Kalau kita bertanya kepada mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rasamala Aritonang dan mantan juru bicara KPK Febri Diansyah, apakah mereka bersedia menjadi pengacara pembela koruptor, apalagi yang kelas kakap? Kemungkinan besar mereka akan langsung menolaknya, dengan berbagai alasan idealis berlandaskan etika dan moral. Â Karena mereka adalah mantan pegawai KPK yang sangat anti koruptor, dan masih terus menyuarakan idealisme antikorupsinya, meski sudah tidak lagi sebagai pegawai KPK.
Tetapi, pada 28 September 2022, kenapa mereka justru bersedia menjadi pengacara pembela Ferdy Sambo, tersangka otak dari pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofrisyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), -- ajudannya sendiri --, dan istrinya, Putri Candrawathi, yang juga tersangka pada kasus yang sama?
Seolah berbagi tugas, Rasamala Aritonang menjadi pengacara Ferdy Sambo, sedangkan Febri Diansyah menjadi pengacara Putri Candrawathi.
Bukan Pembunuhan Berencana Biasa
Padahal, kasus pembunuhan berencana tersebut bukan kasus pembunuhan biasa. Karena tersangka otak pelakunya adalah seorang perwira tinggi  Polri berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) dengan jabatan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Kadiv Propam Polri). Ia bukan hanya sebagai tersangka otak pembunuhan berencana itu, tetapi juga sebagai tersangka utama pelaku tindak pidana obstruction of justice (penghalangan proses hukum) dari kasus tersebut. Â
Sebelumnya, ia telah melakukan pembohongan secara nasional dengan membuat laporan palsu kepada polisi mengenai penyebab tewasnya Brigadir Yosua. Bahwa Yosua telah melakukan pelecehan seksual terhadap istrinya, lalu terjadi tembak-menembak antara Yosua dengan ajudannya yang lain, Bharada Richard Eliezer (Bharada E). Berujung pada tertembaknya Yosua sampai tewas. Saat kejadian ia mengaku tidak berada di TKP.
Sedangkan Putri Candrawathi sebagai tersangka yang turut serta merencanakan sampai terlaksananya pembunuhan tersebut. Ia diduga ikut merekayasa kasus, mengaburkan kejadian sebenarnya dengan mengikuti skenario suaminya, dengan membuat laporan palsu ke polisi tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh almarhum Yosua kepadanya di TKP dibunuhnya Yosua untuk melengkapi skenario dan laporan palsu suaminya itu.
Semua skenario palsu, rekayasa kasus, pembohongan, dan tindak pidana obstruction of justice yang dilakukan oleh tersangka sepasang suami-istri itu demi melepaskan mereka dari tanggung jawab dan jerat hukum akibat perbuatan mereka sendiri.
Divisi Propam Polri adalah divisi khusus di institusi Polri yang bertanggungjawab pada masalah pembinaan profisi dan pengamanan masalah dalam internal organisasi Polri. Di bawah divisi ini ada satuan bernama Provos Polri, yang bertugas membantu pimpinannya untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Polri.
Namun, pada kasus ini justru pimpinan tertingginya-lah, seorang Kadiv Propam Polri, yang tersangka otak dan pelaku pembunuhan berencana. Tidak hanya itu, ia juga merekayasa kasus, mengaburkan kasus sebenarnya, melakukan pembohongan nasional dengan memanfaatkan jabatan dan wewenangnya, demi menyelamatkan dirinya sendiri bersama istrinya dari tanggung jawab dan jerat hukum. Â