Amien Rais masih bermimpi, mengira sosoknya masih seperti dahulu di era reformasi, ketika massa rakyat dan mahasiswa berhasil menyingkirkan kekuasaan Orde Baru. Saat itu publik dan media secara keliru mengira dia adalah seorang pahlawan reformasi dan demokrasi di Indonesia.
Sekarang, publik dan media sudah terbuka matanya, tahu siapa sesungguhnya seorang Amien Rais itu, yang tidak lebih dari seorang tokoh provokator, oportunis dan hipokrit sejati, yang pernah terlalu percaya diri (over confidence) pasti dipilih rakyat untuk menjadi presiden berbekal pada julukan yang pernah disematnya: “Bapak Reformasi dan Demokrasi Indonesia.”
Namun ketika tidak terpilih lewat pemilihan langsung presiden, malah mengatai rakyat sebagai baru belajar demokrasi, yang masih ingusan dalam berdemokrasi (tabloid Detik,di tahun 1990-an).
Mengenai ultimatumnya kepada Presiden Jokowi tersebut di atas, kita anggap saja sebagai suatu lelucon dari seorang kakek yang masih mengira dia adalah seorang pemimpin berkharisma tinggi di mata rakyat.
Mengingatkan kita juga kepada nazarnya yang pernah diaucapkan di masa Pilpres 2014, bahwa jika ada yang bisa membuktikan, bisa memperlihatkan kepadanya berupa kliping koran, rekaman, atau apa saja, yang membuktikan dia pernah mengatakan Prabowo Subianto harus di-mahmil-kan, maka ia akan berjalan kaki dari Yogyakarta ke Jakarta pergi-pulang.
Ketika ada yang memperlihatkan kliping koran Republika tentang pernyataannya itu, Amien Rais pun pura-pura tidak tahu, dan sampai hari ini tidak pernah menjalankan nazarnya itu. *****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H