Meskipun Ruhut Sitompul telah mengakui, dan juga para petinggi Partai Demokrat telah mengatakan bahwa usulan perpanjangan masa jabatan presiden dengan mengamandemenkan UUD 1945 adalah usulan pribadi yang bersangkutan, tetapi tetap saja masih diperlukan suatu tindakan lebih lanjut dari partai Demokrat terhadap si Ruhut ini. Misalnya, dengan memberikannya suatu peringatan keras kepada Ruhut, agar dilain waktu kalau mau melontarkan wacana yang kontroversial terlebih dahulu harus dibicarakan secara internal partai. Kalau masih berbuat, dikenakan sanksi yang berat.
Karena apa?
Karena bukan rahasia lagi bahwa citra Presiden SBY saat ini terus menurun dimata publik. Akibat ulah dari Ruhut ini semakin menyurutkan citra SBY. Meskipun kemudian SBY telah mengresponnya dengan mengatakan bahwa tiada niatnya untuk memperpanjang masa jabatan presidennya, termasuk dengan mencalonkan istri atau anaknya di pilpres akan datang, publik yang sudah telanjur apatis tetap akan memandangnya secara negatif.
Bukankah si Ruhut ini juga sempat menyatakan bahwa dia pernah mengusulkan hal ini langsung kepada SBY, dan SBY tidak menolaknya? (Metronews, 18/08/2010).
Efek pernyataan ini sangat serius kalau tidak dilakukan klarifikasi langsung oleh SBY.
Jangan-jangan ini seperti cerita rekayasa pahlawan dari seorang lelaki yang naksir seorang cewek. Dia bersengkongkol dengan beberapa laki-laki bertampang preman. Menganggu, atau menjabret si cewek, kemudian muncullah si cowok sebagai pahlawan menolong si cewek menghajar sampai babak-belur ”para preman” tersebut. Si cewek pun kagum terhadap “kehebatan” si cowok, dan diterimalah si pahlawan sebagai kekasihnya.
Publik bisa saja dan itu wajar beranggapan bahwa mereka, SBY dan Partai Demokrat-nya sebenarnya sedang bermain sandiwara (melakukan rekayasa) untuk melakukan test kasus untuk mengukur respon publik dan para politisi apabila wacana perpanjangan masa jabatan presiden tersebut benar-benar serius dilakukan.
Ruhut digunakan sebagai ujung tombak melakukan uji coba tersebut.
Kalau responnya positif, mereka akan maju terus. Kalau responnya negatif, mereka akan muncul dengan pernyataan seperti sekarang; menyatakan wacana tersebut hanya usulan pribadi dari Ruhut. Partai Demokrat, apalagi Presiden SBY, tidak punya pikiran ke situ.
Maka momen ini pun digunakan untuk membangun pencitraan positif SBY lagi. Bahwa beliau tetap konsisten dengan semangat reformasi dan betul-betul tidak haus kekuasaan, termasuk memajukan anak atau istrinya sebagai calon penggantinya.
Hal tersebut terkesan dari pernyataannya yang begitu cepat merespon wacana si Ruhut ini. Padahal SBY sudah terkenal sebagai “presiden paling lambat bereaksi dalam sejarah Republik Indonesia dalam menghadapi berbagai masalah.”
SBY dengan gagahnya sebagai seorang demokrat sejati mengatakan bahwa tiada niatnya untuk memperpanjang masa jabatannya lewat cara apapun.Bahkan dia mengingatkan bahwa saat gagasan pembatasan masa jabatan presiden dibahas pada awal era reformasi, 1998-1999,dia menjabat sebagai Ketua Fraksi ABRI MPR. Ketika itu dia terlibat aktif untuk mendorong gagasan tersebut ditetapkan dalam konstitusi.
Maka publik pun (diharapkan) mangut-mangut kagum melihat sosok seorang SBY dengan prinsipnya seperti itu. Sosok yang patut diteladani.
Mudah-mudahan saja pernyataan tersebut bisa dipegang. Karena kebiasaan para pejabat (tinggi) kita punya jurus-jurus ampuh untuk mengubah pernyataannya tersebut. Misalnya, “Karena rakyat menghendaki, maka amandemnen UUD 1945 diperlukan ...” dan seterusnya.
Atau jangan sampai dalam sejarah Republik ini, ada presiden yang setelah masa jabatannya habis, karena tidak mungkin mencalonkan diri sebagai presiden lagi, maka dia mengakalinya dengan mencalonkan diri sebagai wakil presiden, demi tetap berada di kursi kekuasaan. Sebagaimana telah terjadi di beberapa Pilkada. Kepala daerah (walikota/bupati) rela “turun jabatan” berubah menjadi wakil kepala daerah supaya tetap bisa bercokol dikursi kekuasaan.***
http://nasional.kompas.com/read/2010/08/18/19260473/SBY.Konsisten.Akhiri.Masa.Jabatan.2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H