“Kami akan tegas memerangi narkoba hingga tuntas, tidak sedikitpun ada toleransi!” kata Anies saat debat cagub DKI di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat 13 Januari 2013 itu.
Pemerintah Daerah DKI Jakarta (Ahok-Djarot) hanya berani tegas menggusur pemukiman miskin, tetapi tidak berani tegas menutup Alexis yang merupakan pusat maksiat di Jakarta Utara. Kami (Anies-Sandiaga) akan tegas menutup Alexis, jika kami menang di Pilgub DKI Jakarta, demikian juga serangan Anies kepada Ahok-Djarot.
Berbicara mengenai sikap tegas terhadap narkoba itu, lagi-lagi terjadi: Anies hanya berteori, Ahok tanpa banyak bicara telah melaksanakannya.
Ahok telah menunjukkan bukti ketegasan dalam menghadapi masalah mafia narkoba di DKI Jakarta, ketika dengan beraninya ia menutup usaha dua diskotik besar yang selama ini dikesankan kebal hukum karena dibekingi orang-orang kuat Jakarta: Stadium dan Mille’s.
Sesudah menutup permanen dua diskotik besar itu, Ahok pun melanjutkan ketegasannya yang sangat berani dengan menggusur habis kawasan Kalijodo yang sejak lama dikenal sebagai kawasan mafia perdagangan narkoba dan prostitusi. Meskipun tergolong kelas bawah, tetapi kawasan ini juga sejak lama dikenal sebagai kawasan pusat perdagangan narkoba dan bisnis prostitusi yang seolah-olah tak tersentuh hukum.
Setelah puluhan tahun menikmati statusnya sebagai kawasan hitam yang “tak tersentuh hukum” itu, masa itu pun akhirnya berakhir di tangan ketegasan dan keberanian Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Kawasan ini, kini telah berubah total menjadi ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) Kalijodo dengan beragam fasilitas. Selain arena skate parkdan BMX, juga terdapat fasilitas publik yang berfungsi mendukung kegiatan warga di area tersebut.
Dilengkapi dengan berbagai fasilitas lainnya, mulai dari mushala, warung kecil hingga toilet ber-AC.
Di kawasan Kalijodo itu dibangun dua mushala. Pertama ada di RPTRA Kalijodo dengan kapasitas sekitar lima orang. Mushala lainnya berada di RTH Kalijodo dengan ukuran cukup besar dan desain unik.
RTH dan RPTRA Kalijodo itu adalah bangunan fisik, dibangun demi dapat membangun karakter manusia dari warga DKI jakarta, yang tentu merasa nyaman dan terhibur, bisa relaks, santai bersama keluarga. Dan berintertaksi dengan sesama warga di sana.
**
Serangan Anies kepada Ahok dengan menyatakan Ahok tidak berani tegas menutup Alexis, sesungguhnya justru menunjukkan Anies itu hanya pintar di bicara, tetapi tanda tanya besar di prakteknya.
Belum apa-apa dia berani menyatakan pasti akan menutup Alexis, jika menjadi gubernur DKI Jakarta. Sebagai seorang dosen seharusnya Anies mengerti bahwa menutup Alexis itu tidak semudah diaberbicara. Jika tidak ada bukti Alexis melanggar hukum, seperti mengadakan kegiatan prostitusi, di sana, tidak bisa ditutup begitu saja. Jika Anies menjadi gubernur, dan berani melakukan tindakan super konyol itu, maka pasti Alexis menggugat Pemprov DKI di pengadilan, dan Pemprov DKI pasti kalah, karena tidak punya dasar dan alasan hukum untuk melakukan penutupan itu.
Pemerintah tidak bisa melakukan suatu tindakan hukum kepada warganya hanya berdasarkan rasa curiga, menduga-duga, dan hanya berdasarkan kata orang. Entah dari mana Anies tahu bahwa Alexis merupakan pusat prostitusi kelas atas.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN TV Indonesia, yang diunggah di You Tube pada 15 Maret 2016, Ahok mengatakan, ia sebelumnya bahkan tidak pernah tahu tentang Alexis sebagai salah satu “sorga dunia” lelaki hidung belang di Jakarta, ia justru baru tahu dari gunjingan para anggota DPR.
Jadi, patut diduga, banyak anggota DPR yang menjadi pelanggan di sana. Masih ingat dengan penemuan banyak sekali kondom bekas di kompleks Gedung Parlemen?
Dalam wawancara tersebut, Ahok menantang keberanian para anggota DPR untuk memerintahkan pemasangan CCTV di Alexis, dan di semua hotel dan tempat hiburan seperti Alexis, serta di apartemen-apartemen mewah di Jakarta, lalu diunggah di You Tube, agar siapa saja yang ke sana bisa diketahui publik (lihat videonya di akhir artikel in).
Anies mempertanyakan keberanian Ahok menindak Alexis, kenapa ia juga tidak mempertanyakan keberanian FPI melakukan razia di Alexis, dan juga di Kalijodo. Yang di Kalijodo Ahok sudah membuktikan keberaniannya, karena bukti pelanggaran hukumnya sudah terang-benderang, yang bahkan puluhan tahun dibiarkan oleh gubernur-gubernur sebelumnya.
Sedangkan di Alexis tidak bisa dilakukan, karena belum ditemukan pelanggaran hukum di sana. Kalau hanya ada kehadiran perempuan-perempuan seksi berpakaian minim, hal itu belum cukup bukti adanya pelanggaran hukum (prostitusi) di sana. Pemerintah, polisi tidak mugnkin hadir di sana setiap saat, atau setiap saat memeriksa kamar hotel satu per satu hanya untuk bisa menemukan bukti prostitusi.
Sebelum menggugat Ahok tentang Alexis, apakah Anies juga sudah mengkonfirmasi kepada Sandiaga Uno mengenai dugaan kasus pelecehan seksual yang pernah dilakukan terhadap Dewi Persik?
Beberapa tahun lalu, di salah satu acaratalk show di sebuah stasiun televisi, Dewi Persik pernah bersaksi bahwa pada 2008, saat hadir sebagai penari di suatu acara yang diadakan oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Bali, ia disuruh bugil oleh Sandiaga. Dewi sampai menangis karena merasa harga diri dilecehkan sedemikian rendahnya.
Ketika hal itu dikonfirmasi kepada Sandiaga, ia tidak menyangkalnya. Katanya, suatu saat ia akan menjelaskan semuanya. Tetapi, kemudian di lain kesempatan, dia bilang, sebaiknya kita berdamai dengan masa lalu saja, menatap ke masa depan.
Kita juga masih menunggu janji Sandiaga Uno yang pernah mengatakan, setelah diadipastikan menjadi calon gubernur atau calon wakil gubernur, dia akan menjelaskan semuanya tentang keberadaan sejumlah rekening di Panama Papers.
**
Anies mengatakan pernyataan Ahok tentang dosen yang biasanya hanya bisa berteori, tetapi tak bisa praktek telah membuat sakit hati banyak guru dan dosen. Kata dia, banyak guru dan dosen protes atas pernyatan Ahok tersebut, tetapi sampai hari ini, dia tidak bisa menjelaskan siapa saja banyak guru dan dosen itu.
Faktanya, seperti yang saya sudah singgung di artikel saya sebelumnya (Anies yang Sensi, Antara Teori dan Praktek) mantan Ketua MK Mahfud MD, yang telah menjadi dosen selama 32 tahun, justru menyatakan sama sekali tidak merasa tidak tersinggung dengan pernyataan Ahok itu, bahkan mengakui ada kebenaran di dalam pernyataan Ahok tersebut: Banyak dosen yang cara berpikirnya terlalu text book..
Hal itu diungkapkan Mahfud di akun Twitter-nya untuk menjawab pertanyan netizen.
Mahfud menulis cuitannya tentang pernyataan Ahok yang menurut Anies telah menyinggung perasaan banyak guru dan dosen itu:
“Sy dosen sdh 32 thn tp tak merasa ternista dgn pernyataan Ahok itu. Meski tak smua tp ada benarnya, dosen itu bnyk yg texbook thinking”
Selain Mahfud MD, ada pula dosen lain yang justru berkomentar sinis terhadap sikap Anies Baswedan yang dinilainya terlalu sok moralis dalam acara debat antara paslon gubernur DKI itu, yang ironisnya justru terlihat konyol bukan main.
Lagi-lagi terbukti, antara bicara (teori) Anies Baswedan berbeda dengan faktanya (prakteknya).
Dosen itu adalah kolega Anies sendiri di Universitas Indonesia, yaitu Ade Armando, yang juga dulu pernah mengecam sikap Anies Baswenan yang hipokrit, kemaruk kekuasaan.
Suatu hal yang saya pernah tulis juga di Kompasiana dengan judul artikel: Demi Jabatan Gubernur, Anies Badwedan Berubah?
Ketika berada di kubu Jokowi, menjadi salah satu anggota tim sukses Jokowi-JK di Pilpres 2014, Anies pernah membuat beberapa pernyataan yang mengdiskreditkan capres pesaing Jokowi, Prabowo Subianto.
Setelah dipecat Presiden Jokowi dari jabatannya sebagai Mendikbud, lalu dibuka kesempatannya untuk menjadi calon gubernur DKI Jakarta dari kubu Prabowo (Partai Gerindra) dan Sohibul Iman (PKS), Anies langsung berubah 180 derajat.
Ia meminta maaf kepada Prabowo atas pernyataan-pernyataanya yang pernah mendiskreditkan Prabowo, dan berbalik memuja-muji Prabowo, yang dikatakan sebagai negarawan besar, yang dia setiap saat siap menerima wejangan-wejangannya.
“Prabowo tidak punya pengalaman. Gaya kampanye Prabowo bukan politik sehat. Saya tidak ingin menjadi bagian dari kelompok orang yang bermasalah,” demikian salah satu pernyataan negatif Anies yang pernah diucapkan tentang Prabowo.
Setelah dijadikan calon gubernur dari Gerindra dan PKS oleh Prabowo, Anies memuji Prabowo dengan menyatakan: “Prabowo hadir sebagai negarawan yang memberi contoh bagi semua.”
Tentang blusukan, Anies pernah menyindir blusukan yang biasa dilakukan Jokowi, kata dia blusukanitu tak ada manfaatnya: “Blusukanitu hanya nonton masyarakat. Hanya hadir, lalu kesannya sudah melakukan.”
Setelah dipastikan sebagai calon gubernur DKI Jakarta, yang mau tak mau harus melakukan blusukan ke kampung-kampung di Jakarta, Anies menyatakan blusukan itu besar manfaatnya: “Blusukan itu bisa merasakan apa yang ada di hati warga. Pengalaman tak terlupakan, kehadirannya yang ditunggu-tunggu warga. Blusukan itu perjalanan spiritual.”
Kembali ke dosen UI, Ade Armando, yang bukannya merasa tersinggung atas pernyataan Ahok tentang dosen itu, tetapi malah mengkritik keras Anies Baswedan atas pernyataannya yang mengkritik ahok sebagai gubernur yang hanya berani menggusur rumah warga biasa namun tidak berani menutup Alexis yang selama ini ditengarai sebagai tempat maksiat.
Di akun Face Book-nya yang dikutip patriotnkri.com, Ade Armando menulis sebagai berikut:
Sebetulnya tidak menyenangkan bicara soal pribadi. Tapi kalau dibiarkan, kebodohan ternyata menular.
Kubu Anies Baswedan - Sandiaga Uno kini menyebarkan kampanye bahwa mereka berani menutup Alexis. Mereka seperti berusaha menampilkan diri sebagai pasangan penjaga moral.
Untuk itu mereka tampilkan gambar-gambar wanita seksi plus foto pemilik Alexis, Alex Tirta, bersama Ahok.
Sebelum bertanya tentang keberanian Ahok, pernahkah Anies bertanya minta konfirmasi kepada Sandiaga tentang kasus Dewi Persik? Sandi pernah berjanji akan mengungkapkan kisah versi dia mengenai kasus Dewi Persik, beranikah dia membuka koinfeensi pers untuk itu. Saya yakin tidak berani, karena begitu dia mulai, Dewi Persik akan membuka kasus itu, dan jangan2 bukan hanya Dewi Persik yang pernah jadi korban pelecehan seksual Sandiaga.
Di kampanye itu, kubu Anies-Sandi seolah berteriak lantang: 'Lawan Prostitusi! Tutup Alexis! #AniesSandi Berani'.
Ini dungu keterlaluan, karena sejumlah hal:
1. Kalau soal berani, ya Ahok sudah berani menutup dua tempat hiburan malam terbesar, Stadium dan Miles. Ahok juga berani membongkar pusat prostitusi Kalijodo. Jadi, ini mah bukan soal berani.
2. Soalnya ada tidak alasan untuk menutup Alexis? Kalau cuma karena di sana ada para wanita seksi bergoyang, itu tidak melanggar hukum. Kalau soal prostitusi, ya harus ada bukti bahwa itu menjadi pusat prostitusi. Kalau cuma 'katanya' atau 'kayaknya', ya tidak bisa dijadikan landasan hukum. Pemerintah Daerah itu tidak bisa menutup sebuah tempat hiburan sembarangan. Menutup Alexis sama susahnya dengan menutup FPI.
3. Stadium dan Miles ditutup karena memang TERBUKTI MENJADI TEMPAT TRANSAKSI NARKOBA. Mengapa ini tidak dianggap penting oleh kubu Anies-Sandi?
Kalau mau tolol2an pertanyaannya: apakah karena Anies dan Sandi didukung bandar narkoba? (. . . Sekali lagi, ini pertanyaan tolol ya).
4. Kalau soal gadis seksi di panggung, saya harus ingatkan bahwa Sandiaga Uno pernah diberitakan berteriak meminta Dewi Persik buka baju saat show di Bali.
Urusan pribadi begini memang tidak menyenangkan untukdibicarakan.
Tapi kalau kubu Anies-Sandi mau menampilkan diri sebagai kubu penjaga moral, marilah kita jujur soal moralitas masing-masing.*****
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI