Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dasar Hukum Status Kewarganegaraan Arcandra Sangat Lemah

10 September 2016   14:44 Diperbarui: 4 April 2017   16:18 3620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan bahwa status WNI mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar telah dikembalikan olehnya melalui surat pengukuhan yang telah dia terbitkan pada 1 September 2016.

Pada 3 September 2016, di Komisi III DPR, Yasonna menjelaskan alasan dia mengukuhkan kembalinya status WNI Arcandra tersebut. Di dalam surat pengukuhannya tersebut, Yasonna bahkan menggunakan kalimat: Arcandra tetap bertatus WNI.

Selengkapnya pada surat pengukuhan itu huruf B mengenai “Status Kewarganegaraan Sdr. Archandra Tahar”, angka 3) ditulis sebagai berikut:

3) Setelah dilakukan pemeriksaan dan klarifikasi Saudara Archandra Tahar tetap menjadi WNI sesuai dengan prinsip perlindungan maksimum dan non apratide stateless.

Penggunaan kalimat “Archandra Tahar tetap menjadi WNI mempunyai makna bahwa Arcandra tidak pernah kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya!

Fakta hukumnya adalah dengan jelas Pasal 23 menentukan bahwa seorang WNI otomatis kehilangan status WNI antara lain ketika ia atas kemauannya sendiri menjadi warga negara asing, mengambil sumpah setia kepada negara asing, dan memiliki paspor negara asing.

Arcandra Tahar memenuhi semua unsur tersebut pada maret 2012 saat dengan kemauannya sendiri menjadi Warga Negara Amerika Serikat.

(sumber: detik.com)
(sumber: detik.com)
Arcandra Bukan Alien

Menurut Yasonna, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, sebagai Menteri Hukum dan HAM ia tidak boleh membiarkan Arcandra berstatus tanpa kewarganegaraan (stateless), jika itu sampai terjadi, maka ia bisa dipenjara.

Sedangkan proses naturalisasi biasa dan cara pemberian WNI oleh Presiden dengan persetujuan DPR,  tidak bisa diterapkan kepada Arcandra, karena dia bukan  orang asing lagi, melainkan tanpa kewarganegaraan (sedangkan naturalisasi dan pemberian WNI oleh presiden yang harus melalui prosedur tertentu diperuntukkan bagi warga negara asing), begitu menurut Yasonna.

"Dia sudah melepaskan kewarganegaraan Amerika gimana kami mau proses bukan orang asing lagi, sudah alien," kata Yasonna.

Oleh karena itulah Yasonna memilih cara menerbitkan surat pengukuhan untuk Arcandra Tahar yang menetapkan bahwa ia tetap adalah Warga Negara Indonesia.

Rupanya Presiden Jokowi benar-benar jatuh hati kepada Arcandra sehingga ia diperlakukan sedemikian istimewanya, sehingga "membiarkan" prosedur pengembalian kewarganegaraan Indonesia-nya ditempuh dengan cara “potong kompas”, termasuk “potong Undang-Undang”.

Cara naturalisasi tentu tidak mau digunakan karena harus melalui prosedur yang cukup lama, yaitu lebih dulu Arcandra harus tinggal di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut, atau 10 tahun tidak berturut-turut (Pasal 9-18 Undang-Undang Kewarganegaraan). Jika Presiden Jokowi benar-benar berniat mengangkat kembali Arcandra sebagai Menteri ESDM, maka prosedur naturalisasi biasa ini tak mungkin digunakan.

Sedangkan mendapat status WNI dengan cara pemberian dari Presiden karena yang bersangkutan dianggap telah berjasa kepada negara atau demi kepentingan negara juga tidak ditempuh, karena rupanya pemerintah khawatir cara tersebut akan menemui kendala di DPR, mengingat untuk menempuh cara tersebut Presiden terlebih dahulu harus mendapat pertimbangan dari DPR (Pasal 20 Undang-Undang Kewarganegaraan), sedangkan alasan telah berjasa kepada negara dan demi kepentingan negara rawan untuk diperdebatkan, dan ditolak.

Maka dengan beraninya, demi memberi kembali status WNI kepada Arcandra, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menempuh cara yang sesungguhnya melanggar Undang-Undang.

Pemerintahan Jokowi Bisa Kehilangan Legitimasi

Dasar hukum yang digunakan oleh Yasonna untuk mengembalikan status WNI Arcandra tersebut sangat lemah, rawan digugat di kemudian hari, dan akan menimbulkan masalah lebih besar lagi, jika ternyata benar bahwa kengototan pemerintah mengembalikan status WNI Arcandra itu demi agar Presiden Jokowi bisa mengangkatnya kembali menjadi Menteri ESDM.

