Suka tidak suka, karangan bunga untuk Ahok-Djarot telah menjadi sebuah fenomena tersendiri. Bukan hanya di DKI Jakarta, bukan hanya di Indonesia, tetapi, sampai mendunia!
Betapa tidak, inilah peristiwa langka yang baru pertama kali terjadi di dalam suatu pemilu (pilkada DKI), di Indonesia, bahkan di dunia, ketika bukan pemenang pemilu yang mendapat ucapan selamat ramai-ramai dari rakyat yang memilihnya, tetapi justru yang kalah di dalam pemilu yang mendapat ucapan simpatik, pemberi semangat, dan terima kasih yang diwujudkan dalam bentuk ribuan karangan bunga yang luar biasa banyaknya.
Kabar terkini, saat tulisan ini dibuat dikabarkan karangan bunga untuk Ahok-Djarot yang meluap di Balai Kota DKI sampai merambat ke lapangan Monas itu telah mencapai lebih dari 7.000 buah! (liputan6.com).
Beberapa media asing pun meliput fenomena langka, dan baru pertama kali terjadi di dunia itu, seperti yang dapat dilihat dari video di bawah ini:
Sebagaimana dilaporkan oleh Liputan6.com, ternyata awal dari datangnya ribuan karangan bunga membanjiri Balai Kota DKI itu berasal dari beberapa orang pendukung Ahok, yang berinisiatif secara secara sendiri-sendiri, maupun kolektif mengirim karangan bunga sebagai tanda simpatik dan dukungan moril kepada Ahok-Djarot yang dianggap telah berprestasi tinggi saat memimpin Jakarta, tetapi kalah di Pilgub DKI (karena pihak lawan yang menggunakan isu SARA, terutama agama, dan ancaman-ancaman kepada warga DKI untuk tidak memilih Ahok: masuk neraka, jazad tidak disholati, dan lain-lain), dan dengan sangat sportif dan rendah hati menerima kekalahan tersebut (meskipun sesungguhnya telah dizalimi).
Mereka mengirim beberapa karangan bunga pertama kali pada 26 April 2017, lalu memotretnya, dan berbagi lewat grup WhatsApp-nya. Tak terduga, foto-foto karangan-karangan bunga itu kemudian menjadi viral di media sosial, lalu menjadi berita di media berita daring, yang membuat foto karangan bunga untuk Ahok-Djarot itu menjadi semakin deras arus viral-nya.
Dari situlah kemudian mengundang spontanitas masyarakat pendukung Ahok-Djarot lainnya, terutama warga DKI Jakarta untuk ikut serta mengirim karangan bunga lagi buat Ahok-Djarot, yang dalam tempo hanya 4 hari sudah melampui jumlah 7.000 buah itu.
Dengan kondisi demikian adalah aneh jika MURI (Museum Rekor-Dunia Indonesia) milik Jaya Suprana tidak memberi penghargaan rekor MURI kepada Ahok-Djarot dan para pendukungnya atas terjadinya fenomena langka tersebut, meskipun tentu saja mereka semua tidak mengharapkannya.
Tidak ada alasan bagi Jaya Suprana/MURI untuk tidak memberi penghargaan MURI tersebut, sebab semua kriteria yang diperlukan telah dipenuhi fenomena tersebut, kecuali jika Jaya Suprana yang nota bene anti-Ahok, dan salah satu pendukung utama Anies-Sandi hendak mencampuaradukkan kepentingan politiknya dengan penghargaan rekor MURI.
Menurut situs Muri.org, kriteria suatu karya atau peristiwa dapat dimasukkan dalam rekor MURI (dengan sendirinya berhak mendapat penghargaan dari MURI) sebagai “Yang Paling”, atau “Yang Ter ...” adalah sebagai berikut:
1. Yang Paling Pertama: Segala sesuatu yang belum pernah dilakukan ataupun belum pernah ada di Indonesia. Bisa berupa kegiatan, bisa juga berupa penemuan atau alat;.