Yang dimaksud dengan Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (Pasal 1 Angka 7).
Tujuan Diversi adalah: a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak; b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
Pasal 7 Ayat 1 mewajibkan upaya Diversi dilakukan pada setiap tingkatan proses hukum, yaitu pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri.
Pasal 7 Ayat 2: Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Pasal 8 Ayat 1: Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
Pasal 11:Â Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain: a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian; b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali; c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau d. pelayanan masyarakat.
Pasal 13 Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal: a. proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau b. kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.
Dari ketentuan Pasal-pasal tersebut di atas, maka penyelesaian kasus Roy tersebut, pertama-tama harus diupaya penyelesaiannya dengan pendekatan Keadilan Restoratif, dan dengan cara Diversi.
Apabila Pendekatan Restoratif dengan cara penyelesaian Diversi dapat dilakukan, maka kesepakatan yang sangat diharapkan adalah adanya kesepakatan untuk mewajibkan Roy mengikuti pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS, atau diwajibkan melakukan pelayanan masyarakat (pekerjaan sosial), berdasarkan Pasal 11 UU Peradilan Anak. Dengan demikian diharapkan ada efek jera dan edukasi untuk Roy, sekaligus sebagai peringatan untuk anak-anak lain sepantaran dengan dia agar jangan ada lagi yang melakukan perbuatan serupa.
Jika pendekatan Keadilan Restoratif dan cara Diversi tersebut gagal dilaksanakan, barulah ditempuh proses peradilannya, yaitu Pelaku (Roy) harus mengikuti proses persidangan Anak, yang wajib dilakukan secara tertutup pada setiap persidangannya, kecuali pada sidang pembacaan vonisnya.
Seperti yang telah disebutkan di atas, jiwa dari UU Peradilan Anak ini adalah sedapat mungkin menghindari Anak yang berkonflik dengan hukum sampai dipenjara. Penjara hanya merupakan jalan terakhir yang ditempuh, yaitu jika semua cara lain yang diupayakan untuk menghukum si Anak tidak memenuhi  syarat untuk dilakukan.