Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasak-Kusuk Calon Tunggal Kepala Daerah, Jika Perppu adalah Solusinya

6 Agustus 2015   21:52 Diperbarui: 7 Agustus 2015   07:07 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaannya adalah apakah nanti parpol-parpol itu memanfaatkan masa perpanjangan pendaftaran itu dengan mengajukan bakal calon pasangannya di KPU, sehingga tidak terjadi lagi calon tunggal? Jika mereka ada yang mendaftar, bagaimana dengan verifikasi KPU? Bagaimana jika ada yang tak lolos verifikasi itu?  Jika tetap tidak ada yang mendaftar lagi dan lulus verifikasi KPU, berarti di daerah itu sudah pasti akan ditunda penyelenggara pilkada-nya, dengan kerugian sebagaimana disebutkan di atas.

Pertanyaan lain, jika pun dengan tempo yang sedemikian singkatnya akan ada parpol atau gabungan parpol yang mengajukan pasangan bakal calon kepala daerah di tujuh daerah itu, bagaimanakah dengan kwalitas, kemampuan dan integritas mereka untuk menjadi kepala daerah? Kalau ini hanya sesuatu yang dipaksakan, cuma untuk memenuhi suatu syarat formalitas belaka, untuk apa?

Mencurigakan

Sungguh ini merupakan akibat dari suatu kecerobohan dari para pembuat undang-undang yang sama sekali tidak mengantisipasi kondisi seperti ini. Padahal kondisi seperti ini juga merupakan akibat dari kwalitas partai-partai politik yang juga merupakan bagian dari pembuat undang-undang ini.

Inilah bagian dari sikap pragmatisme dan sangat minimnya integritas dan rasa tanggung jawab partai politik terhadap rakyat. Kekalutan ini tak mungkin bisa terjadi jika parpol-parpol itu punya integritas dan rasa tanggung jawab yang tinggi kepada rakyatnya. Setiap parpol seharusnya sudah jauh-jauh hari sebelumnya sudah mempersiapkan sebanyak mungkin kader-kader terbaiknya untuk dijadikan calon kepala daerah sampai waktunya pilkada tiba. Jika ada parpol yang sampai tak punya kader-kader potensial untuk dijadikan calon kepala daerah, berarti parpol-parpol itu telah gagal menjalankan tugasnya demi menjadi bagian dari (partisipasi) penyelenggara negara yang baik, yang pada akhirnya demi kepentingan rakyat. Lalu, apa saja kerja para elitnya selama ini? Apakah karena selama ini terlalu sibuk mencari kedudukan, jabatan, dan uang, sehingga tugasnya yang sangat penting itu menjadi terabaikan?

Satu hal yang mencurigakan dari sikap parpol-parpol yang gagal atau tidak mencalonkan kadernya itu sampai di tujuh daerah itu adalah adanya kemungkinan hal tersebut memang merupakan suatu kesengajaan dan merupakan strategi licik yang dijalankan oleh sejumlah parpol, dikarenakan bakal calon kepala pesaingnya terlalu kuat untuk dilawan. Seperti yang diduga terjadi di Kota Surabaya.

Kalau di masa pilkada yang sekarang mereka tetap mengajukan pasangan bakal calonnya, hampir pasti kalah. Bersamaan dengan itu merekla tidak mau pasangan calon pesaingnya itu akhirnya yang menjadi pasangan kepala daerah tersebut. Cara untuk mengagalkan pasangan lawannya itu menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah definitif adalah dengan strategi “menciptakan” terjadinya pasangan calon tunggal di pilkada di daerah itu

Menurut Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, jika itu terjadi, maka pilkada tak dapat diselenggarakan di daerah itu, harus ditunda. Pasangan kepala daerah pertahana setelah masa jabatannya berakhir akan berubah menjadi pelaksana tugas kepala daerah dengan kewenangan yang terbatas. Seperti itulah yang kini terancam terjadi. Dan itupula yang memang tampaknya diinginkan oleh parpol-parpol itu supaya terjadi. Jika itu akhirnya terjadi, berarti skenario politik mereka berjalan sesuai dengan direncanakan.

Jika Perppu adalah Solusinya

Seperti yang saya sebutkan di atas kekacauan ini bisa terjadi karena para pembuat Undang Undang tidak bisa mengantisipasi keadaan seperti ini. Seharusnya sedari awal sudah bisa memikirkan, jika ditentukan pilkada harus diikuti oleh minimal dua pasangan calon, harus dipikirkan dan dibuat ketentuannya pula; bagaimana jika syarat itu tidak tercapai. Sekarang sudah terjadi, baru mau dipikirkan.

Dengan kasus “calon tunggal” ini, seharusnya juga diantisipasi, bagaimana juga jika di suatu daerah ternyata tidak ada satu pun pasangan calon yang mengajukan diri saat pilkada hendak diselenggarakan? Sementara itu pasangan kepala daerah sedang menjabat tidak bisa mencalonkan diri lagi, karena sudah menjabat selama dua periode. Sebelum kejadian seperti ini terjadi juga, maka seharusnya hal seperti ini diantisipasi sejak sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun