Saat diperiksa Polisi, Farhan mengaku ia sengaja melakukan perbuatan itu (bukan hanya sekali itu saja) karena terlalu kesal dengan kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi, mulai dari masalah kenaikan harga pangan, tingginya angka pengangguran, hingga impor bahan pangan.
Terungkap pula Farhan juga mengelola 30 akun Face Book dengan nama samaran, yang dia buat khusus untuk menyebarluaskan rasa bencinya kepada Presiden Jokowi berupa ujar-ujar kebencian dan penghinaan seperti yang terungkap pada Face Book dengan nama samaran Ringgo Abdillah itu.
Ketika itu, dalam konferensi persnya, Kapolrestabes Medan Kombes Pol. Sandi Nugroho mengatakan, cara kerja Farhan itu mirip sekali dengan cara kerja yang dilakukan oleh Saracen.
"Yang jelas adalah polanya Ringgo sama dengan polanya Saracen, dia juga menggunakan KTP palsu, jadi KTP yang sudah diedit. Sehingga itu bisa dipublikasikan untuk bisa melakukan penistaan terhadap orang maupun untuk mengadu domba dengan kelompok-kelompok lain," kata Sandi di Mabes Polri, Jakarta, waktu itu (30/8/2017).
Farhan Balatif dijerat Polisi dengan Pasal 45 ayat 2 Jo Pasal 28 ayat 2 subsidair Pasal 27 ayat 3 UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pada 16 Januari 2018, Majelis Hakim  Pengadilan Negeri Medan mengvonis Farhan 18 bulan atau 1,5 tahun penjara, plus denda Rp 10 juta subsider 1 bulan penjara. Farhan pun tidak naik banding, ia menerima vonis tersebut.
Dari fakta-fakta tersebut, diketahui meskipun kasus pidananya sama dengan jerat pelanggaran ketentuan Undang-Undang yang sama, antara kasus Roy dengan Farhan, terdapat perbedaan subyek hukum/pelakunya.
Roy masih tergolong anak-anak (16 tahun) sehingga demikian proses hukum kasusnya menggunakan Sistem Hukum Peradilan Anak sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak dengan segala konsekuensi hukumnya sebagaimana sudah diuraikan di atas.
Sedangkan Farhan saat melakukan perbuatannya itu sudah berusia lebih dari 18 tahun, atau sudah dewasa, sehingga demikian proses hukumnya didasari pada sistem peradilan umum (dewasa) berdasarkan KUHAP dengan segala konsekuensi hukumnya pula.
Dari temuan Polisi diketahui pula Farhan melakukan perbuataannya itu secara serius, bahkan cara-cara kerjanya disebut menyerupai cara kerja Saracen, dengan 30 akun Face Book yang dibuat dan dikelola khusus untuk menyebarkan penghinaan dan pengancamannya terhadap Presiden Jokowi.
Jadi, antara kasus Roy dengan Farhan itu serupa tapi tidak sama, sehingga vonis hakim 1,5 tahun penjara untuk Farhan merupakan suatu hal yang wajar, sebaliknya, jika kemudian kasus Roy tidak diselesaikan di tingkat peradilan Anak, tetapi diselesaikan berdasarkan  Keadilan Restoratif dengan cara Diversi, dan misalnya,  Roy hanya dihukum kerja sosial, juga merupakan hal yang wajar, bukan diskriminatif.