Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pidato Jokowi dan “Jas Merah” Soekarno

7 Juni 2015   11:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:18 2829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

Pidato Presiden Jokowi yang salah menyebutkan kota kelahiran Soekarno: Blitar, padahal yang benar di Surabaya, jelas merupakan suatu masalah yang tidak bisa dipandang enteng, apalagi dianggap biasa, sebagaimana diutarakan oleh pihak Istana. Yang bagi saya hanya merupakan trik menutup rasa malu, atau lebih parah lagi tidak mau secara sportif mengaku salah.

 

Karena jika kita mulai menganggap biasa dan enteng suatu kesalahan yang sebenarnya penting, maka suatu waktu kelak kita akan melakukan suatu kesalahan yang lebih fatal dan lebih memalukan, bukan hanya berskala nasional, tetapi internasional.

 

Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan yang menganggap demikian.

 

Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyebutkan, teks pidato yang dibacakan oleh Jokowi itu dibuat bersama-sama oleh tim perumus pidato kepresidenan. Pratikno mengatakan bahwa Presiden Jokowi tidak terlalu mempermasalahkan insiden kesalahan teks pidato tersebut.

 

"Biasa saja, kalau ada salah biasa saja," ujar Pratikno.

 

Luhut menganggap kesalahan ucap Jokowi sebagai kesalahan yang lumrah. Ia pun meminta masalah ini tak perlu dibesar-besarkan.

 

"Namanya manusia khilaf, biasa. Masa enggak boleh salah," ucap Luhut (Kompas.com).

 

 

Jangan Diabaikan

 

Ini bukan tentang membesar-besarkan masalah, tetapi tolong dijawab, apakah memang hal biasa kalau seorang Presiden dalam sebuah pidato resminya, salah menyebutkan kota kelahiran seorang Bapak Bangsanya sendiri, salah satu tokoh besar pendiri negaranya sendiri, sang Proklamator Kemerdekaan negaranya sendiri, Presiden pertama negaranya sendiri, ditambah lagi pidato itu justru dalam rangka memperingati hari kelahiran Pancasila yang dicetus oleh sang Proklamator itu?

 

Kalau Presiden salah menyebutkan kota kelahiran, misalnya,  Luhut, Pratikno, atau bahkan Megawati Soekarnoputri, bolehlah kita semua setuju itu hal biasa saja, karena mereka sama sekali bukan tokoh sebesar Soekarno.  Demikian juga kalau kesalahan menyebutkan kota kelahiran Soekarno itu dilakukan oleh, misalnya hanya seorang ketua RT.

 

Tentu orang akan bertanya-tanya dengan heran, kok bisa seorang Presiden apalagi dari partai politiknya Soekarno, tidak tahu, atau salah menyebutkan kota kelahiran salah seorang tokoh terbesar bangsanya sendiri?

 

Apalagi saat menyebut nama Bung Karno dengan kota Blitar sebagai kota kelahirannya itu, Jokowi seperti membaca puisi yang mengdramatisirkannya: "Setiap kali saya berada di Blitar, kota kelahiran proklamator kita, bapak bangsa kita, penggali Pancasila, Bung Karno, hati saya selalu bergetar," kata Jokowi dengan suara yang cukup bergetar.”

 

Seperti yang saya sebutkan di artikel saya sebelumnya, mungkin saja Jokowi lupa tentang kota kelahiran Bung Karno itu, itu adalah manusiawi. Tetapi justru itu harus lebih berhati-hati, karena akan diucapkan di sebuah pidato resminya. Lebih-lebih oleh penulis pidatonya itu, ia harus benar-benar bisa mencari data yang valid, lebih bagus lagi kalau bisa dari sumber pertamanya. Karena jika salah, akan bikin malu saja, sebagaimana yang sudah terjadi kini.

Penulis pidato itu, Sukardi Rinakit, telah bersikap cukup sportif, dengan tampil ke depan mengaku dialah penulis pidato dengan salah data tersebut, mengaku salah, dan sudah minta maaf. Tetapi ia tidak cukup berani mempertanggungjawabkan kesalahannya itu dengan mengundurkan diri, karena jelas tindakannyaitu sudah mempermalukan Presiden.

 

Presiden Jokowi boleh saja tidak mempermasalahkannya, tetapi jabatan Presiden adalah sebuah lambang negara yang dimiliki bangsa Indonesia. Sehingga mempermalukan Presiden juga bisa disamakan dengan mempermalukan bangsa Indonesia. Apa kata dunia ketika mengetahui Presiden Indonesia sendiri ternyata tidak tahu tentang sejarah kehidupan pendiri negaranya sendiri?

 

Seharusnya, seperti yang dikatakan oleh sejarahwan senior Peter Kasenda, Jokowi tidak boleh diam saja, seolah-olah menganggap ini hal sepele saja, ia harus juga mengklarifikasikan kesalahannya tersebut.

 

Sekarang, memang kesalahan ini tidak perlu dibesar-besarkan (artikel ini bukan bermaksud membesar-besarkan), tetapi tetap saja harus diambil hikmahnya. Dengan kembali mempelajari dan meluruskan sejarah Soekarno, setelah sebelumnya sudah dibelokkan rezim Suharto, bukan hanya tentang kota kelahirannya saja.

Jangan diabaikan!

 

 

Sumber-sumber Data Valid

 

Rupanya, Presiden Jokowi mulanya ragu tentang kota kelahiran Soekarno itu, seingat dia, Soekarno lahir di Surabaya. Oleh karena itu, ia sempat bertanya kepada yang dianggapnya lebih pintar dan lebih luas pengetahuan sejarahnya, yaitu Sukardi Rinakit itu.  Tetapi, Sukardi justru melakukan suatu kecerobohan, dengan mengatakan yang benar Soekarno lahir di Blitar, bukan di Surabaya.

 

"Presiden waktu itu meminta saya untuk memeriksa karena seingat beliau, Bung Karno lahir di Surabaya. Tanpa memeriksa lebih mendalam dan saksama, saya menginformasikan kepada Presiden bahwa Bung Karno lahir di Blitar," ucap Sukardi.

 

Pria yang sudah sejak kampanye lalu menulis teks pidato bagi Jokowi itu mengaku sudah melakukan pencarian data tentang kota kelahiran Soekarno itu yang bersumber dari situs (dari Belanda): Tropenmuseum.nl, yang menyebutkan bahwa Bung Karno lahir di Blitar:

 

Selain itu, Sukardi juga mengaku menemukan banyak bahan lain yang menyebutkan bahwa Bung Karno lahir di Blitar. "Memori saya juga dibelenggu oleh cerita rakyat yang sejak kecil saya dengar di kampung bahwa Bung Karno dilahirkan di Blitar," ucap Sukardi (Kompas.com).

 

Yang menjadi pertanyaannya adalah kenapa Sukardi mencari data tersebut dari sumber ketiga, bahkan bersumber di Belanda itu? Apalagi mengandalkan cerita rakyat, sebagaimana ia akui itu? Padahal ia adalah seorang pengamat politik sekaligus penulis yang cukup terkenal. Juga adalah Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), dan pernah menjadi staf peneliti di Center for strategic and International Studies ( CSIS).

 

Kenapa Sukardi  tidak menggunakan data dari sumber pertama, yaitu Soekarno sendiri, yang ada di dalam buku otobiografi: Soekarno, an Autobiography as Told to Cindy Adams (1965) yang juga ada terjemahan bahasa Indonesia-nya? Di buku itu ada ucapan dari mulut Soekarno sendiri, yang menyatakan ia lahir di Surabaya.

 

Bukti lain yang lebih otentik berasal dari Bambang Eryudhawan, seorang arsitek dan juga pemerhati sejarah, berupa buku induk Technische Hogeschool (TH, ITB sekarang) yang memuat data Soekarno semasa kuliah di sana.

 

“Ini buku induk mahasiswa TH yang dibuat sejak TH berdiri pada 1920 sampai dengan masa sebelum kedatangan Jepang. Sukarno ada di nomor urut 55. Dia masuk TH Bandung pada 1921, artinya setahun setelah TH didirikan,” kata Bambang yang juga alumnus ITB dan dikenal sebagai arsitek ahli konservasi bangunan kuno itu (historia.id).

 

Pada data dalam buku induk itu disebutkan Soekarno (tertulis di sana "Raden Soekarno") lahir di Surabaya pada 6 Juni 1902.

 

Tercatat dalam data buku induk itu ayah Sukarno bernama R. Sosrodihardjo, bekerja sebagai guru (onderwijzer) di Blitar. Ada sedikit perbedaan dalam penulisan nama ibunya yang dikenal Ida Ayu Nyoman Rai, tertulis dalam buku induk tersebut “Ida Nyomanaka”. Sukarno tercatat sebagai mahasiswa teknik sipil jurusan pengairan (waterbouwkunde).

 

Bukan saja data diri Sukarno dan semua mahasiswa TH, seluruh mahasiswa yang pernah sekolah di sana pun dicatat secara lengkap oleh pihak universitas teknik pertama di Indonesia itu.

 

“Buku ini mencatat semua nama mahasiswa baik yang lulus maupun yang tidak lulus dari TH. Bahkan apa pekerjaan mereka setelah lulus pun masuk dalam catatan,” kata Bambang (Historia.id).

 

 

---

 

Data tahun 1902 bukan 1901 karena memang sengaja diganti oleh ayahnya saat Soekarno saat menjelang kenaikan kelas dari lima keenam. Soekarno sekolah sampai di kelas lima sekolah khusus bumi putra  hendak  dimasukkan ke kelas enam sekolah rendah Belanda (Europeesche Lagere School), sebagai syarat mutlak bisa melanjutkannya di sekolah tinggi Belanda. Ayahnya sangat memperhatikan pendidikan Soekarno.

 

Perihal ini jelas dapat di baca di buku otobiografi Soekarno tersebut di atas.

 

Soekarno protes karena umurnya saat itu sudah empat belas, yang dianggapnya terlalu tua untuk kelas lima, ia khawatir dianggap anak yang bodoh. “Umur saya sudah empat belas,” aku memprotes. “Terlalu tua untuk kelas lima. Tentu orang mengira saya tinggal kelas karena bodoh, saya tentu diberi malu.”

 

“Baiklah,” bapak memutuskan di saat itu juga, “Kalau perlu kita membohong. Akan kita kurangi umurmu satu tahun. Kalau sudah mulai tahun-pelajaran baru engkau dengan umur tiga-belas.” (Halaman 41)

 

Mengenai penulisan bulan "Juni" dan "Juli"  bukan "Djoeni" dan "Djoeli", karena ini ditulis dalam bahasa Belanda, yang memang cara penulisannya demikian.

 

Selain itu terdapat juga beberapa sumber data valid tentang sejarah dan profil Soekarno di dalam negeri sendiri, di antaranya bisa dibaca di situs resmi kepustakaan kepresidenan sendiri, yang beralamat di http://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/en/biography/?box=detail&presiden=Soekarno&presiden_id=1

 

Di situs yang dikelola oleh National Library of Indonesia tercantum profil semua presiden Indonesia. Tentang kota kelahiran Soekarno disebutkan dengan jelas: Surabaya.

 

Selain itu terdapat juga beberapa buku lainnya, seperti Bung Karno, The Untold Story, oleh Wijanarko Aditjondro, Soekarno Arsitek Bangsa oleh Bob Hering, dan Soekarno Bapak Bangsa Indonesia oleh Darmawan MM. Semuanya menulis: Soekarno lahir di Surabaya.

 

Harian Kompas edisi Sabtu (06/06/2015), halaman 5: Sejarah Soekarno: Tempat Lahir yang Jadi Perdebatan, menulis, Jokowi sendiri belum berkomentar tentang kesalahan itu, tetapi saat di Istana Kepresidenan Bogor, seusai salat Jumat (5/6), Jokowi bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla mengunjungi Balai Kirti, museum kepresidenan di kompleks Istana.

 

Pemandu museum Nabiha mengatakan, Presiden banyak mengamati ruang pamer di area Soekarno, yang merekam memorabilia hingga koleksi barang-barang milik Soekarno. Di ruang pamer Soekarno, di lantai dua Balai Kirti, Soekarno tercatat lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya. Tentu, Jokowi sudah membacanya sendiri.

 

Sebenarnya, cara lain yang paling gampang memastikan kota kelahiran Soekarno itu, ya, ditanyakan saja langsung kepada anak-anaknya, Megawati, Guntur, atau yang lainnya.

 

Kenapa penulis pidato Presiden Jokowi itu, Sukardi Rinakit dengan latar belakang pendidikan setinggi itu malah mencari refensi data “jauh-jauh sampai di Belanda”, dan mengandalkan cerita rakyat, seperti yang diakuinya itu?

 

Guntur Soekarnoputra (71), putra sulung Soekarno, memastikan bapaknya memang lahir di Surabaya. "Salah seorang cucu saya waktu SMP sudah memprotes gurunya bahwa tempat kelahiran Eyang Uyut Karno lahir di Surabaya. Tetapi, protesnya tidak didengar. Begitu juga waktu ulangan umum. Cucu saya tetap menuliskan eyangnya lahir Surabaya meskipun disalahkan," tuturnya.

 

Menurut Guntur, sudah lama sebenarnya keluarga Soekarno menunggu pemerintah meluruskan kekeliruan yang terjadi sejak era Orde Baru. "Semoga saja sejak (kasus) ini, tempat lahir Bapak benar-benar diluruskan," harapnya. Tentu juga sejarah Soekarno lainnya (Harian Kompas, 06/062015).

 

Rumah tempat kelahiran Soekarno itu, kini dikenal dengan nama Jalan Pandean IV Nomor 40 (kawasan Peneleh), Surabaya, pada 2013 oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini (Bu Risma) telah ditetapkan sebagai cagar budaya.

 

 

 

 

 

Momen Meluruskan Kembali Sejarah Soekarno

 

Seperti yang saya sebutkan di atas, artikel ini tidak bermaksud membesar-besarkan kasus ini, tetapi dimaksud untuk mengingatkan kepada kita semua bahwa kasus seperti ini jangan dipandang enteng atau dianggap biasa, karena jika itu yang dilakukan, maka potensi terjadinya kesalahan serupa yang bisa lebih fatal dan lebih memalukan, bahkan dalam skala internasional bisa saja terjadi. Hingga memalukan Indonesia.

 

Umpamanya saja, bagaimana jadinya jika di suatu forum internasional Presiden  membaca teks pidatonya yang mengatakan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama itu lahir di Jakarta?! Padahal hanya masa kecilnya, Obama pernah tinggal di Jakarta.

 

Seperti juga saya sebutkan di atas, kasus salah menyebut kota kelahiran Soekarno ini seharusnya juga dijadikan momentum bagi pemerintah dan kita untuk meluruskan kembali sejarah dan peran Soekarno dalam sejarah Republik ini. Yang selama ini telah dibengkokkan oleh rezim Soeharto, agar semuanya menjadi sesuai dengan kehendaknya, yaitu antara lain meminimalisir peran Soekarno dalam sejarah Republik Indonesia. Termasuk di dalamnya, keputusan Presiden Soeharto untuk menghilangkan peringatan hari lahirnya Pancasila, setiap tanggal 1 Juni. Karena peringatan itu mengingatkan jasa besar Soekarno ketika memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia bersama dengan Muhammad Hatta, pada 17 Agustus 1945.

 

Manipulasi terhadap sejarah Soekarno juga dilakukan sampai pada hal-hal “kecil”, termasuk mengenai kota kelahiran Soekarno itu, dari yang sebenarnya di Surabaya, menjadi di Blitar, sebagaimana terdapat di banyak buku pelajaran sekolah.

 

Hal itu diduga dimaksud Soeharto agar sesuai dengan keberadaan makam Soekarno di Blitar. Sebenarnya, wasiat lisan Soekarno adalah jika ia meninggal dunia, ia ingin dimakamkan di tempat tinggalnya di Bogor. Tetapi oleh Soeharto diputuskan dimakamkan di Blitar, dengan alasan supaya berdekatan dengan kuburan ibunya di sana. Sebab Soekarno sangat cinta kepada ibunya. Padahal, maksud sebenarnya adalah untuk menempatkan makam Soekarno sejauh mungkin dari Jakarta. Soekarno terlalu takut dengan kharisma Soekarno, bahkan sampai saat ia sudah meninggal dunia,  bisa mempengaruhi kekuasaannya.

 

Terbukti juga dengan perlakuan Soeharto yang sedemikian buruk terhadap Soekarno saat ini telah dilengserkan oleh MPRS, yang diperlakukan sama dengan tahanan politik tanpa peradilan sampai meninggalnya. Demikian juga perlakuan rezim Soeharto terhadap semua anak-anak Soekarno, terutama kepada Megawati yang bersikeras menjadi Ketua Umum PDI, yang dipandang sebagai ancaman terhadap kekuasaannya.

 

Saat sudah berkuasa sebagai Presiden menggantikan Soekarno (yang sejatinya merupakan suatu kudeta terselubung), salah satu keputusan Soeharto adalah menarik dan “mengoreksi” buku-buku sejarah Indonesia  oleh Pusat Sejarah TNI pimpinan Nugroho Notosusanto, menjadi cerita sejarah yang cenderung menyudutkan Soekarno terkait peristiwa G30S/PKI.

 

Kota kelahiran Soekarno, termasuk yang “digeser” dari Surabaya ke di Blitar, agar sesuai dengan keberadaan makam Soekarno di sana, agar semakin terselubung maksud sebenarnya Soeharto tidak memenuhi wasiat Soekarno yang ingin dimakamkan di Bogor.

 

Maka, buku-buku pelajaran sejarah di sekolah-sekolah pun menulis Blitar sebagai kota kelahiran Soekarno, sampai sekarang.

 

Jika kesalahan yang sudah berlangsung melebihi umur rezim Orde Baru pimpinan Soeharto itu – karena terus dibiarkan sampai sekarang, -- maka sama saja dengan pemerintah yang sekarang pun, yang note bene “basisnya Soekarnoisme”, tetap memelihara pembengkokan sejarah Soekarno terus.

 

Bukankah Soekarno sendiri dalam pidato terakhirnya (17 Agustus 1966) pernah mengingatkan kita semua: “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah!”. yang juga dikenal dengan akronim: “Jas Merah!”

 

*****

 

Foto rumah kelahiran Soekarno dan prasasti cagar budayanya bersumber dari YouTube oleh Jelajah Nesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun