Hakim Sarpin Rizaldi (Tempo.co)
Kasus kontroversi hakim tunggal yang menyidangkan sidang praperadilan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan, hakim Sarpin Rizaldi, berpotensi akan melebar dan menjadi kasus atau skandal hukum baru yang sangat serius. Hal tersebut dinyatakan setelah Komisi Yudisial memeriksa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi dan Panitera Muda Pidana Adisukma pada Kamis, 5 Maret 2015. Mereka diminta keterangan mengenai penunjukkan Sarpin Rizaldi sebagai hakim tunggal di sidang praperadilan tersebut. Dari hasil pemeriksaan itu Komisi Yudisial menaruh curiga ada yang tidak beres di balik penunjukkan hakim Sarpin tersebut.
Kecurigaan itu didasarkan pada fakta bahwa ternyata awalnya Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu telah menunjukkan hakim Imam Gultom sebagai hakim tunggal yang akan menyidangkan gugatan praperadilan Budi Gunawan tersebut, tetapi di saat-saat terakhir, secara mendadak diganti dengan Sarpin Rizaldi. Hal ini dikemukakan oleh anggota Komisi Yudisial, Taufiqurrphman Syahrul, 5 Maret 2015 (Tempo.co).
Komisi Yudisial bahkan sudah menyampaikan catatan dugaan pelanggaran kode etik kepada Haswandi, dan meminta kepada Ketua Pengadilan negeri Jakarta Selatan itu agar Sarpin diganti kembali dengan hakim yang semula sudah ditunjuk itu, tetapi rekomendasi itu diabaikan oleh Haswandi.
Seusai diperiksa Komisi Yudisial pada 5 Maret itu, Haswandi menolak berkomentar satu kata pun saat didesak wartawan. Sedangkan Adisukma, sudah terlebih dulu berhasil “ngacir” dari incaran wartawan.
Kenapa? Jika mereka merasa benar, bukankah lebih baik memberi penjelasannya kepada wartawan?
Haswandi akan kembali dipanggil Komisi Yudisial untuk diminta keterangannya lagi di awal April ini. Menurut Taufiqurrohman, jika ditemukan kejanggalan, penyelidikan akan merembet ke pihak lain.
Siapa pihak lain itu? Kemungkinan besar adalah pihak yang ternyata telah mengatur jalannya sidang praperadilan itu, dengan terlebih dulu berhasil memaksa Haswandi mengganti hakim Imam Gultom dengan hakim Sarpin Rizaldi, karena hakim Sarpin bisa diatur?
Keputusan hakim Sarpin Rizaldi di sidang praperadilan yang memenangkan Budi Gunawan tersebut memang sangat janggal, karena ia jauh melampui batas wewenangnya dengan juga memeriksa dan memutuskan pokok perkara, yaitu menetapkan status tersangka Budi tidak sah, hal yang seharusnya menjadi wewenang hakim peradilan biasa.
Selain itu dasar keputusannya juga melenceng jauh dari peraturan hukum yang berlaku, dengan menyatakan KPK tidak berwenang memeriksa Budi Gunawan, karena Budi bukan penegak hukum dan penyelenggara negara. Padahal berdasarkan KUHAP sendiri, dinyatakan secara tegas bahwa semua polisi adalah penyelidik dan penyidik, dengan demikian semua polisi adalah penegak hukum. Demikian juga di Undang-Undang Polri sendiri, beberapa pasalnya secara jelas menyebutkan semua Polri mempunyai tugas utama antara lain dalam penegakan hukum.
Kejanggalan ini ada korelasinya dengan tenggarai Komisi Yudisial mengenai “ada sesuatu” sesuatu di balik penunjukkan hakim Sarpin Rizaldi yang dilakukan secara tiba-tiba, mengganti hakim Imam Gulton yang sudah ditunjukkan terlebih dulu itu, ada benarnya. Apakah ini ada kaitannya juga dengan isu yang berupa surat kaleng yang sempat beredar sebelumnya bahwa Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno telah secara diam-diam mengatur jalannya sidang praperadilan tersebut?
