Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pria Dewasa Penendang Bocah Laki-laki Itu Harus Diproses Hukum

28 April 2018   11:36 Diperbarui: 28 April 2018   11:44 2786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: www.viva.co.id

Video peristiwa seorang laki-laki menendang seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun, di suatu area permainan anak di sebuah mall di Jakarta, menjadi viral di media sosial, dan segera mengundang kecaman para warga net.

Terungkap kemudian, peristiwa itu terjadi pada Rabu, 25 April 2018, di arena permainan (play ground)  Mall Kelapa Gading, depan restoran Sushi Tei, Jakarta Utara.

Dari rekaman CCTV yang beredar terlihat, bocah laki-laki berkaos biru itu sedang bermain ayunan. Lalu, seorang anak batita perempuan berbaju pink berjalan sendiri memasuki area di mana ayunan itu berayun ke belakang. Otomatis saat ayunan itu berayun ke belakang, anak perempuan batita itu pun tersenggol ayunan itu, sehingga dia terjatuh. Bocah laki-laki itu pun pasti tidak sengaja, tidak melihat, bahkan mungkin tidak menyadarinya saat ayunannya itu menyenggol anak perempuan itu.

Selang beberapa saat kemudian (sekitar 5 detik), tampak seorang laki-laki datang, dan langsung menendang dari belakang bocah yang sedang bermain ayunan itu. 

Terjadilah bertengkaran seru antara Mama bocah laki-laki itu dengan laki-laki yang menendang putra kecilnya  itu.

Rekaman CCTV yang menunjukkan momen saat seorang laki-laki yang kemudian diketahui bernama Jonathan Dunan (36) menendang seorang bocah laki-laki 9 tahun, karena ayunan bocah itu terayun mengena batita perempuannya (You Tube)
Rekaman CCTV yang menunjukkan momen saat seorang laki-laki yang kemudian diketahui bernama Jonathan Dunan (36) menendang seorang bocah laki-laki 9 tahun, karena ayunan bocah itu terayun mengena batita perempuannya (You Tube)
Laki-laki itu yang kemudian diketahui bernama Jonathan Dunan (36), warga perumahan Siwalenkerto Permai, Surabaya, bersikeras dirinya tak bersalah, karena menurutnya bocah laki-laki itu bermain ayunan secara ngawur (dan tendangan itu patut diterimanya).

Padahal, jika anak perempuannya itu diawasi secara benar, dia seharusnya tidak dibiarkan berjalan ke area di mana ayunan tersebut berayun, apalagi dari belakang. Mana bisa bocah laki-laki itu mengetahui ada orang, apalagi anak sekecil anak perempuan itu, yang tiba-tiba berada di belakang ayunannya itu.

Pihak pengelola arena permainan itu juga kurang memperhatikan aspek keamanan arena permainannya itu, seharusnya area di belakang ayunan itu diberi batasan untuk mencegah anak kecil berada di sana.

Saat dikonfirmasi Kumparan.com, Jonathan menjelaskan kronologis kejadian itu, sebagai berikut:

"Saya sedang duduk jarak lima meter, lalu melihat anak saya yang sedang anteng main terpental kena ayunan bocah laki-laki itu. Anak saya umurnya masih kurang dari tiga tahun, kurus, kalau dia gegar otak bagaimana. Saya langsung refleks nendang bocah itulah. Kalau cuma jatuh lalu bangun sih tidak masalah."

Menurut Jonathan, bocah laki-laki tersebut bermain ayunan tidak beraturan dan terlalu tinggi hingga mengakibatkan putrinya terpental.

"Kejadian lusa kemarin sekitar pukul 18.00 WIB. Bocah yang main ayunan itu bongsor, gede, gemuk. Dia naik ayunan hampir 90 derajat, bisa dibayangkan gimana paniknya saya. Saya sudah minta cek CCTV  tapi sekuriti tidak merespons," ujarnya.

Dari penjelasannya itu tampaknya Jonathan tidak merasa bersalah sedikitpun telah main hakim sendiri dengan menendang seorang bocah berusia 9 tahun itu. Baginya bocah laki-laki itu patut diberi ganjaran tendangan darinya itu, dengan entengnya dia berkata, "Saya langsung refleks nendang bocah itulah!."

Dari reklaman CCTV kita juga bisa melihat permainan ayunan bocah berbaju biru itu wajar-wajar saja, tidak ngawur, tidak terlalu tinggi sampai 90 derajat, sebagaimana ditutur Jonathan.

Jonathan mengaku berada di jarak sekitar 5 meter saat anaknya tersenggol ayunan, lalu refleks menendang bocah itu (sebagai balasannya). Bagaimana bisa suatu refleks terjadi saat seseorang berada di jarak sekitar 5 meter itu? Dari rekaman CCTV pun terlihat ada jedah sekitar 5 detik antara anaknya tersenggol ayunan dengan saat ia menendang bocah laki-laki itu dari belakang. Suatu refleks tidak mungkin mempunyai jarak dan jedah seperti itu.

Jika benar itu refleks, orang yang melakukannya sejatinya lalu merasa menyesal. Sedangan Jonathan jelas tidak merasa menyesal, bahkan ngotot perbuatannya menendang bocah itu sudah semestinya.

Dari kejadian ini, kelihatannya Jonathan adalah tipe seorang yang temperamental,  yang sulit mengendalikan emosinya, pada seorang bocah berusia 9 tahun sekalipun. Apa yang dia lakukan itu jelas sudah termasuk pada kategori tindak pidana penganiayaan anak di bawah umur. Rasanya, hanya orang dewasa berjiwa pengecut saja yang bisa begitu tega dan enteng melakukan penganiayaan terhadap orang tak berdaya semacam seorang bocah berusia 9 tahun itu.

Tindak pidana penganiayaan, apalagi pada anak, bukan termasuk delik aduan, maka seharusnya pihak kepolisian dalam hal ini Polsek Kelapa Gading, Jakarta Utara proaktif memproses kasus tersebut.

Pihak Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) pun diharapkan untuk tidak mendiamkan kasus ini, agar kasus-kasus serupa jangan sampai terulang lagi tanpa ada ganjaran hukuman apapun dari pelakunya.

Penyelesaian kasus penganiayaan anak tidak cukup hanya dilakukan secara kekeluargaan, karena jika diselesaikan begitu saja di antara para pihak, pelakunya berpotensi untuk mengulanginya di lain waktu, apalagi tidak ada perasaan bersalah dan menyesal darinya.

Pembiaran kasus itu berlalu tanpa penyelesaian hukum merupakan ancaman bagi masyarakat, khususnya bagi anak-anak di bawah umur yang setiap saat dapat saja dianiaya orang dewasa tanpa khawatir dihukum pidana, karena ada preseden peristiwa serupa cukup diselesaikan secara kekeluargaan.  

Pasal 13 ayat (1) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 35 tahun 2014 (Undang Undang Perlindungan Anak), menegaskan: setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e. ketidakadilan; dan

f. perlakuan salah lainnya.

Menurut yurisprudensi, yang dimaksud dengan "penganiayaan" adalah perbuatan dengan sengaja menyebabkan orang lain merasakan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka.

Selanjutnya, Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menentukan:

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.

Jika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang Pasal 76C itu, maka Pasal 80 yang mengatur tentang sanksi hukum pidanya berlaku baginya, sebagai berikut:

(1)  Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

(2)  Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3)  Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(4)  Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.

Untuk kasus Jonathan yang menendang bocah laki-laki itu, patut diduga unsur  ketentuan Pasal 76C telah terpenuhi, sedangkan sanksi hukuman yang berhubungan dengan itu adalah ketentuan Pasal 80 ayat (1), dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72 juta.


******

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun