Kenapa saat melakukan penggeledahan di Gedung DPR, pada Jumat kemarin (15/1) itu, penyidik KPK membawa empat polisi brimob bersenjata untuk mengawal mereka? Hal yang memicu perdebatan sengit bernada tinggi antara Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS Fahri Hamzah dengan penyidik KPK bernama Christian itu (baca: Kompas.com).
Penggeladahan itu dilakukan KPK terkait dengan kasus anggota DPR dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putraanti yang ditangkap KPK beberapa hari sebelumnya, karena kasus suap. Ada tiga ruang kerja anggota DPR yang digeladah KPK, yakni ruang kerja Damayanti, Â ruang kerja anggota DPR dari Fraksi Golkar Budi Supriyanto, dan ruang kerja anggota DPR dari Fraksi PKS Yudi Widiana.
Nah, saat KPK hendak menggeledah ruang kerja Yudi Widiana itulah, datanglah Fahri Hamzah menghadang, lalu terjadilah perdebatan sengit dengan nada tinggi dari kedua belah pihak. Fahri melarang penyidik KPK melanjutkan penggeledahannya itu jika masih membawa pengawalan polisi bersenjata, bahkan sempat mengusir para penyidik KPK itu keluar dari Gedung DPR, sedangkan peyidik KPK yang meladeni Fahri Hamzah itu, Christian, bersikukuh tetap melanjutkan tugas penggeledahannya itu dengan pengawalan polisi bersenjata (baca: Ketika Fahri Hamzah Adu Mulut dengan Penyidik KPK).
Karena, KPK belajar dari pengalaman mereka ketika berhadapan dengan PKS saat KPK menjalankan tugas penyidikannya dalam kasus korupsi impor daging sapi, yang melibatkan Presiden KPK ketika itu, Luthfi Hasan Isaaq, tiga tahun yang lalu, Mei 2013.
Sebagai kelanjutan proses penyidikan kasus itu, pada 7 Mei 2013, KPK hendak menyita lima unit mobil mewah yang disimpan di halaman parkir kantor DPP PKS, di Jalan TB Simatupang (Pasar Minggu), Jakarta Selatan. Tetapi, delapan orang penyidik KPK yang datang hendak menyita mobil-mobil itu gagal melaksanakan tugasnya karena dihadang petugas keamanan dan puluhan kader PKS, meskipun mereka sudah memperlihatkan surat perintah penyitaan dan identitas diri yang sah.
Keesokan harinya, penyidik-penyidik KPK itu datang lagi ke sana dengan maksud yang sama, tetapi gagal lagi, karena dihadang lagi oleh lebih banyak lagi kader PKS, yang melarang para penyidik KPk itu masuk ke areal parkir untuk melakukan penyitaan itu.
Para wartawan yang hendak meliput peristiwa itu juga dilarang para kader PKS itu, bahkan salah satu dari puluhan orang itu sempat memukul kamera seorang wartawan.
Fahri Hamzah yang muncul keesokan harinya, di Metro TV, pun menggunakan kesempatan itu untuk menyerang KPK, ia juga sempat terlibat perdebatan sengit dengan Juru Bicara KPK Johan Budi. Fahri menuduh KPK hendak melakukan penyitaan dengan cara-cara yang melanggar hukum, yaitu tanpa surat perintah penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri, sebagaimana diatur di KUHAP. Padahal, khusus untuk KPK, yang berlaku adalah ketentuan di UU KPK yang menentukan penyitaan yang dilakukan dilakukan penyidik KPK tidak memerlukan surat dari Ketua Pengadilan Negeri.
Fahri Hamzah juga menuding para penyidik KPK yang hendak melakukan penyitaan mobil-mobil itu berperilaku seperti preman, padahal dari tayangan televisi, kita sendiri bisa melihat bahwa para penyidik KPK itu tidak berperilaku sebagaimana dituduh Fahri Hamzah itu.
Mereka sudah menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya, memperlihat surat perintah penyitaan dari Ketua KPK, dan kartu tanda pengenal dirinya, tetapi tetap saja tidak diizin masuk. Beberapa kader PKS meneriaki para penyidik KPK itu.
Sebaliknya, justru Fahri Hamzah-lah yang dalam serangan-serangannya kepada KPK itu berperilaku seperti preman. Dalam salah satu pernyataannya yang disiarkan langsung Metro TV, dia bilang, seandainya ketika para penyidik KPK itu datang di kantor DPP PKS itu, dan dia ada di situ, dia sudah meninju mereka.
“Kemarin gak bawa surat, jadi kayak preman. Kalau ada saya, saya tinju (penyidik KPK itu)!“
Jadi, wajarlah, belajar dari pengalaman 3 tahun lalu itu, KPK saat hendak melakukan penggeladahan terhadap ruang kerja anggota DPR dari Fraksi PKS Yudi Widiana itu, apalagi dengan memperhitungkan pasti ada Fahri Hamzah di situ, KPK pun memutuskan mereka perlu dikawal brimob bersenjata.
Tentu saja, KPK tak mau peristiwa 3 tahun lalu itu terulang, apalagi sampai ditinju Fahri Hamzah.
Kekhawatiran itu terbukti, dengan terjadinya peristiwa penghadangan dan adu mulut sengit antara Fahri Hamzah dengan Christian, salah seorang penyidik KPK itu.
Mengenai penyidik KPK dikawal brimob (polisi) bersenjata saat menjalankan tugasnya ada diatur di Pasal 12 huruf i UU KPK, yang berbunyi:
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
Meskipun pasal itu tidak secara eksplisif menyebutkan polisi boleh membawa senjata, secara tafsir logika, tentu saja polisi yang mengawal tugas penyidik KPK itu wajar dilengkapi dengan senjata, karena itu merupakan bagian dari tugas polisi yang melakukan pengawalan.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti juga sudah mengonfirmasikan bahwa apa yang dilakukan anggota brimob membawa senjata saat penggeledahan KPK tidak salah. Anggota Brimob tentu membawa senjata api sesuai SOP di KPK.
"Tidak kesalahan penggunaan senjata, kalau ditanya atau protes harus pada SOP kpk bagaimana. Bukan pada Brimob. Brimob kan mengikuti perintah KPK karena sudah diperbantukan," jelas Badrodin di Mapolda Metro Jaya, Jl Sudirman, Jakarta, Sabtu (16/1/2016) (detik.com). *****
Â
Artikel terkait:
Fahri Hamzah, Kalau Begini, yang Kayak Preman Itu Siapa?
Ketika Fahri Hamzah Menguliahi Johan Budi tentang Hukum Acara Penyitaan
Pelintiran Berita ala PKS Piyungan
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H