Hakim Sarpin Rizaldi sendiri sudah menyatakan tidak akan memenuhi panggilan Komisi Yudisial untuk memeriksanya dalam kasus ini. Ia beralasan semua yang diputuskan itu sudah benar, dan oleh karena itu hanya bertanggung jawab kepada Tuhan, bukan kepada Komisi Yudisial.
Jelas, ini hanyalah jurus mengelak dari hakim Sarpin, yang diduga takut menghadapi pemeriksaan tersebut. Saking takutnya diperiksa Komisi Yudisial, ia rela mengabaikan haknya sendiri untuk membela diri, karena sejatinya ia merasa tidak bakal sanggup melakukan pembelaan itu. Kalau ia yakin benar dalam membuat putusan itu, kenapa takut menghadapi pemeriksaan Komisi Yudisial itu?
Dengan menolak panggilan Komisi Yudisial itu saja sudah menunjukkan macam apa integritas seorang hakim Sarpin, sebab Konstitusi (Pasal 24B UUD 1945) yang diikuti dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dengan jelas telah memberi kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk mengawasi dan memeriksa setiap hakim yang menurut Komisi layak diperiksa karena adanya dugaan pelanggaran kode etik dan peraturan hukum yang diterapkannya sebagai hakim.
Atasannya hakim Sarpin sendiri, yaitu Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Haswandi saja memenuhi panggilan Komisi Yudisial itu. Selama ini, bahkan beberapa hakim agung dari Mahkamah Agung pun memenuhi panggilan Komisi Yudisial, untuk diminta keterangannya dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan integritasnya sebagai hakim agung. Sekarang, kok, bisa seorang hakim biasa, yang benanama Sarpin Rizaldi itu, menolak panggilan Komisi Yudisial itu?
Sesungguhnya dengan menolak panggilan Komisi Yudisial itu kerugian terbesar ada pada dirinya sendiri, karena sama saja dengan dia tidak mau menggunakan haknya untuk memberi keterangan untuk membela dirinya sendiri. Peraturannya, jika sampai tiga kali dia menolak panggilan itu, maka Komisi Yudisial akan menagmbil keputusannya tanpa mempetimbangkan keberatan dari hakim Sarpin. Karena memang tidak ada keberatan itu yang secara resmi dikemukakan kepada Komisi.
Terhadap pernyataan hakim Sarpin yang mengatakan dia hanya mau bertanggung jawab kepada Tuhan, bukan kepada Komisi Yudisial itu, Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, saat diwawancara Majalah Tempo, menjawab: “Kalau akhirat, memang pasti. Tapi di dunia ini, dia (Sarpin) harus bertanggung jawab. Ke mana? Ya, ke masyarakat, ke Komisi Yudial sebagai pengawasnya, kemudian ke induk semangnya, Mahkamah Agung” (Majalah Tempo, edisi 9-15 Maret 2015).
Hakim Sarpin seharusnya sadar juga bahwa jika ia berhasil mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagai hakim di dunia ni sesuai dengan hukum yang berlaku di negeri ini, bisa jadi di akhirat, Tuhan juga bisa mengampuninya, jika memang ia salah.
Apakah memang ada skandal hukum yang akan baru terungkap lagi di balik kontroversi hakim Sarpin Rizaldi ini, kita tunggu saja hasil pemeriksaan Komisi Yudisial ini. Sambil bertanya-tanya, kenapa Mahkamah Agung sendiri, kok adem-ayem saja, tidak seperti ketika menghadapi hakim-hakim nakal lainnya di sidang-sidang praperadilan sebelumnya, ketika itu, MA secara tegas membatalkan keputusan-keputusan itu, dan menghukum hakimnya dengan menjadikan mereka hakim non-palu, alias hakim yang tidak lagi berwenang memnyidangkan suatu perkara. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H