Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Batalnya Konser Lady Gaga, Benarkah Bangsa Indonesia Ini Berbudi Luhur?

27 Mei 2012   17:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:42 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1338139262621260743

[caption id="attachment_179290" align="aligncenter" width="619" caption="Para penggemar Lady Gaga yang sedang mengantri tiket Konser Lady Gaga, yang kemudian dibatalkan itu (Sumber: Kompas.com)"][/caption]

Promotor konser Lady Gaga, Big Daddy Entertainment pada Minggu, 27 Mei 2012 telah mengumumkan bahwa dengan alasan keamanan yang tak terjamin, mereka terpaksa memutuskan untuk membatalkan konser yang sedianya akan diselenggarakan pada Minggu, 3 Juni 2012 mendatang.

Ditinjau dari perkembangan situasi dan kondisi sampai hari-hari terakhir ini memang sebaiknya promotor konser itu membatalkan konser tersebut. Karena memang kelihatannya berpotensi kuat akan berubah menjadi kerusuhan yang besar.

Sejak awal ancaman demi ancaman oleh FPI yang telah menyatakan jika konser tetap dilakukan, mereka akan menurunkan massanya sebanyak mungkin untuk menghadang dan menutup akses ke Gelora Bung Karno, tempat acara konser rencananya akan diselenggarakan, pihak Kepolisian Polda Metro Jaya, maupun Mabes Polri tidak pernah mengeluarkan pernyataan yang mengkonter ancaman tersebut.

Bahkan, ketika Mabes Polri dan Menko Polkam yang sedikit memberi signal kemungkinan konser tersebut diizinkan, FPI mengencam keras, dan massanya melakukan aksi unjuk rasa di kantor mereka masing-masing, tidak ada reaksi apapun yang diberikan dari pihak Kepolisian.

Wajar sekali, mengingat “reputasi” FPI dan polisi selama ini (yang selalu berada di belakang FPI), bertele-telenya Polri bersikap, pihak penyelenggara merasa tidak dijamin keamananya. Akhirnya dengan dasar berpikiran rasional, tidak memaksakan konser tersebut tetap diselenggarakan.

Sejak awal tidak ada jaminan keamanan dari Polri. Kalau dipaksakan besar kemungkinan bukan hanya berpotensi menimbulkan kekacauan, tetapi bahkan kerusuhan yang jauh lebih serius.

Kalau sudah begitu hampir pasti pihak Polri akan menyalahkan pihak penyelenggara. Pihak promotor akan diproses hukum, dan bukannya pihak yang membuat kerusuhan itu. Seperti yang sudah sering terjadi selama ini. “Bukankah sejak awal sudah kami peringati?” Kira-kira akan terdengar pernyataan mereka seperti itu.

Setelah pihak promotormenyatakan tidak ada jaminan keamanan bagi terselenggaranya acara konser itu, barulah pihak Polda Metro Jaya bereaksi. Membantah. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto bilang, “Selama penyelenggara mampu melengkapi persyaratan administrasi dan lainnya, dan Mabes Polri mengeluarkan izinnya, kami siap melakukan pengamanan.” (Kompas.com, 27/05/2012).

Padahal, untuk memenuhi persyaratan yang disebutkan Rikwanto itu sulitnya bukan main, bertele-tele, tidak ada kepastian sampai hari ini, apakah ya atau tidak. Sedangkan hari H-nya semakin dekat. Bisa jadi, waktu yang diulur-ulur terus tanpa ada kepastian tersebut merupakan bagian dari taktik Polri, agar akhirnya pihak promotorlah yang berinisiatif membatalkan sendiri konser tersebut. Kalau mereka yang menyatakan tidak memberi izin, takut mendapat imej yang jelek dari publik. Mau mengizinkan, takut sama FPI.

Bayangkan, untuk mengurus satu konser Lady Gaga itu saja sampai melibatkan berbagai unsur lembaga negara dan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan agama; Kementerian Pariwisata, Polda Metro Jaya, Mabes Polri/Kapolri, Gubernur DKI, Menteri Tenaga Kerja, Menko Polhukkam, DPR, MUI, dan seterusnya.

Sebenarnya, masih ada lagi yang namanya Gugus Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Pornografi, yang dibentuk oleh Presiden SBY pada 2 Maret 2012 lalu. Satgas yang sampai terdiri dari limabelas menteri, Kapolri dan Jaksa Agung, Ketua KPI dan Ketua LSF, dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 25 Tahun 2012 itu, belum apa-apa sudah mandul. Seharusnya, Satgas inilah menentukan dalam kasus ini, tetapi kenyataan justru FPI-lah yang paling menentukan.

Inilah satu-satunya negara di dunia yang “hanya” untuk mengurus masalah pornografi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan moral, etika dan sejenisnya sampai melibatkan begitu banyaknya unsur lembaga pemerintahan, lembaga kemasyarakatan dan keagamaan. Juga, satu-satunya negara di dunia yang begitu ribut dan berlarut-larut hanya untuk urusan konser seorang Lady Gaga, dengan alasan bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, moral, etika, dan budaya bangsa Indonesia yang luhur.

Maka, atas nama nilai-nilai keagamaan, moralitas, etika, dan budaya bangsa Indonesia pun, akhirnya konser Lady Gaga gagal diselenggarakan di Jakarta.

Baiklah, taruhlah semua tuduhan kepada Lady Gaga itu adalah benar. Termasuk dia adalah pemuja setan. Yang saya tanyakan kepada Polri adalah apakah aksi-aksi anarkis yang selama ini terjadi di NKRI ini, ketika ormas-ormas dan masyarakat tertentu yang menghalang-halangi orang beragama lain (minoritas) beribadah menurut keyakinannya itu, dengan cara-cara teror psikis dan fisik; menutup paksa tempat ibadahnya, mengusirnya, memukulnya, mengganggu dengan pengeras suara ketika ibadah sedang berlangsung, dan lain sebagainya itu, apakah itu semua sesuai dengan nilai-nilai keagamaan, moralitas, etika, dan budaya bangsa Indonesia? Kalau tidak, kenapa selama ini Polri selalu membiarkannya terus berlangsung sampai hari ini?

Seperti yang baru-baru ini terjadi pada jemaat HKBP Filadelfia, Tambun, Bekasi (17 Mei 2012, ketika sedang beribadah memperingati Hari Kenaikan Yesus Kristus), pendetanya dan jemaatnya disiram dengan air kencing dan air comberan oleh kelompok masyarakat tertentu (Mediaindonesia.com).

Sebelumnya, setiap hari Minggu, ketika ibadah sedang berlangsung, selalu diganggu dengan suara-suara keras gaduh, yang disalurkan dari beberapa speaker TOA ukuran besar yang sengaja diarahkan ke lokasi ibadah dalam jarak hanya beberapa meter. Seperti yang bisa disaksikan ditayangan di bawah ini:

Ini bukan masalah agama, tetapi lebih pada masalah hukum, moral, etika dan budaya bangsa Indonesia yang katanya berjiwa luhur itu. Sampai-sampai konser sejenis Lady Gaga harus dibatalkan. Apakah orang yang sedang beribadah itu bertentangan dengan semua itu? Sehingga tak jarang polisi yang hadir malah membiarkan teror terhadap mereka itu terus terjadi, atau malah menghimbau sampai memaksa kelompok yang sedang beribadah itulah yang “mengalah”, membatalkan ibadahnya, atau pindah ke tempat lain. Dengan alasan supaya tidak terjadi keributan dan kekerasan. Jadi, bukan pelaku anarkis/terornya yang diatasi polisi, tetapi justru korbannya yang disuruh mengalah, mengikuti maunya peneror. Supaya jangan terjadi kekerasan kepadanya.

Kalau itu logikanya, nanti kalau polisi melihat ada orang mau dirampok, jangan menangkap perampoknya, tetapi bilang saja pada korbannya, lebih baik serahkan saja semua barang berharganya kepada perampok itu. Demi tak terjadi kekerasan kepada korban itu.

Saya juga bertanya, negara-negara yang mengizinkan konser Lady Gaga itu terselenggara, yakni Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Philipina, dan Singapura itu, apakah pejabat pemerintah dan rakyatnya secara moral, etika, dan budaya, mereka itu (menjadi) lebih rendah daripada Indonesia?

Memang betul ada komponen-komponen masyarakatnya, seperti kelompok Kristen tertentu di Korea Selatan dan Philipina yang menolak konser Lady Gaga itu dengan alasan Lady Gaga menghujat Yesus Kristus, menghina Kristen, tetapi itu dilakukan dengan unjuk rasa yang tertib, dan dengan doa-doa yang dipanjatkan. Apakah cara mereka ini lebih tak bermoral daripada cara yang dilakukan di Indonesia, yang dilakukan dengan cara mengancam dan memaksa kehendak? Apakah pejabat pemerintah dan polisi di negara-negara itu lebih tak bermoral – karena mengizinkan terselenggaranya konser Lady Gaga itu,daripada pejabat pemerintah dan polisi Indonesia yang dengan atas nama moral dan lain-lain itu tidak mengizinkan konser diselenggarakan?

Bukankah para pelaku teror dan anarkis terhadap orang-orang yang sedang beribadah itu justru berperilaku seperti setan, atau monster? Orang sedang berdoa kepada Tuhan, kok diganggu dan diteror? Ini 'kan mental setan, atau monster. Kalau yang begini kok polisi  kompromi? Jadi, sekali lagi, apakah perilaku para "monster" atau "setan" ini sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas, budaya, dan hukum di Indonesia, Pak Polisi?

Saya sendiri baru tahu ada artis penyanyi yang bernama Lady Gaga dengan segala aksi dan pernak-perniknya itu setelah muncul keributan di Indonesia. Sedikitpun saya tidak berminat menontonnya. Saya sangat bingung dan sangat prihatin dengan ketidakberdayaan pemerintah dan aparat di sini, dan dengan adanya standar ganda yang selalu diterapkan di NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ini. Standar ganda, baik dari aspek hukum, maupun moral.

Benarkah bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang berbudi luhur? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun