Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika "Dua Biang Kerok" Merosotnya Elektabilitas Demokrat Bersatu Kembali

19 Februari 2013   10:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:03 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_228020" align="aligncenter" width="630" caption="SBY dan Anas (sumber: news.loveindonesia.com)"][/caption]

Hasil survei  Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang diumumkan pada Minggu, 3 Februari lalu, menyatakan tingkat elektabilitas Partai Demokrat sampai dengan Desember 2012 hanya tersisa 8,3 persen. Jauh merosot dari 21 persen ketika Demokrat memenangi Pemilu 2009.

Hasil survei yang sempat membuat panik semua petinggi Partai Demokrat, termasuk SBY yang kebetulan waktu itu berada nun jauh di Arab Saudi itu, menambah keyakinan mereka bahwa biang kerok dari kemerosotan elektabilitas tersebut adalah ketua umum mereka sendiri, Anas Urbaningrum.

Alasannya, Anas sudah dipersepsi publik terlibat dalam kasus korupsi di proyek Hambalang. Para petinggi Demokrat di kubu SBY pun meyakini hal yang sama. Oleh karena itu Anas harus disingkirkan. Tapi bagaimana caranya yang legal? Itulah yang membuat pusing SBY dan para petinggi Demokrat lainnya. Mereka tidak berani mengadakan Kongres Luar Biasa untuk kepentingan tersebut, karena jumlah kader Demokrat di daerah-daerah berada di belakang Anas tidak bisa dipandang remeh. Bunuh diri, kalau SBY cs berani nekad mengadakan KLB untuk menyingkirkan Anas. Besar kemungkinan di KLB itu justru terjadi kejutan besar yang mempermalukan SBY. KLB menolak Anas diturunkan, sebaliknya malah bisa-bisa membonsai peranan SBY!

Gejala-gejala ke arah itu bukan tidak ada.

Menjelang Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat yang telah diadakan pada Minggu, 17 Februari lalu, di Hotel Sahid Jaya, Jakarta,  beredar SMS dan BBM yang menyatakan DPD/DPC Partai Demokrat menolak pelengseran Anas. Mereka khawatir anjang Rapimnas itu dipakai untuk melengserkan Anas dengan cara paksa. SMS/BBM itu  bukan SMS/BBM gelap, tetapi jelas sumbernya. Selain itu di area tempat diselenggarakan Rapimnas itu juga terlihat spanduk yang isinya senada.

[caption id="attachment_228021" align="aligncenter" width="400" caption="Spanduk pendukung Anas di dekat Hotel Sahid Jaya, tempat Rapimnas Demokrat diselenggarakan (Sumber: Kompas.com)"]

1361269506726844586
1361269506726844586
[/caption]

Kompas.com juga menerima pesan layanan singkat yang berisi petisi tentang itu dari Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Irfan Gani yang mengatasnamakan juga tiga DPC. Isinya:

PETISI PEMUDA DEMOKRAT PENEGAK KONSTITUSI

1.Ketum ANAS URBANINGRUM adalah produk konstitusional kongres Partai Demokrat II di Bandung yang sah.

2.Melengserkan Anas Urbaningrum dari jabatan Ketum adalah inkonstitusioanl. Ketum Anas Urbaningrum hanya dapat diganti melalui kongres sebagaimana yang termaktub di AD/ART Partai Demokrat.

3.Menolak dan mengutuk keras upaya-upaya yang mengarah kepada pemaksaan KLB (Kongres Luar Biasa) yang tidak sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat.

4.Dalam rapimnas tanggal 17 Februari 2013 ada kondisi yang mengarah pada upaya-upaya inkonstitusioanl, maka kami akan menyatakan walk out dan melakukan pressure masa untukmenggagalkan acara tersebut.

5.Meminta kepada Majelis Tinggi untuk mengembalikan pelaksanaan organisasi DPP.

Ketika berada di Jeddah Arab Saudi, dalam konferensi persnya, Senin, 4 Februari 2013,  SBY mengatakan dia akan meminta petunjuk kepada Allah untuk mendapat solusi penyelamatan dan konsilidasi Partai Demokrat.

Hasilnya, sepulangnya ke Tanah Air, pada 8 Februari malam, seusai rapat Majelis Tinggi di kediamannya di Cikeas, Bogor, SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat mengumumkan delapan langkah solusi penyelamatan Partai Demokrat.

Kedelapan langkah itu pada intinya melucuti kewenangam strategis Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Kewenangan tersebut diambil-alih oleh Majelis Tinggi yang diketuai oleh SBY.

Poin ketujuh dari delapan langkah solusi itu  berbunyi:

Sementara langkah penyelamatan diambil Ketua Majelis Tinggi, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum diberi kesempatan untuk memfokuskan diri menghadapi masalah dugaan hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi. Partai Demokrat siap memberi bantuan hukum kepada Anas.”

Padahal sampai hari ini Anas belum dijadikan tersangka oleh KPK. Jadi, masalah hukum apa yang harus dihadapi Anas di KPK? Bantuan hukum apa yang mau diberikan oleh Demokrat?

Jelas isi poin ketujuh ini merupakan representasi dari pihak Majelis Tinggi (SBY) untuk sesegera mungkin bisa menyingkirkan Anas. Tidak sabar menunggu pengumuman dari KPK tentang status hukum Anas sebagai tersangka, SBY dengan Majelis Tinggi-nya itu membuat poin ketujuh tersebut. Agar ada alasan untuk mencabut kewenangan strategis Anas sebagai ketua umum. Ini diharapkan sebagai langkah awal gerakan penyingkiran Anas dari Demokrat. Syukur-syukur kalau kemudian KPK segera menetapkan Anas sebagai tersangka.

Tetapi, ternyata pengumuman dari KPK itu tak kunjung datang juga. Sementara itu para kader Demokrat di DPD/DPC mulai bersuara untuk berdiri di belakang Anas. Seperti yang disinggung di atas. Maka, nyali SBY pun ciut. Oleh karena itu dia dengan terpaksa merangkul kembali Anas di Rapimnas 17 Februari 2013 itu. Oleh karena itu tidak heran, terjadilah antiklimaks di Rapimnas itu. Lihat saja ekspresi wajah SBY yang duduk di samping Anas di bawah ini:

[caption id="attachment_228022" align="aligncenter" width="619" caption="Perhatikan ekspresi wajah SBY di sini. Seperti tertekan memikirkan sesuatu. Sementara Anas tenang-tenang saja (sumber: Kompas.com)"]

13612696121803629345
13612696121803629345
[/caption]

Dalam pidatonya di Rapimnas itu SBY mengatakan, bisa jadi publik kecewa, mengharapkan sesuatu yang bombatis di Rapimnas ini, tetapi ternyata tidak ada. Semua pimpinan Demokrat solid dan kompak.

Padahal sebenarnya bisa jadi, diam-diam dia sendiri mengharapkan terjadi kejutan besar di Rapimnas itu, kejutan yang bombatis berupa penetapan (langkah) pelengseran Anas, tetapi ternyata itu tidak terjadi, karena Anas punya dukungan yang kuat dari DPD/DPC itu, maka apa boleh buat, apa boleh bikin Anas pun terpaksa dirangkul kembali. Dan, sebentar lagi, seperti isi petisi tersebut di atas, berangsur-angsur kewenangan Anas pun akan dikembalikan. Jadi, percuma semua doa dan petunjuk dari Allah yang didapatkan SBY di Arab Saudi itu.

Dengan cara begini apakah realistis target Partai Demokrat bahwa dalam tempo beberapa bulan ke depan tingkat elektabilitas Partai Demokrat akan naik ke angka 15 persen? Dasar apa? Logikanya apa?

SBY cs dan Majelis Tinggi-nya sendiri berkeyakinan bahwa Anas-lah biang keladi dari merosotnya elektabilitas Partai Demokrat. Terbukti dari lahirnya delapan langkah solusi penyelamatan yang dibuat mereka itu. Yang intinya mencabut kewenangan strategis Anas sebagai ketua umum dengan alasan Anas tersangkut masalah hukum di KPK. Lalu, kenapa sekarang dirangkul kembali, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa? Apa artinya lagi keberadaan delapan langkah solusi penyelamatan Partai Demokrat yang didengung-dengungkan SBY sebagai hasil minta petunjuk kepada Allah di Arab Saudi itu?

Sementara itu hasil survei dari Lingkar Survei Indonesia (LSI) pada 17 Februari 2012, kembali mengnohok Demokrat, khususnya SBY. Hasil survei itu menyatakan akibat dari terlalu fokusnya SBY terhadap masalah yang menimpa Partai Demokrat, 68,42 persen suara respon mengkhawatirkan, atau sangat mengkhawatirkan SBY tidak lagi fokus pada tugasnya sebagai Presiden dalam menjalankan pemerintahannya.

Hasil survei ini secara tak langsung merupakan tambahan ancaman serius terhadap tingkat elektabilitas Partai Demokrat. Bagaimana bisa elektabilitas Demokrat itu naik, kalau publik malah semakin pesimis dengan SBY, karena bukannya fokus mengurus negara sebagai seorang Presiden RI, malah lebih fokus pada urusan internal partaninya sendiri. Maka, selain Anas sebagai biang kerok merosotnya elektablitas Demokrat, SBY juga adalah biangnya itu sendiri. Anas biang keroknya, SBY juga.

Anas sendiri pernah mengatakan bahwa biang dari merosotnya kepercayaan publik terhadap Demokrat adalah juga karena kinerja pemerintah (di bawah Presiden SBY) yang buruk di mata publik. Pernyataan ini memang masuk akal, karena gaya kepimpinan SBY pun banyak mendapat kecaman dari publik. Imbasnya, ya ke Partai Demokrat juga.

Dengan asumsi hasil kedua survei di atas akurat, dengan “bersatunya” kembali Anas Urbaningrum dengan SBY di Rapimnas itu, berarti bersatu pulalah “dua biang kerok” kemerosotan elektabilitas Partai Demokrat.

Kenapa mereka dua bisa berkonsilidasi? Meskipun itu adalah konsilidasi semu?  Dugaan yang paling utama dan telah menjadi rahasia umum adalah karena masing-masing mereka punya kartu as satu terhadap yang lainnya. Dua-duanya takut satu dengan yang lainnya membongkar rahasia itu. Mungkinkah rahasia itu  adalah kasus korupsi Hambalang untuk Anas, dan kasus korupsi Bank Century untuk SBY?

Dengan bersatunya dua “biang kerok” kemerosotan Partai Demokrat ini, masuk akalkah target Partai Demokrat akan bisa tercapai menjadi 15 persen dalam tempo beberapa bulan ke depan?

Lebih masuk akal kalau persatuan “dua biang kerok” ini malah akan menjadikan tingkat elektabilitas Partai Demokrat beberapa bulan ke depan menjadi 1,5 persen!. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun