[caption id="attachment_101918" align="alignleft" width="400" caption="Seandainya polisi mengimplementasikan instingnya, mungkin pelaku bom bunuh diri itu akan mengalami nasib seperti ini sebelum melancarkan aksinya (ilustrasi: latihan gabungan antiteror TNI-Polri di Surabaya / detik.com)"][/caption]
Kalau kita datang ke kantor-kantor polisi, terasa ada yang "janggal."
Kalau masuk ke mal-mal, hotel-hotel, atau pusat-pusat perkantoran tertentu saja setiap pengunjung diperiksa, bahkan ada beberapa yang dilengkapi dengan alat detektor di setiap pintu masuknya, tidak demikian di kantor-kantor polisi. Sama sekali tidak ada pemeriksaan apapun. Orang bebas masuk keluar di kantor polisi.
Paling kita hanya perlu permisi di pos masuk. Setelah itu bebas masuk. Tas, rangsel, dan barang bawaan lainnya tidak dilirik sama sekali.
Saya bilang "janggal," karena dalam situasi dan kondisi seperti ini, di mana terus terjadi perang antara polisi melawan teroris, kenapa tingkat pengamanan di kantor-kantor polisi sedemkian minimnya?
Sudah sekian banyak teroris yang berhasil ditangkap, atau tewas di tangan polisi (Densus 88), termasuk para pentolannya. Kemudian teroris pun tidak tinggal diam, mereka beberapakali melakukan serangan balik. Meskipun masih dalam taraf relatif kecil. Seperti yang terakhir terjadi pada 22 September 2010, di Polsek Hamparan Perak, Deli Serdang, tiga anggota polisi yang sedang bertugas di sana tewas ditembak oleh sekelompok teroris yang menyerbu dan kemudian membakar Polsek tersebut.
Di tahun 2010 tercatat sedikitnya 10 orang polisi (termasuk tiga anggota Densus 88) tewas di tangan teroris. Sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Iskandar Hasan saat melakukan jumpa pers di Kepolisian Resor Kota Surakarta, pada Desember 2010 lalu (Tempo Interaktif, 14/12/2010).
Dalam perkembangannya kemudian sudah ada signal-signal, bahkan ada temuan inteljen telah memastikan bahwa sasaran para teroris kini mulai terarah kepada sasaran-sasaran tertentu yang merupakan simbol-simbol negara. Tidak lagi menjadikan tempat-tempat publik sebagai sasaran utamanya. Institusi Polri merupakan salah satunya.
Maka dalam keadaan demikian, bukankah terasa janggal kalau di setiap kantor polisi tidak terlihat sedikitpun upaya pengamanan, pemeriksaan terhadap setiap pengunjung yang masuk-keluar di sana?
Sekarang, setelah Malpolresta Cianjur diserang bom bunuh diri, baru muncul instruksi dari Kapolri agar seluruh Kepolisian RI di Indonesia lebih waspada dengan meningkatkan sistem keamanan di kantor-kantornya. Apakah akan ada segera perubahan sistem pengamanan di sana, sesuai dengan Instruksi Kapolri itu? Saya khawatir akan tetap sama saja seperti sekarang. Instruksi Kapolri akan lewat begitu saja. Kalau pun ada, efektifnya sementara saja.
Bukankah tempo hari begitu juga? Ketika Polsek Perak, Deli Serdang pada 22 September 2010 diserbu teroris, menewaskan tiga orang polisi, Kapolri juga menyerukan hal yang sama, tetapi prakteknya tetap saja (sistem pengamanan yang nyaris tidak ada).