Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

"Setya" atau "Novanto"?

23 November 2015   17:36 Diperbarui: 23 November 2015   19:03 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Di atas adalah judul berita dari Kompas.com tentang kasus yang sekarang ini sedang panas-panasnya, berkaitan dengan rekaman percakapan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha pertambangan Riza Chalid dengan Presiden Direktur Maroef Sjamsoeddin, yang dilaporkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said.

"Novanto" yang ditulis pada judul berita Kompas.com itu tentu saja adalah nama belakang dari  Setya Novanto. Sedangkan "Sudirman" yang dimaksud tentu adalah nama depan dari Sudirman Said. Pertanyaannya, kenapa untuk cara penyebutan nama orang ini, Kompas.com menggunakan cara yang berbeda, alias tidak konsisten? Untuk Setya Novanto, ditulis nama belakangnya. Untuk Sudirman Said, ditulis nama depannya. 

Cara penulisan sebutan nama orang seperti inilah yang selama ini sebenarnya menjadi pertanyaan bagi saya. Yang benar sebenarnya bagaimana cara yang baku untuk menulis nama sebutan orang? Apakah menggunakan nama depannya, ataukah nama belakangnya?

Lebih "membingungkan" lagi karena antara media yang satu dengan media yang lain terdapat perbedaan cara penulisan nama seperti ini. Contoh, Kompas biasanya menulis sebutan nama Setya Novanto dengan menusli nama belakangnya: "Novanto", sedangkan Tempo biasanya menulis nama depannya: "Setya".

Saya sendiri lebih setuju dengan cara menulis nama panggilan orang dengan menulis nama depannya (nama panggilan). Karena, bukankah ini lebih sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia dalam memanggil nama seseorang, apakah kenal dekat dengan orang itu ataukah tidak, biasanya kita memanggil nama depannya, bukan nama belakangnya (nama keluarganya)?

Sepengetahuan saya, cara memanggil atau menyebut nama seseorang dengan nama belakangnya, baik dalam percakapan lisan, maupun pada suatu tulisan merupakan kebiasan di barat, khususnya terhadap seseorang yang tidak punya hubungan dekat dengan kita, atau untuk sesuatu yang sifatnya formal.

Sebaliknya dalam percakapan sehari-hari dengan anggota keluarga, atau dengan orang yang punya hubungan dekat dengan kita, seperti sahabat baik, yang biasa dipakai adalah dengan menyebut nama depannya, bukan nama belakangnya.

Memanggil atau menulis nama seseorang  yang tidak punya hubungan dekat dengan kita, di dalam sebuah acara formal, dalam sebuah artikel, dengan menyebut nama depannya merupakan sesuatu yang tidak lazim, dan kurang sopan bagi masyarakat barat.

Tetapi di Indonesia, khususnya di media, baik media cetak, media elektronika,maupun media daring, sejauh yang saya amati selama ini tidak ada konsistensi dalam cara penulisana nama seseorang di berita-beritanya, maupun di artikel-artikel lainnya. Di antara media yang satu dengan media yang lain terdapat cara perbedaan cara penulisan sebutan nama dimaksud. Contohnya, antara Kompas.com, Harian Kompas, dengan Majalah Tempo, dan Tempo.co, untuk menulis sebutan nama Setya Novanto tersebut di atas. Kompas selalu menulis nama belakangnya, sedangkan Tempo menulis nama depannya.

Inkonsistensi itu juga terjadi di media itu sendiri. Di suatu media yang sama, untuk menulis sebutan nama orang tertentu, yang ditulis adalah nama depannya, sedangkan untuk menulis nama orang yang lain, yang ditulis adalah nama belakangnya. Jadi, sebenarnya, metode apa yang dipegang oleh media bersangkutan tentang cara penulisan sebutan nama orang itu? Tidak jelas, karena inkonsistensinya itu.

Di bawah ini adalah contoh inkonsentesi penulisan/penyebutan nama-nama orang yang dimaksud  media di Indonesia. 

Menulis/menyebut nama depannya, bukan nama belakangnya:

Setya Novanto, dengan “Novanto”
Abraham Samad dengan “Samad”
Jusuf Kalla dengan “Kalla”
Susilo Bambang Yudhoyono dengan “Yudhoyono”

Tapi untuk nama orang-orang tertentu lainnya, pada media yang sama yang ditulis adalah nama depannya, bukan nama belakangnya, contoh:

Bambang Widjojanto dengan “Bambang”
Prabowo Subianto dengan “Prabowo” 
Fadli Zon dengan “Fadli”
Sudirman Said dengan “Sudirman”
Maroef Sjamsoeddin dengan "Maroef"

Inipun tidak mutlak selalu demikian, untuk nama yang sama antara media yang satu dengan media yang lain bisa berbeda cara penulisan/penyebutannya. Seperti "Setya Novanto", "Abraham Samad", ada media yang menulis "Setya", dan "Abraham", ada media lainnya yang menulis "Novanto", dan "Samad".

Kenapa demikian? Mungkin hanya berdasarkan bagaimana enaknya kedengarannya?

Siapa ahli bahasa di sini, mungkin bisa menjelaskannya.

 

*****

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun