Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tikus pun Tahu, Revisi UU KPK Itu adalah untuk Melemahkan KPK

27 September 2012   16:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:35 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_201348" align="aligncenter" width="472" caption="(Sumber: http://febridiansyah.files.wordpress.com/2008/09/kpk-harus-matii1.jpg)"][/caption] Mantan Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Benny K Harman menolak jika revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut perilaku koruptif. Menurut Benny, revisi UU adalah kewenangan Dewan. "Perilaku koruptif apanya? Masa menjalankan wewenang dibilang perilaku koruptif? Kalau wewenang itu dilaksanakan karena motif uang, maka itu boleh dibilang perilaku koruptif. (Jika benar ada motif uang) silakan KPK masuk (mengusut)," kata Benny ketika dihubungi, Minggu (15/7/2012). Benny dimintai tanggapan pernyataan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas bahwa revisi UU KPK merupakan bentuk perilaku koruptif dari politisi. "Revisi UU KPK menunjukkan perilaku politik yang koruptif karena tidak transparan, enggak akuntabel. Disadari atau tidak itu koruptif," kata Busyro. Benny mengatakan, proses legislasi termasuk revisi UU KPK adalah otoritas DPR dan Presiden. Kedua pihak itu, kata Benny, yang menentukan visi politik hukum pemberantasan korupsi, termasuk meletakkan prioritas KPK ke depan. Benny menambahkan, tujuan utama revisi UU KPK mutlak untuk memperkuat KPK. Rakyat perlu mengawasi pembahasan agar revisi UU KPK itu benar-benar menguatkan KPK, bukan sebaliknya. "Pembahasan harus transparan dan akuntabel. Rakyat perlu mengawasi wakil rakyatnya untuk menjauhi dari perilaku koruptif tadi," pungkas politisi Partai Demokrat itu. (Kompas.com, 15 Juli 2012)

Entah pura-pura tidak mengerti, atau entah sebab apa, Benny K Harman memberi tanggapan seperti itu? Perilaku koruptif apanya? Benny melontarkan pertanyaan retorisnya. Katanya lagi, Masa menjalankan wewenang merevisi suatu undang-undang dikatakan berperilaku koruptif? “Kalau wewenang itu dilaksanakan karena motif uang, maka itu boleh dibilang perilaku koruptif. (Jika benar ada motif uang) silakan KPK masuk (mengusut)! Padahal jelas-jelas yang dipermasalahkan di sini bukan soal kewenangan anggota DPR itu melakukan revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, tetapi adalah motif dan apa urgensinya UU KPK tersebut direvisi. Lebih substansial lagi permasalahkan utamanya adalah semua revisi yang direncanakan dilakukan pada UU KPK tersebut sangat identik dengan memperlemahkan KPK. Kalau revisi-revisi itu benar-benar dilakukan KPK akan benar-benar berubah menjadi macan ompong yang konyol. Karena yang disebut “revisi” itu sesungguhnya hanyalah istilah yang dikamuflasekan. Maksud sebenarnya adalah kehendak mengamputasi kekuatan-kekuatan vital yang ada di KPK, yang menjadi karakteristik KPK. Tanpa kekuatan-kekuatan itu eksistensi KPK sebagai sebuah lembaga antikorupsi boleh dikatakan tidak ada lagi. Akan menjadi mirip Lembaga Ombudsman, yang antara ada dan tiada. Tak diragukan lagi bahwa kehendak beberapa anggota DPR untuk “merevisi” UU KPK itu terdorong dari motif dari ketakutan mereka terhadap KPK yang telah begitu banyak menangkap dan memanjarakan kolega-koleganya di DPR. Mereka sangat takut, karena dengan kekuatan/kewenangan yang begitu besar dari KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya memberantas korupsi itu, terbuka kemungkinan akan semakin banyak koleganya yang dipenjarakan KPK. Bahkan bisa jadi upaya tersebut merupakan suatu upaya preventif untuk mencegah jangan sampai suatu saat giliran merekalah yang akan menjadi target KPK. Bukankah DPR terkenal juga sebagai salah satu lembaga sarang koruptor di Indonesia? DPR (bersama pemerintah) memang berwenang merevisi suatu undang-undang. Tetapi kewenangan itu bukan absolut, dan bisa digunakan seenaknya. Harus mempunyai alasan yang sangat kuat. Apakah memang ada alasan yang kuat untuk merevisi UU KPK? Apakah UU KPK dalam pelaksananaannya oleh KPK selama ini telah membuat masyarakat resah, atau merugikan masyarakat? Sama sekali tidak ada. Justru sebaliknya, saat ini KPK adalah satu-satunya lembaga pemberantas korupsi yang paling dipercaya dan menjadi andalan masyarakat. Polri dan Kejaksaan sudah lama tidak bisa diharapkan lagi. Bahkan dua lembaga ini pun secara ironis menjadi langganan “juara” lembaga-lembaga paling korup se-Indonesia. Anehnya, kehendak mengrevisi UU KPK itu antara lain dengan mengoper kewenangan KPK ke kedua lembaga ini. (Selengkapnya tentang apa saja bentuk upaya melemahkan KPK melalui rencana revisi UU KPK oleh Komisi III DPR tersebut, saya akan tulis di artikel tersendiri). Yang resah dan merasa dirugikan sudah jelas, mereka adalah para koruptor dan kawan-kawannya. Apalagi semakin lama semakin banyak yang menjadi “korban” KPK. Mereka yang dulu dianggap tidak mungkin disentuh KPK, alias “The Untouchables”, kini KPK membuat anggapan itu keliru. Contoh terakhir, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator mengemudi di Korlantas Polri, dua Jenderal aktif telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Jika saja tidak “dilindungi” Mabes Polri, besar kemungkinan mereka kini sudah berada di balik tahanan KPK. Bahkan bukan tak mungkin Kapolri sendiri yang “ketahuan” menandatangani surat penetapan pemenang tender pengadaan simulator mengemudi itu akan diperiksa KPK juga! Slogan “semua orang sama di depan hukum” nyaris sepenuhnya dijadikan fakta oleh KPK, bukan hanya slogan seperti yang selama ini terjadi. Koruptor mana yang tidak gemetar melihat kenyataan ini? Semua ini hanya bisa terjadi karena undang-undang, dalam hal ini UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang memberi kewenangan-kewenangan yang begitu besar kepada KPK, menjadikannya dia sebagai lembaga super body satu-satunya di Indonesia di bidang penegakan hukum. Khususnya pemberantasan korupsi. Karena korupsi adalah extra ordinary crime, maka yang diperlukan adalah lembaga penegak hukum super body untuk bisa mengalahkannya. Kewenangan-kewenangan itulah yang sekarang hendak dipreteli DPR dengan memanfaatkan kewenangan mereka di bidang legislasinya. Ini lebih tepat disebut sebagai penyalahgunaan kewenangan demi kepentingan dirinya atau kelompoknya. Atau dengan kata lain, demi kepentingan para koruptor dan kawan-kawannya. Karena tidak ada pihak mana pun yang diuntungkan dengan revisi UU KPK itu, selain para koruptor itu sendiri. Inilah yang dimaksud oleh Busyro Muqoddas dengan “revisi UU KPK adalah cermin dari perilaku koruptif.” Busyro juga mengatakan bahwa anggota DPR yang memanfaatkan posisinya sebagai pembuat undang-undang untuk mengajukan revisi itu, tergolong telah melakukan penghinaan terhadap parlemen. “itu ada sanksinya,” kata Busyro. Perkataan Busyro ini pun ada benarnya. Karena sesungguhnya kewenangan DPR untuk membuat dan merevisi undang-undang adalah sebuah tugas mulia yang dipercayakan rakyat kepada mereka demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Dengan kewenangannya tersebut mereka harus mampu membuat undang-undang yang benar-benar pelaksanaannya demi kepentingan rakyat Indonesia. Bukan demi kepentingan partai politiknya, apalagi demi kepentingan para koruptor.

*

Benny K Harman juga mengatakan bahwa tujuan utama revisi UU KPK mutlak untuk memperkuat KPK demi kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat apaan, Pak Benny? Adakah rakyat yang merasakan keberatan dan dirugikan dengan eksistensi KPK berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 itu? Tidak ada rakyat yang menghendaki KPK dipreteli kewenangannya, melalui revisi UU KPK tersebut. Yang adalah adalah anggota DPR sendiri yang memang acapkali tanpa malu mengatasnamakan rakyat untuk mengesahkan perilaku koruptif mereka. “Revisi UU KPK demi memperkuat KPK.” Ini juga diucapkan oleh beberapa anggota DPR lainnya yang bertekad mengrevisi UU KPK. Apakah benar demikian? Tikus pun tahu bahwa itu omong kososng besar dan terkonyol yang pernah kita dengar. Bagaimana bisa disebut memperkuat KPK, kalau justru apa yang menjadi kekuatan inti KPK malah mau dihilangkan? Kewenangan dan hal-hal lain yang menjadi kekuatan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi dan yang hendak dipreteli/dibatasi/dialihkan itu adalah kewenangan melakukan penyadapan (hendak diubah menjadi harus mendapat izin terlebih dulu dari pengadilan), fungsi penuntutan KPK ditiadakan, diserahkan kembali ke Kejaksaan Agung, KPK akan diawasi Dewan Pengawas yang ditunjuk DPR, dan penyidik KPK boleh menhentikan perkara melalui SP3. Tikus pun tahu, jika revisi itulah yang terjadi, KPK bukan bertambah kuat, tetapi sebaliknya akan menjadi lembaga penegakan hukum formalitas saja. Senasib dengan lembaga-lembaga ad-hoc antikorupsi lainnya sebelum KPK, hanya menjadi pajangan di etalase hukum Indonesia . Singkat kata, sebenarnya UU KPK itu sudah efektif. Tidak perlu direvisi. Buktinya, dengan kewenangan dan kekuatan yang dimiliki saat ini berdasarkan UU tersebut,  sudah cukup banyak koruptor kelas kakap yang dijerat KPK, meskipun memang harus diakui dalam prakteknya, masih ada kekurangan-kekurangan KPK selama ini. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mengatakan bahwa UU KPK saat ini sudah efektif (jadi, sebenarnya, tidak perlu direvisi). “Kalau undang-undangnya selama ini sudah berjalan efektif,” kata Mahfud di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa, 25 September 2012. Menurut Mahfud UU KPK itu sudah efektif, (tidak perlu direvisi). Karena dengan UU KPK itu posisi KPK sudah kuat, yang masih kurang kuat dari KPK adalah mereka masih kekurangan tenaga penyidik. “Kekurangan power (kekuatan) di sini dalam arti tenaga SDM kurang banyak, dan sebagainya,” katanya. Pendapat Mahfud MD ini sama dengan apa yang pernah dikatakan oleh Wakil ketua KPK Busyro Muqoddas di Batam, Kepulauan Riau, Selasa, 25 September 2012. Busyro mengatakan bahwa KPK sebagai pengguna tidak melihat celah untuk merivisi undang-undang tersebut. Sudah dua periode UU itu dipakai, dan selama ini tidak pernah dipermasalahkan. “Namun, sekarang sejumlah pihak berusaha keras merevisi UU itu,” ujarnya (Kompas.com) Ada kepentingan apa Ketua MK Mahfud MD itu ke kantor KPK itu? Pada hari tersebut Mahfud MD dan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, sengaja datang ke kantor KPK untuk memberi dukungan moral kepada KPK untuk tetap tegar menghadapi serangan-serangan hebat untuk memperlemahkan KPK. Terutama sekali adalah rencana DPR melakukan “revisi” UU KPK tersebut.  Di samping serangan dari Mabes Polri dengan cara menarik sekaligus 20 penyidiknya dari KPK itu. “Semoga KPK selamat, dan makin kuat!” Ujar Mahfud MD. [caption id="attachment_201347" align="aligncenter" width="706" caption="Ketua MK Mahfud MD pun memberi semangat moral untuk KPK, dari upaya melemahkannya dari DPR (Sumber: Indopos.com)"]

1348792212783931452
1348792212783931452
[/caption] Jadi, saat ini memang ada upaya-upaya besar untuk melemahkan KPK, syukur-syukur kalau bisa bubar, yang justru datang dari Polri dan DPR. Sangat ironis, memang. Tapi itulah faktanya. Ketua MK Mahfud MD saja sudah mengatakan bahwa UU KPK tersebut sudah efektif dan tidak perlu direvisi, kenapa DPR masih tetap ngotot luar biasa? Meskipun kedudukannya adalah Ketua Mahkamah Konstitusi bukan identik dengan lembaga penguji peraturan perundang-undangan itu sendiri, namun opini Mahfud MD ini bisa menjadi pertanda, bahwa seandainya UU KPK itu jadi direvisi, dan kemudian ada yang membawanya ke MK untuk diujimaterikan, besar peluang MK akan mengabulkannya, alias susah-payah DPR merevisi UU tersebut menjadi mubazir. MK akan memerintahkan pembatalan UU hasil revisi tersebut, dan kembali ke UU sebelumnya, yakni UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang kPK yang sekarang ini berlaku. Kita sarankan  buat anggota-anggota DPR yang ngotot mengrevisi UU KPK itu, supaya lebih aman dan pasti, bagaimana jika sebelum revisi UU KPK itu anda sekalian lakukan, mungkin lebih baik anda sekalian mengupayakan pembubaran Mahkamah Konstitusi terlebih dahulu.  Supaya kelak tidak ada lembaga yang nanti menjegalnya. *** Artikel lain terkait: - Balas Dendam Polri kepada KPK

Bacaan:

-Semoga KPK Selamat dan Makin Kuat

-Mahfud: UU KPK Sudah Efektif

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun