Ini Surat Pembaca di Harian Kompas, 11/06/2015:
Sukarno atau Soekarno?
Pada beberapa hari terakhir masyarakat dan pers ramai membicarakan kesalahan Presiden Joko Widodo kala menyebut Bung Karno, penggali Pancasila, lahir di Blitar. Padahal, Bung Karno lahir di Surabaya. Sebuah kesalahan pikir yang bisa dipahami, mengingat masih ada sejumlah buku referensi yang menulis begitu.
Kesalahan lain yang paling banyak terjadi adalah penulisan nama Bung Karno atau Sukarno menjadi Soekarno (pakai /oe/). Padahal, sejak 1947 Bung Karno sudah menyatakan ia mematuhi ejaan Suwandi atau Ejaan Republik, yang mengganti /oe/ (warisan Charles Adriaan van Ophuijsen) menjadi /u/, sehingga Soekarno menjadi Sukarno.
Suwandi adalah Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan era Kabinet Syahrir III (1946-1947) yang merevisi ejaan Ophuijsen. Sampai kemudian Ejaan Republik ini diperbarui tahun 1972, dengan sebutan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.
Bung Karno juga menegaskan ini kepada Cindy Adams, sehingga dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia juga tertulis Sukarno, bukan Soekarno. Kepada Dullah dan Lee Man Fong, redaktur buku Lukisan-lukisan dan Patung-patung Koleksi Presiden Sukarno (terbit terakhir 1964), Bung Karno juga menegaskan hal yang sama. ”Namun, untuk tanda tangan di buku ini, aku akan tetap menulis dengan Soekarno, pakai oe! Ini untuk mengingatkan bangsaku atas tanda tanganku dalam teks proklamasi,” katanya
AGUS DERMAWAN T, KELAPA GADING PERMAI, JAKARTA UTARA
----
Ini tanggapan saya: