[caption id="attachment_201013" align="aligncenter" width="480" caption="Pada 20 Oktober 2011, di stasiun pengisian bahan bakar gas Pinang Ranti, Kampung Makassar, Jakarta Timur, tabung gas sebuah Bus Trans-Jakarta meledak (Sumber: Antaranews.com). "][/caption]
Salah satu prioritas yang akan ditangani oleh duet Jokowi-Ahok sebagai pasangan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru adalah persoalan Bus TransJakarta. Tetapi, rupanya, hal yang pertama kali yang harus ditangani mereka itu bukanlah soal bagaimana mengefektifkan dan mengefesienkan salah satu sarana angkutan massal andalan Jakarta itu, melainkan adalah persoalan yang lebih serius, karena menyangkut nyawa ratusan sampai ribuan orang. Apabila terlambat ditangani bisa jadi petakalah yang terjadi di masa-masa awal pemerintahan mereka.
Ternyata, selama dua tahun belakangan ini sedikitnya ada 68 unit Bus TransJakarta yang dicurigai menjadi bom waktu berjalan yang setiap saat bisa meledak, membunuh banyak orang; Penumpangnya, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Bayangkan saja, apabila ada satu saja bus yang tiba-tiba meledak ketika sedang dipenuhi penumpang-penumpangnya, dan berada di kemacetan lalu-lintas.
Bukan bom (teroris), tetapi justru tabung-tabung gas yang dipakai sebagai tangki bahan bakar bus-bus itu yang dikhawatirkan berpotensi meledakkan bus-bus itu sendiri. Karena, ternyata saat ini diduga ada 68 unit Bus TransJakarta yang kualitas tabung gasnya di bawah standar yang ditetapkan oleh pabriknya. Tetapi tetap dibiarkan beroperasi seperti biasa.
Sebenarnya, semuanya ada 69 unit Bus TransJakarta yang mempunyai kualitas tabung gas seperti itu, tetapi 1 unit sudah meledak pada tanggal 20 Oktober 2011, di stasiun pengisian bahan bakar gas Pinang Ranti, Kampung Makassar, Jakarta Timur. Tabung gas bus Trans-Jakarta itu tiba-tiba meledak ketika bus itu sedang melakukan pengisian bahan bakar gasnya di sana. Akibat ledakan tersebut selain merusak bus, dan stasiun pengisian bahan bakar gasnya, juga mengakibatkan 3 orang terluka dan harus dirawat di Rumah Sakit. Seandainya saja pada waktu itu bus tersebut sedang disesaki penumpang tentu akibatnya bisa lebih fatal.
Dari perisitiwa inilah sebenarnya yang membuat Majalah TEMPO melakukan investigasi, apa yang sebenarnya terjadi di balik ledakan tabung gas Bus TransJakarta itu. Yang kemudian laporannya ditulis di Majalah TEMPO edisi 30 September 2012.
Dalam laporan investigasi tersebut, TEMPO menemukan berbagai kejanggalan di balik meledaknya Bus TransJakarta itu. Di antaranya bahwa penyebab tabung gas itu meledak dikarenakan kualitasnya di bawah standar ditetapkan pabriknya. Diduga ada 68 Bus Trans-Jakarta yang beroperasi di Koridor 9 dan 10 yang mempunyai kualitas tabung gas yang sama, karena dirakit pada kurun waktu yang sama, dari perusahaan yang sama sebagai pemenang tender pengadaannya.
Menurut TEMPO, sebetulnya, sesuai dengan permintaan polisi, Laboratorium Center for Materials Processing and Failure Analysis, Departemen Teknik Mitalurgi dan Material Universitas Indonesia telah melakukan pemeriksaan terhadap tabung gas yang terdapat di bus itu, baik yang telah meledak, maupun yang masih utuh. Kesimpulannya, bus bermerek Hyundai di Koridor 9 Pinang Ranti-Pluit itu meledak karena kegagalan material bagian tabung gasnya, sehingga memicu retak, dan pecah.
Tetapi, ledakan tabung gas Bus TransJakarta dan hasil penyelidikan dari laboratorium Universitas Indonesia itu rupanya tidak cukup menggerakkan pihak-pihak yang bertanggung jawab di dalamnya untuk melakukan langkah-langkah pro-aktif guna mencegah terjadi kejadian serupa. Yang jika sampai terjadi lagi, bisa berakibat lebih fatal. Enam puluh delapan Bus TransJakarta di koridor 9 dan 10 itu dibiarkan beroperasi seperti biasa.
Dinas Perhubungan (Dishub) DKI memang pernah meminta pihak PT Korindo, sebagai pemenang tender pengadaan bus-bus tersebut untuk menarik kembali sementara semua bus tersebut untuk dilakukan pengecekan ulang tabung gasnya. Namun, ketika pihak PT Korindo tidak melakukannya kewajiban tersebut sebagaimana seharusnya – mereka hanya memeriksa saluran gasnya, Dishub DKI diam saja. Rupanya, permintaan tersebut hanya formalitas, atau basa-basi saja. Akibatnya, sampai hari ini 68 Bus TransJakarta yang diduga tabung gasnya berkualitas di bawah standar seperti temannya yang meledak di Pinang Ranti, Jakarta Timur pun masih beroperasi, mengangkut ribuan penumpang, melintas di kemacetan kota Jakarta, setiap hari, seperti biasa.
Apabila ternyata 68 unit Bus TransJakarta itu tabung gasnya benar-benar bermasalah, seperti temannya yang sudah meledak itu, maka tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa mereka itu seperti 68 unit bom waktu berbentuk bus yang setiap hari berlalu-lalang di dalam kota Jakarta.
Polisi yang ditugaskan untuk melakukan penyelidikan kasus itu pun, ternyata berhenti di tengah jalan. Tidak pernah lagi terdengar sampai di mana dan bagaimana dengan hasil penyelidikan mereka itu.
Kasus meledaknya Bus TransJakarta dikarenakan tabung gasnya yang bermasalah itu, seolah-olah tidak pernah lagi dipermasalahkan. Baik oleh Dishub, maupun oleh Kepolisian.
Pihak Dishub DKI menolak hasil temuan Laboraorium Universitas Indonesia yang menyatakan kualitas tabung gas di bawah standar itu. Sekretaris Dishub Hasbi Hasibuan ngotot bahwa tabung gas itu sudah memenuhi standar internasional. Menurut Dishub DKI, ledakan tabung gas itu terjadi karena tekanan saat pengisian gas melebihi batas yang ditentukan, yakni 200 bar. Tetapi anehnya, meskipun katanya sangat yakin akan kualitas tabung-tabung gas itu, Dishub DKI mengeluarkan peraturan baru bahwa tekanan gas pada saat pengisian tidak boleh lebih dari 180 bar.
Sedangkan, Kepala Bagian Humas Kepolisian sektor Pinang Ranti, Kampung Makassar, Jakarta Timur, Inspektur Satu Arif Rahman, pada Mei 2012 lalu mengatakan, dari hasil pemeriksaan polisi segera setelah terjadi ledakan, membuktikan bahwa ledakan terjadi pada menit keempat ketika tabung sedang diisi gas dengan tekanan di bawah 100 bar. Artinya, masih jauh di bawah batas toleransi yang disebut Dishub DKI Jakarta itu.
Yang menerbitkan sertifikat kelayakan tabung gas Bus Trans-Jakarta itu adalah dari Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Acuan yang dijadikan dasar penerbitan surat kelayakan tersebut adalah berdasarkan data pengujian dari BPPT. BPPT memang pernah diminta melakukan pengujian terhadap kualitas tabung tersebut.
Tetapi, menurut Edy Sumarsono, peneliti di BPPT yang ikut melakukan pengujian tabung itu, pihak Korindo waktu itu hanya meminta dilakukan pengujian tabung tanpa menyertai spesifikasi dari pabrik sebagai pembanding. Kalau data spesifikasi standar dari pabrik itu ada, maka bisa diambil kesimpulan bahwa kualitas tabung tersebut tidak memenuhi standar.
Karena dari hasil pengujian yang dilakukan BPPT pada 2 November 2010 itu menunjukkan unsur komposisi karbon cuma berada di kisaran 0,18 persen, dan komposisi fosfor sekitar 0,125 persen. Padahal NK sebagai pabrik tabung asal Korea Selatan itu menetapkan standar keamanan tabung terpenuhi jika komposisi karbon pada tabung adalah 0,25 – 0,38 persen. Sedangkan fosfor tidak boleh lebih besar dari 0,015 persen.
Tragisnya, Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, juga begitu saja menerima data dari BPPT tanpa membandingkannya dengan spefisikasi dari pabrik yang ada di tangan mereka. Sertifikat kelayakan tabung dengan mudah diberikan begitu saja.
Faktor-faktor seperti inilah yang membuat pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab dan pro-aktif melakukan langkah-langkah penting pasca meledaknya Bus TransJakarta di pengisian bahan bakar gas Pinang Ranti, Jakarta Timur itu justru memilih berdiam diri. Karena apabila misalnya, mereka ngotot untuk dilakukan langkah-langkah penyelidikan lebih lanjut, mereka khawatir justru akan membuka “bobrok” sendiri.
“Urusan tabung gas ini bisa membuka riwayat pembelian bus oleh Dishub DKI Jakarta yang banyak bikin jalan pintas dan toleransi kepada pemenang tender,” kata salah satu sumber TEMPO.
Hasil investigasi TEMPO membuktikan hal seperti itu memang ada.
TEMPO melaporkan, semua berawal ketika Dinas Perhubungan DKI Jakarta membuka lelang pengadaan bus pada akhir 2009. Pembelian bus ini diperuntukkan buat mengisi Koridor 9 dan 10. Masing-masing 69 dan 45 unit. Jalur 9 melayani rute Pluit-Pinang Ranti, sementara Koridor 10 melayani rute Tanjung Priok-Cililitan. Di saat yang sama, pengadaan 25 bus gandeng digelar buat dua koridor itu.
Tender pengadaan bus tunggal untuk Koridor 9 dan 10 itu diikuti oleh beberapa perusahaan. Salah satunya adalah PT Korindo Heavy Industry, yang kemudian ditetapkan sebagai pemenang tender.
Dishub DKI Jakarta mematok pagu tender Rp 205 miliar untuk total pengadaan 114 bus tunggal, atau sekitar Rp. 1,798 milar per unit, -- sudah termasuk pajak dan bea balik nama. Proses pengerjaan diharapkan kelar enam bulan. Targetnya, semua bus sudah diserahkan ke Dishub pada Desember 2010.
PT Korindo kemudian ditetapkan sebagai pemenang tender pada pertengahan 2010. Tetapi, karena kendala waktu, jumlah bus yang mesti dipasok direvisi, bukan lagi 114 unit, melainkan 69 unit. Nilai proyeknya Rp. 106,7 miliar, atau Rp. 1,53 miliar per unit.
Proses produksi oleh Korindo disebarkan di sejumlah perusahaan karoseri. Di antaranya 13 unit dikerjakan di Laksana, Semarang, 7 unit di Trisakti, Magelang, dan 7 unit di Restu Ibu, Bogor. Sebanyak 42 unit dikerjakan di pusat karoseri milik Korindo sendir di Balaraja, Tangerang.
Persoalan muncul saat proses produksi dimulai pada Juli 2010. Ternyata, sebagian besar bus di Balaraja tidak dirakit dari nol alias sudah jadi.
Padahal salah satu klasul dokumen lelang menyebutkan perakitan bus mesti dikerjakan per modul, yang sekurang-kurangnya dari sasis dan mesin, bodi kendaraan, lalu aksesoris. Pengerjaan tiap modul harus diawasi dan diverifikasi tim teknis dari Dishub DKI. Tetapi hal ini rupanya tidak pernah dilakukan oleh Dishub.
Sumber TEMPO menyebutkan sekitar 80 persen dari 42 bus yang dipasok dari pusat karoseri Korindo di Balaraja sudah jadi sebelumnya. Itu adalah bus-bus stok lama yang sudah sejak 2008 diparkirkan begitu saja di parkiran karoseri tersebut. Dengan kata lain, sebagian besar bus-bus tersebut adalah bus-bus lama buatan tahun 2008, yang sempat “terlantar”, dimodifikasi dan dibuat seperti baru, kemudian dipasok ke Dishub untuk pemenuhan target pengadaan Bus TransJakarta 2010 itu.
Praktek-praktek inilah yang rupanya membuat sedikitnya 68 Bus TransJakarta yang saat ini beroperasi di Koridor 9 dan 10 dicurigai kualitas tabung gasnya di bawah standar, tetapi anehnya sampai hari ini tidak pernah diperiksa kembali. Padahal sebenarnya, dilihat dari data-data yang ada, kasus meledak tabung gas sebuah Bus TansJakarta di Pinang Ranti, Kampung Makassar, Jakarta Timur yang dijadikan titik tolak laporan investigasi TEMPO itu, bukan satu-satunya kecelakaan yang menimba armada Bus TransJakarta dengan penyebab dari bus itu sendiri. Dari 2007 sampai sekarang, sedikitnya ada 12 kasus kecelakaan Bus TransJakarta yang mirip dengan kejadian tersebut. Yang terbaru adalah kasus terbakarnya sebuah Bus TransJakarta di Bundaran HI, pada 12 Juni 2012 lalu. Tapi, sampai kini, kita belum juga mendengar adanya upaya penyelidikan-penyelidikannya.
Fokus laporan investigasi TEMPO terletak pada 69 Bus TransJakarta asal pengadaan dari PT Korindo, sebagaimana diuraikan di atas, tetapi itu hanyalah sebagian dari keseluruhan permasalahan yang sama (masalah kualitas tabung gas, dan standar keamanan dan keselamatan lainnya), karena masih ada kasus-kasus kecelakaan lain yang mirip dengan kasus ledakan tabung gas itu.
Dari tahun 2007 – 2011, atau dalam kurun waktu hanya 4 tahun tercatat paling sedikit ada 11 kasus Bus TransJakarta yang meledak dan terbakar, maupun nyaris terbakar. Ditambah 3 kasus kebakaran TransJakarta di tahun 2012, yakni pada 2 Juni 2012 di Bundaran HI, Jakarta Pusat, pada 15 Juli 2012 di dekat Taman Margasatwa Ragunan, Jalan Harsono RM, Jakarta Selatan, dan pada 3 September 2012, sebuah Bus TransJakarta terbakar bagian mesinnya di Traffic Light Cengkareng menuju Kalideres, Jakarta Barat .
[caption id="attachment_201015" align="aligncenter" width="320" caption="Bus gandeng TransJakarta jurusan Ancol-Kampung Melayu meledak dan terbakar di Jalan Kramat Raya, di depan Polres Jakarta Pusat, Selasa (29/12/2009) (Sumber: Liputan6.com) "]
Berikut adalah data Mei 2007 sampai dengan Juni 2011, yang diambil dari Edorusyanto.wordpress.com:
1. 20 Oktober 2011: Bus TransJakarta single, Koridor IX (Pluit – Pinangranti), yang tengah mengisi bahan bakar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Pinangranti, Makassar, Jakarta Timur, meledak, Kamis. Tiga orang terluka dan dirawat di RS Haji, Jakarta Timur. 2. 11 Oktober 2011: Bus gandeng Transjakarta terbakar di Koridor V (Ancol-Kampung Melayu), Selasa 11 Oktober 2011 malam sekitar pukul 21.10. 3. 1 Agustus 2011: Transjakarta Koridor III rute Kalideres-Harmoni terbakar di dekat lampu lalu lintas Grogol arah Roxi. Kejadian tersebut diduga akibat percikan api di bagian mesin. Api menjilat bus B 7024 IX dari bagian belakang yang diawali kepulan asap hitam. 4. 23 Mei 2011: Transjakarta terbakar di sekitar Jatinegara, Jakarta Timur. Sebagian badan bus hangus. Lima orang terluka. 5. 7 Januari 2011: Transjakarta terbakar sekitar pukul 8.55 WIB (7/1). Kali ini bus transjakarta terbakar di kawasan Slamet Riyadi, Jakarta Timur. 6. 5 Juli 2010: Bus TransJakarta jurusan Pulo Gadung – Kalideres koridor 2 terbakar di Jalan Kiai Tapa, Grogol, Tanjung Duren, Jakarta Barat, Senin (5/7), sekitar pukul jam 12.20 nopol B 7466 IX. Sebanyak 12 orang terluka. 7. 29 Desember 2009: Sekitar pukul 14.30 WIB, bus Transjakarta dengan nomor bus JMT 061 (bus gandeng), nomor polisi B 7600 IX yang ke arah Ancol sebelum Halte Pal Putih (Koridor 5) terbakar pada bagian belakang dan separuh bagian depan yang disebabkan adanya korsleting (gangguan elektrik) pada kabel Dinamo Amper AC, sehingga menimbulkan percikan api dan asap. 8. 26 Desember 2008: Bus Transjakarta terbakar di depan kampus Atma Jaya, Jl Jend Sudirman, Jakarta Selatan, sekitar pukul 10.40 WIB. 9. 12 Desember 2008: Trans Jakarta JET 032 musnah terbakar sebelum memasuki terminal Blok M. 10. 22 Februari 2008: Bus Transjakarta terbakar di Jalan Ridwan Rais, Jakarta Pusat. Bus bernomor B 7475 ZX itu, mengeluarkan asap putih pada bagian atap. Api diduga berasal dari pendingin bus yang ada di atas. Di Tugu Tani, bus berhenti untuk mengeluarkan sekitar 40 penumpang. 11. 2 Mei 2007: Trans Jakarta TB 003 meledak ketika sedang diperbaiki di pool Perintis (TB), Jakarta Timur. Empat orang pekerja yang sedang memperbaiki tabung gas mengalami luka bakar. ***
Salah satu kebakaran yang dialami Bus TransJakarta, bisa dilihat dengan mengklik link di bawah ini:
http://news.liputan6.com/read/256550/Bus.TransJakarta.Meledak.dan.Terbakar [caption id="attachment_201017" align="aligncenter" width="640" caption="Sumber: Edorusyanto.wordpress.com)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H