Bayangkan saja, jika Arcandra jadi Menteri ESDM lagi, kemudian setelah itu, ada gugatan agar pengadilan membatalkan status kewarganegaraan Arcandra, lalu pengadilan mengabulkan gugatan tersebut, maka Arcandra kembali berstatus tanpa kewarganegaraan, dengan sendirinya maka pelantikannya sebagai Menteri ESDM pun menjadi tidak sah. 

Presiden harus mencopotnya kembali sebagai Menteri ESDM. Status kewarganegaraan Indonesia pun seolah-olah seperti barang mainan saja, dari WNI menjadi Warga Negara Anmerika, lalu kehilangan status WNI, lalu kehilangan status Warga Negara Amerika, menjadi stateless, terus kembali lagi menjadi WNI, kemudian berpotensi kehilangan lagi status WNI itu.  

Dampaknya pun sangat serius, karena menyangkut putusan-putusan strategis yang telah dikeluarkan oleh Menteri ESDM yang cacat hukum.

Legitimasi pemerintahan Presiden Jokowi pun dipertanyakan. Hanya gara-gara seorang Arcandra Tahar.

Hikmahanto Juwana, Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia pun mengingatkan kepada Presiden Jokowi: “Presiden harus hati-hati. Legitimasi Presiden di depan publik, masyarakat, dan kekuatan politik lainnya di negara ini dipertaruhkan!”

Beberapa pakar hukum tata negara, dan politikus di DPR pun mendesak Presiden Jokowi jangan main-main dengan perkara yang sangat serius ini.

Jika Arcandra tetap saja dipaksa untuk kembali menjadi Menteri ESDM, maka sepanjang dia menjalankan jabatannya itu akan selalu diganggu dengan berbagai gugatan mengenai keabsahan jabatannya itu, terutama sekali mengenai keputusan-keputusan strategisnya menyangkut kepentingan Amerika Serikat.

Bukankah dia pernah mengucapkan sumpah setia kepada negara tersebut, dan saat diangkat sebagai Menteri ESDM-pun dia “menyembunyikan” statusnya tersebut?

Alasan Yasonna bahwa Arcandra tidak bisa diberi kewarganegaraan Indonesia melalui prosedur normal, yaitu prosedur naturalisasi dan pemberian status WNI oleh presiden karena yang bersangkutan bukan orang asing, “seperti alien saja”, sama sekali tidak berdasar.

Pasal 7 Undang-Undang Kewarganegaraan dengan jelas menyebutkan siapa saja yang dimaksud orang asing (yang dengan sendirinya bisa diberikan status WNI-nya melalui kedua cara tersebut), yaitu:

Setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai orang asing.

Jadi “orang asing” adalah mereka yang bukan WNI, maka yang berstatus tanpa kewarganegaraan (stateless) pun termasuk di dalamnya.

Buktinya, misalnya, anak yang lahir di Indonesia tanpa diketahui keberadaan dan status kewarganegaraan kedua orangtuanya, maka sesunggunya anak tersebut adalah stateless

Demikan juga dengan istri/suami yang karena perkawinanannya dengan warga negara asing, kehilangan status WNI-nya, maka ia akan menjadi stateless juga ketika perkawinan itu berakhir dengan perceraian. Namun Undang-Undang Kewarganegaraan memungkinkan mereka memperoleh kembali status WNI-nya.

Jadi, Arcandra bukan sudah menjadi "Alien", tetapi benar-benar hanya seorang yang tanpa kewarganegraannya, dan ia bisa kembali menjadi WNI, tanpa melalui cara-cara yang ditempuh Yasonna yang sangat lemah dasar hukumnya itu.

Ancaman Pidana bagi Pejabat Negara Bukan dalam Kasus Arcandra

Selain itu, pemberian kembali status WNI Arcandra dengan cara menerbitkan surat pengukuhan kewarganegaraan Indonesia oleh Menteri Hukum dan HAM sama sekali tidak dikenal di dalam Undang-Undang Kewarganegaraan.

Alasan Yasonna, yang mengatakan sebagai Menteri Hukum dan HAM, dia dilarang membiarkan seseorang berstatus tanpa kewarganegaraan, karena bisa dipenjara, juga tidak berdasar.

Memang ada Pasal 36 Undang-Undang Kewarganegaraan yang mengatur pejabat negara yang berwenang karena kelalaiannya atau karena kesengajaannya mengakibatkan seseorang kehilangan hak untuk memperoleh kembali kewarganegaraan Indonesia-nya dapat dipidana, tetapi hal tersebut bukan untuk orang yang kehilangan kewarganegaraan Indonesia dikarenakan kejadian sebagaimana dialami oleh Arcandra.

Pasal 36 Ayat (1): Pejabat yang karena kelalaiannya melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini sehingga mengakibatkan seseorang kehilangan hak untuk memperoleh atau memperoleh kembali dan/atau kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

Ketentuan tersebut khusus berlaku untuk mereka yang tidak mendapatkan atau kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya dikarenakan bukan atas kehendaknya sendiri sendiri, misalnya: anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI; anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya; anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya (Pasal 4 huruf  g, i, j, dan k).

Selain Pasal 23 huruf i tersebut di atas, ketentuan Pasal 36 tersebut juga berkaitan dengan kepentingan istri atau suami yang dikarenakan suatu perceraian kehilangan status WNI-nya, sebagaimana ditentukan Pasal 26juncto Pasal 32 Undang-Undang Kewarganegaraan.

Selengkapnya Pasal 26 dan 32  itu berbunyi sebagai berikut:

Pasal 26 (1):Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.

(2) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.

(3) Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.

(4) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung.

Pasal 32 (1):Warga Negara Indonesia yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf i, dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) dapat memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17 (3) Permohonan untuk memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat diajukan oleh perempuan atau laki-laki yang kehilangan kewarganegaraannya akibat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) sejak putusnya perkawinan.

Pasal 33: Persetujuan atau penolakan permohonan memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia diberikan paling lambat 3 (tiga) bulan oleh Menteri atau Pejabat terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.

Ketentuan-ketentuan yang saya sebutkan pasal-pasal tersebut di atas itulah yang dimaksud oleh Pasal 36, yang mengancam pejabat yang berwenang (dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM) dengan hukuman pidana penjara jika karena kelalaian atau karena kesengajaannya menyebabkan orang-orang tersebut di atas yang nota bene di luar kemauannya sendiri menjadi tanpa kewarganegaraan, tidak memperoleh atau kehilangan status WNI-nya, bukan atas tindakan dan kemauannya sendiri menyebabkan ia kehilangan status WNI-nya, kemudian menjadi stateless, sebagaimana terjadi pada Arcandra tahar.

Arcandra Menjadi Stateless Akibat dari Perbuatannya Sendiri

Arcandra Tahar kehilangan status WNI-nya dan kemudian menjadi stateless juga bukan karena kelalaian, maupun kesengajaan dari Menteri Hukum dan HAM, juga sama sekali di luar tanggung jawab Menteri Hukum dan HAM, itu semua terjadi semata-mata atas perbuatan,  “ulahnya” dan tanggung jawabnya sendiri.

Jika ia ingin menjadi WNI lagi, maka ia harus mengikuti prosedur naturalisasi, atau mendapat status WNI dari Presiden berdasarkan Pasal 9-18 atau Pasal 20 Undang-Undang Kewarganegaran.

Arcandra menjadi stateless karena tindakannya sendiri, yaitu bermula dari pada Maret 2012  dia menyatakan sumpah setianya kepada negara Amerika Serikat untuk menjadi warga negara tersebut, pada saat itu juga dia secara otomatis ia kehilangan status WNI-nya.

Dalam konteks kasus Arcandra, Pasal 23 Undang-Undang Kewarganegaraan dengan tegas menentukan:

Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:

a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;

f. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;

h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya.

Kemudian, pada 27 Juli 2016 oleh Presiden Jokowi, Arcandra Tahar dilantik, diangkat sumpahnya untuk menjadi Menteri ESDM, tanpa seorang pun pejabat yang berkompeten, termasuk Presiden yang tahu bahwa sesungguhnya pada saat itu juga Arcandra adalah Warga Negara Amerika Serikat. Sedangkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara mewajibkan hanya WNI yang boleh diangkat menjadi Menteri.

Beberapa hari kemudian barulah “rahasia” kewarganegaraan Amerika Serikat Arcandra itu terbongkar di media sosial, akibatnya, Presiden Jokowi pun terpaksa memberhentikannya sebagai Menteri ESDM dengan embel-embel “dengan hormat”.

Saat Arcandra mengambil sumpah jabatannya sebagai Menteri ESDM, maka menurut hukum kewarganegaraan Amerika Serikat, ia juga kehilangan kewarganegaraan Amerika Serikat-nya itu. Karena hukum kewarganegaraan Amerika Serikat melarang warga negaranya untuk menjadi pejabat di negara asing dengan mengambil sumpah, jika dilanggar kewarganegaraan Amerika-nya pun dinyatakan hilang.

Kehilangan kewarganegaraan Amerika Serikat-nya itu dipertegas dengan tindakan aktif Arcandra yang pada 12 Agustus 2016 melalui Kedutabesar AS menyatakan pelepasan kewarganegaraaan AS-nya (renounced), dan tiga hari kemudian, 15 Agustus 2016, Department of State United Stae of America  menerbitkan Certificate of Loss of United State untuk Arcandra.

Penerbitkan sertifikat kehilangan kewarganegaraan Amerika Serikat Arcandra itu bukan karena pernyataannya itu, karena tanpa pernyataan itu pun sesungguhnya ia sudah dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraan negara tersebut. Cerificate of Loss Nationality bagi Arcandra itu merupakan suatu dokumen hukum sebagai bukti tertulisnya.

Kejujuran dan Integritas Arcandra yang Meragukan

Selain faktor-faktor hukum dan politik tersebut di atas, kita juga patut mempertanyakan integritas dan kejujuran Arcandra Tahar dalam kaitannya dengan kasus ini.

Kenapa Arcandra Tahar tidak memberitahu status dia sebagai Warga Negara Amerika Serikat ketika ditawarkan sampai dilantik menjadi Menteri ESDM?

Saya tidak yakin dengan pengakuan Arcandra bahwa dia sama sekali tidak mengetahui tentang masalah kewarganegaraan tersebut dikaitkan pengangkatannya sebagai menteri itu, setidak-tidaknya pasti hal ini menimbulkan tanya bagi dirinya, yang seharusnya disampaikan kepada Presiden Jokowi, atau kepada kepada siapa yang paham tentang masalah tersebut.

Yang terjadi, kok kesannya malah Arcandra ingin menyembunyikan status Warga Negara Amerika-nya itu karena masih ingin memilikinya, dan sementara itu dia juga kepingin menjadi Menteri.

Rasanya terlalu naif, ya, kalau kita begitu saja percaya dengan pengakuan Arcandra bahwa ia sama sekali tidak tahu, bahwa ia tidak kepikir kalau status Warga Negara Amerika-nya itu bisa menimbulkan masalah dengan pengangkatannya sebagai Menteri di Indonesia itu.

Ketidakyakinan tersebut menguat jika kita mendapat fakta lain bahwa ternyata Arcandra juga telah berbohong mengenai alasan dia yang sudah tinggal 20 tahun di Amerika itu mengajukan permohonan untuk menjadi Warga Negara Amerika Serikat.

Kepada Majalah Tempo yang mewawancarainya minggu lalu, Arcandra menjelaskan bahwa dia mengajukan permohonan untuk menjadi Warga Negara Amerika Serikat itu dikarenakan untuk mematenkan penemuannya tentang teknologi  baru melakukan pengeboran di laut dalam itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang berkewarganegaraan Amerika Serikat.

"Karena ini berkaitan dengan proyek strategis dan berkaitan dengan national security, perlu syarat administrasi bahwa saya harus menjadi warga negara Amerika untuk mematenkan temuan saya," ucap Arcandra menjelaskan.

Namun, ketika Tempo mencari tahu sendiri tentang syarat memperoleh paten seperti itu di Amerika Serikat, yakni melalui laman resmi Kantor Merek Dagang dan Paten Amerika Serikat (USPTO) di https://uspto.gov dijelaskan bahwa siapa saja dapat mengajukan permohonan hak paten di Amerika tanpa memandang asal kewarganegaraannya. Seorang penemu cukup menandatangani surat pernyataan dan sumpah bahwa ia adalah penemu asli sebagai syarat mengajukan paten tersebut.

Seorang pengacara dan pendiri Law Trades, Raad Ahmed, juga menjelaskan bahwa inventor atau penemu yang ingin mengajukan paten tidak perlu menjadi warga Amerika. "Bahkan, antara 1975 dan 2014, 28 persen dari semua paten yang dikabulkan berasal dari negara-negara asing," ucap Ahmed, sebagaimana dikutip dari Quora.com, Rabu, 24 Agustus 2016 (sumber).

Dari Tempo

Orang pintar itu lebih gampang dicari daripada orang jujur, masa iya, tidak ada lagi orang Indonesia yang mempunyai kemampuan seperti Arcandra, tetapi lebih kredibel? *****

Artikel terkait:

Arcandra Tahar, Dari Dwi Kewarganegaraan Menjadi Tanpa Kewarganegaraan

Benar,  Status Arcandra Tahar adalahStateless

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun