Jenazahnya sempat tidak diizinkan dipulangkan ke Filipina sepanjang masa kekuasaan Presiden Qurazon Aquino. Pada 1993, dengan seizin Presiden Ramos, jenazah Marcos dibawa pulang ke Filipina.
Sebagai putra Ferdinand Marcos, "Bongbong" Marcos Jr (lahir 1957) turut menikmati dan menjadi bagian dari kekuasaan diktator dan korup ayahnya itu.
Berkat kampanye disinformasi besar-besaran di media sosial, Marcos Jr sukses menghapus masa lalu keluarganya yang korup dari ingatan publik. Terutama bagi pemilih muda yang belum lahir atau masih balita saat ayahnya berkuasa. Ayahnya disebut sebagai presiden yang sukses membangun dan dicintai rakyat Filipina. Marcos Jr disebut sebagai putra terbaik ayahnya yang akan melanjutkan kesuksesan ayahnya membangun Filipina. Hasilnya, pasangan Marcos Jr - Sara Duterte, itu meraih kemenangan telak di Pilpres 2022.
Tetapi, kini, baru 2 tahun berlangsung, persekutuan politik bermotif memburu kekuasaan, itu kini terancam pecah. Juga gara-gara kekuasaan. Suhu politik Filipina pun memanas.
Keretakan yang semakin lama semakin merekah itu terjadi dikarenakan keluarga Rodrigo Duterte menganggap kebijakan-kebijakan Presiden Marcos Jr bertentangan dengan arah politik keluarga mereka. Di antaranya kebijakan pemberantasan perdagangan narkoba yang bertolak belakang dengan kebijakan Rodrigo Duterte saat menjadi presiden, pangkalan militer AS yang diizinkan dibuka kembali di Filipina, dan perundingan damai antara Pemerintah dengan pemberontakan komunis.
Ada juga dugaan di balik rencana Marcos Jr mengamandemen Konstitusi dengan alasan untuk menarik lebih banyak investor sesungguhnya ada rencana dia juga untuk mengamandemen ketentuan tentang masa jabatan presiden yang hanya satu periode selama enam tahun menjadi tak terbatas. Kembali seperti di era ayahnya. Agar ia bisa melanggengkan kekuasaannya.
Duterte juga khawatir dgn keselamatan putrinya, Sara Duterte, dan dirinya sendiri. Ada dugaan Marcos Jr sedang berupaya meminimalisir peran Sara dari jabatan wakil presidennya, dan mengizinkan Mahkamah Internasional menyelidiki dugaan kejahatan HAM Duterte saat ia presiden dalam perang melawan perdagangan ilegal narkoba. Perang melawan bisnis narkoba yg dilancarkan Duterte itu menimbukan ribuan korban jiwa.
Putra Rodrigo Duterte, Sebastian Duterte, yang juga wali kota di kota terpadat ketiga, Davao, dengan didukung oleh adiknya yang juga wakil presiden, Sara Duterte, mendesak Marcos Jr. supaya mundur dari jabatan presidennya.
Sepupu Marcos Jr, Martin Romualdez, yang kini ketua umum parlemen, mencoret alokasi dana untuk Wakil Presiden Sara bernilai jutaan dollar AS. Itu, diduga sebagai cara melemahkan kedudukan Sara sebagai wakil presiden.
Diisukan pula, Martin Romualdez dipersiapkan Marcos Jr kelak untuk menggantikannya di Pilpres 2028. Bukan Sara Duterte.
***
Apa yang telah, sedang dan diprediksi akan terjadi di Filipina, mempunyai kemiripan dengan di Indonesia.
Di Indonesia, Presiden Soeharto juga dikenal sebagai presiden diktator dan korup. Soeharto menerapkan "politik sayang anak", dengan mengubah dan membuat ketentuan undang-undang yang disesuakan dengan kepentingan bisnis anak-anaknya.
Soeharto berkuasa dengan tangan besi sejak 1966, dan dilengserkan secara paksa pada 1998 oleh people's power.
Mantan anak mantu Soeharto, Prabowo Subianto, yang dipecat dari kemiliterannya karena terlibat dalam penculikan para aktifis di era Soeharto, kini bersekutu dengan Presiden Jokowi untuk Pilpres 2024. Ini adalah ketiga kalinya Prabowo mengikuti kontestasi Pilpres. Sebelumnya ia kalah melawan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019.
Putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming, melalui “politik sayang anak”, dengan praktik kolusi dan nepotisme, berdasarkan ketentuan UU yg diubah MK secara tak beretika, dijadikan cawapresnya Prabowo. Ada indikasi kuat Jokowi melalui Mensekneg Pratikno mempunyai peran sentral di balik keputusan MK itu, di saat iparnya sendiri, atau paman Gibran, Anwar Usman adalah Ketua MK. Hal yang membuat Majelis Kehormatan MK memecat Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Dengan modus yg mirip dengan yang dilakukan Ferdinand Marcos Jr di Filipina, yaitu melalui kampanye disinformasi masif di media sosial, Prabowo dan sekutunya cukup berhasil meghapuskan masa lalunya yg kelam dari ingatan publik. Terutama pada kalangan anak muda, mayoritas pemilih, yang belum lahir atau masih balita saat kejahatan HAM yang pernah dilakukan itu.
Prabowo berhasil mengubah sosoknya dari terduga penjahat HAM menjadi sosok patriot, berjiwa besar, jujur, dan penerus sejati Jokowi. Sehingga mendapat dukungan signifikan di Pilpres 2024.
Namun, seperti pada aliansi Marcos Jr - Duterte/Sara yang berhasil memenangkan Pilpres, tetapi kemudian baru 2 tahun berselang, aliasi itu pun retak dan terancam benar-benar pecah. Demikian juga dengan aliansi Prabowo - Jokowi/Gibran. Tak akan berlangsung lama.
Seandainya jadi presiden, Prabowo diprediksi akan berupaya menguasai parlemen untuk dapat mengamandemen Konstitusi (UUD 1945), demi melanggengkan kekuasaannya. Dengan mengubah masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode atau bahkan tanpa batas. Hal yang pernah menjadi keinginan Jokowi, tetapi tidak kesampaian.
Dengan amandemen UUD 1945, itu juga akan mengembalikan pemilihan presiden dan wakil presiden menjadi tidak langsung. Yaitu, dipilih oleh MPR. Seperti pada UUD 1945 asli.
Kalau Jokowi saja menjadi mabok kekuasaan sehingga lupa daratan, dengan berhasrat menjadi presiden tiga periode, dan memperpanjang masa jabatannya -- yang gagal dicapainya, maka Prabowo berpotensi pula akan lebih dari itu. Ambisinya untuk menjadi presiden sangat luar biasa besarnya. Hingga ia terus mengikuti kontestasi Pilpres tiga kali berturut-turut. Pilpres 2014, 2019, dan yang sekarang; 2024. Sebelumnya juga ia berambisi menjadi wakil presiden bersama capres Megawati di Pilpres 2009. Selama itu seluruh kemampuan dan cara telah ia kerahkan dengan biaya yang tentu sangat besar. Tentu "wajar" jika setelah mendapat kekuasaan itu, ia tak akan mau lagi melepaskannya begitu saja dalam waktu hanya 5 tahun.
Jika saat ini Jokowi telah memulai mematikan demokrasi melalui praktik politik tanpa etika, kolusi, dan nepotisme, hingga menjadi demokrasi semu di Pilpres 2024, yang sepertinya akan berhasil "mempersembahkan" estafet kekuasaannya kepada Prabowo dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, maka di tangan Prabowo demokrasi berpotensi benar-benar dimatikan.
Setelah menjadi presiden, Prabowo juga akan mengurangi secara berangsur-angsur pengaruh Jokowi di pemerintahannya. Yang pasti, posisi-posisi sangat strategis, seperti Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN, dan Jaksa Agung, akan diganti dengan orang-orang Prabowo sendiri. Alih-alih Prabowo akan mempertahankan orang-orangnya Jokowi.
Pada pilpres 2029, Prabowo tidak akan memberi jalan kepada Gibran untuk maju sebagai capres. Pada saat itu kemungkinan pengaruh Jokowi sudah memudar. Jika masih memungkinkan, Prabowo akan maju lagi, atau memajukan kader Gerindra sendiri. Adalah suatu kenaifan jika ada yang masih yakin Prabowo akan membalas jasa Jokowi dengan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada Gibran untuk maju sebagai capres di Pilpres 2029.
Bukan tipikal Prabowo yang akan mau selalu di bawah apalagi dikendalikan oleh orang lain, termasuk Jokowi yang menurut Panda Nababan, pernah diejek Prabowo, bertampang seperti tukang andong. Yang pernah mengalahkannya dua kali berturut-turut di Pilpres 2014 dan 2019.
Seperti juga dengan Marcos Jr dan keluarganya yang sedang berupaya meminimalisir peran Sara Duterte sebagai wakil presiden, demikian juga diprediksi Prabowo kelak akan melakukan hal yang sama terhadap Gibran. Gibran tidak akan diberi kesempatan untuk berkembang kinerja dan popularitasnya, untuk kemudian menjadi rival yang mengancam ambisinya untuk berkuasa lagi di Pilpres 2024. (dht)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H