[caption id="attachment_316321" align="aligncenter" width="400" caption="Minggu, 20 Juli 2014, dua hari menjelang pengumuman hasil rekapitulasi nasional Pilpres 2014 oleh KPU. Presiden SBY berupaya merekatkan Jokowi dan Prabowo di kediamannya, di Cikeas, Bogor (Harian Kompas, Senin, 21/07/2014)"][/caption]
Selasa, 22 Juli 2014 ini adalah hari bersejarah bagi kita semua. Bagi kita, rakyat Indonesia pada umumnya, hari ini akan mendapat kepastian siapa presiden dan wakil presiden baru kita. Yang terpenting bukan presiden dan wakil presiden barunya, tetapi yang terpenting adalah sepasang pimpinan baru kita yang berbeda dengan pimpinan-pimpinan sebelumnya, yaitu mereka yang membawa kita ke realita suatu Indonesia yang benar-benar baru (bukan Orde Baru), Indonesia yang hebat!
Melalui quick count (hitung cepat) yang dilakukan oleh delapan lembaga survei terpercaya, sebenarnya kita sudah mengetahui siapakah sepasang pimpinan baru yang benar-benar akan membawa kita ke realita Indonesia baru nan hebat itu, yaitu Jokowi-JK. Tetapi, pada 22 Juli 2014 ini adalah saat negara yang diwakili oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi melakukan hitung suara secara nyata, atau yang disebut real count dari seluruh Indonesia (nasional). Itulah hitungan dan keputusan resmi mengenai siapa sepasang presiden dan wakil presiden baru yang akan dilantik pada 20 Oktober 2014.
Sebagai negara demokrasi terbesar nomor tiga di dunia, kita semua harus menghormati proses perhitungan suara oleh KPU tersebut. Apabila nanti semuanya berjalan lancar, tertib, dan aman, maka kita semua patut bangga, karena kita semua telah membuktikan kepada dunia bahwa kita memang negara demokrasi yang besar. Meskipun di antara kita banyak berselisih paham selama proses Pilpres karena mendukung capres-cawapres yang berbeda, tetapi kita tetap berada dalam kesatuan bangsa yang menghormati proses pemilihan presiden dan wakil presiden itu. Siapa pun yang terpilih kita harus menerima dan menghargainya, dan tetap adalah bangsa Indonesia yang satu.
Rakyat Indonesia secara umum telah memperlihatkan adanya semangat demokrasi dan persatuan yang begitu tinggi sebagaimana dimaksud di atas. Sekarang, tinggal bagaimana sikap para elit politiknya. Pada saat ini ada tiga pihak elit politik yang paling menentukan jalannya proses demokrasi yang selama ini sudah berjalan dengan baik, apakah akan terus baik sampai pada akhirnya.
Presiden SBY
Yang pertama, adalah Presiden SBY. Sebagai presiden yang saat ini masih berkuasa, maka SBY-lah yang paling sentral perannya dalam menjaga dan menjamin lancarnya proses Pilpres ini sampai akhirnya, sampai KPU mengumumkan hasil Pilpres itu secara resmi, terus berkesinambungan sampai saat pelantikan presiden dan wakil presiden baru pada 20 Oktober 2014.
Di akhir masa jabatannya, setelah menjalaninya selama dua periode, saat ini menjadi saat akhir yang paling menentukan bagi SBY, apakah sejarah akan mencatat namanya dengan tinta emas, yang akan dikenang terus oleh rakyatnya sepanjang massa, sebagai presiden yang sukses mengawal proses demokrasi sampai dengan peralihan kekuasaan secara resmi berdasarkan Konstitusi dan hukum yang berlaku, ataukah mencatat namanya dalam sejarah kegelapan bangsa dan negara, sebagai presiden pertama yang terpilih secara demokratis, tetapi juga sebagai presiden pertama yang gagal mengawal proses suksesi kepimpinan bangsa dan negara.
Sebagai presiden, jika di akhir masa jabatannya ini, SBY sukses mengawal dan mengantar proses suksesi kepimpinan di Pilpres ini, maka dia pasti akan dikenang sebagai salah satu “bapak bangsa” yang dihormati dan disegani. Sebaliknya, jika SBY gagal mengawal dan mengantar proses demokrasi ini di Pilpres ini, karena terjadi chaos dan lain sejenisnya, KPU gagal mengumumkan pemenangnya, suksesi menjadi tak pasti, apalagi sampai terjadi penggantian kekuasaan dengan cara yang bertentangan dengan Konstitusi dan hukum, maka SBY akan mengakhiri masa jabatannya ini secara hina di mata rakyatnya, dan namanya akan dicatat dalam sejarah hitam bangsa untuk sepanjang masa.
Sebagai presiden yang masih berkuasa sampai dengan 20 Oktober 2014 nanti, SBY mempunyai semua kemampuan dan kekuatan untuk menyukseskan Pilpres 2014 ini. Sebagai Presiden dan Panglima Tertinggi, dia mempunyai TNI dan Polri yang kuat, yang selalu siap diperintahkan untuk menjaga suasana politik tetap kondusif, juga selalu siap menghadapi semua kekuatan yang mungkin ada, yang hendak mencoba menggagalkan proses Pilpres ini dengan cara-cara yang bertentangan dengan Konstitusi dan hukum, demi ambisi dan tujuan politiknya.
Prabowo Subianto
Calon Presiden Prabowo Subianto bersama pasangannya Cawapres Hatta Rajasa sudah hampir dapat dipastikan kalah dari Jokowi-Jusuf Kalla (JK).
Apabila Prabowo yang mantan Danjen Kopassus, memang benar-benar berjiwa besar, dan benar-benar seorang negarawan sejati, seharusnya, seperti yang dianyatakan sendiri berkali-kali di berbagai kesempatan, bersikap legowo untuk menerima kekalahan ini.
Tidak sebaliknya, inkonsistensi, ngotot untuk melawan kenyataan, dengan berbagai dalih, nanti tidak mau menerima keputusan KPU yang memenangkan Jokowi-JK berdasarkan hasil real count yang diselesaikan hari ini (Selasa, 22 Juli 2014). Apalagi itu ditempuh dengan cara-cara yang tidak terpuji, seperti meminta KPU menunda pengumuman rekapitulasi akhir yang rencananya dilakukan pada 22 Juli ini, danrencana mengerahkan ribuan massa ke kantor KPU dengan dalih untuk ikut mengamankan KPU, padahal semua orang tahu itu hanya alasan yang mengada-ada saja. Karena untuk keperluan tersebut, Polri dan TNI sudah melakukannya dengan kekuatan penuh. Maka patut dicurigai pengerahan massa itu, hanya merupakan wujud strategi politik dari sikap yang tidak mau menerima kekalahan (berusaha mengintimidasi dan mempengaruhi KPU).
Di saat inilah Prabowo juga menentukan untuk dirinya sendiri, apakah akan dicatat dalam sejarah bangsa dan negara ini sebagai seorang negarawan yang berjiwa besar karena menerimakekalahan dalam suatu proses Pilpres, ataukah sebaliknya, dicatat dalam sejarah kegelapan bangsa ini sebagai seorang yang berjiwa kerdil, dan seorang “perusak” proses demokrasi itu sendiri, dengan tidak mau menerima kekalahannya itu. Padahal dia juga pernah menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling menjunjung tinggi demokrasi yang telah diperjuangkan dengan sangat susah payah.
Nama Prabowo sebelumnya sudah “rusak” di mata sebagian masyarakat Indonesia, karena rekam jejaknya dicatat dalam sejarah sebagai seorang prajurit TNI yang pernah melakukan pelanggaran HAM berat, memerintahkan penculikan aktitifis pro-demokrasi, dan dipecat sebagai prajurit TNI oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Faktor inilah juga yang pasti ikut menggerus elektabilitas Prabowo di Pilpres 2014 ini. Sampai hari ini, Prabowo belum mampu mencuci namanya secara tuntas dan signifikan, janganlah dia menambah lagi catatan hitamnya dengan merusak proses demokrasi di Pilpres 2014 ini.
Apakah sikap Prabowo ini juga karena dia sebagai seorang bekas militer, tidak sudi dikalahkan oleh seorang sipil sederhana seperti Jokowi? Merujuk pada artikel jurnalis asal Amerika Serika, Allan Nairn, yang mengaku, Prabowo pernah mengatakan, tidak sudi militer tunduk pada presiden sipil (buta lagi).
Prabowo masih punya kesempatan untuk tidak melakukan kesalahan fatal lagi dalam menjalani sejarah demokrasi bangsa ini.
Joko Widodo (Jokowi)
Jokowi dan JK sudah hampir dapat dipastikan keluar sebagai pemenang di Pilpres 2014. Masa penentuannya, hanya tinggal hitungan jam, hari ini, 22 Juli 2014, ketika secara resmi KPU melakukan pengumuman hasil real count nasionalnya. Kemudian, mereka berdua akan dilantik pada 20 Oktober 2014, menjadi presiden dan wakil presiden NKRI ini untuk lima tahun ke depan.
Sejak semula Jokowi sudah memperlihatkan karakter-karakter kenegarawannya. Selama kampanye Pilpres, meskipun dihujat habis-habisan, dihina, dan difitnah dengan berbagai cara, termasuk SARA (kasus “tabloid Obor Rakyat”, dan lain-lain), bahkan termasuk oleh Prabowo, Jokowi tidak pernah membalasnya sama sekali. Selama kampanyenya Jokowi tidak pernah menjelek-jelekkan lawannya, apalagi mengfitnahnya seperti yang bertubi-tibi diaterima, sehingga menggurangi elektabilitasnya secara curang. Seandainya tidak ada semua bentuk kampanye hitam itu, kemungkinan besar Jokowi-JK akan menang dengan selisih suara yang jauh lebih besar.
Meskipun sudah hampir dipastikan menang, Jokowi tidak memperlihatkan sikap-sikap yang jumawa. Dengan jiwa besarnya, begitu kemenangan sudah dapat dipastikan, meskipun masih berdasarkan hitung cepat dari delapan lembaga survei yang terpercaya, Jokowi sudah langsung berinisiatif untuk melakukan langkah-langkah rekonsiliasi di antara kubunya dengan kubu Prabowo-Hatta. Jokowi sudah berinisiatif untuk bersama JK mengadakan pertemuan rekonsiliasi dengan Prabowo-Hatta, meskipun belum memperoleh respon dari Prabowo, yang kelihatannya masih menaruh dendam kepada Jokowi.
Setelah Pilpres 2014 ditutup pada 9 Juli lalu, dan hasil hitung cepat menunjukkan kemenangannya, selain mengajak rekonsiliasi dengan Prabowo-Hatta, Jokowi juga yang pertama kali berinisiatif, bersama JK, mendatangi Presiden SBY untuk meminta nasihat-nasihatnya, dan meminta SBY sebagai presiden menjaga suasana politik negara supaya tetap kondusif, sampai dengan KPU mengumumkan hasil Pilpres secara resmi pada 22 Juli sekarang ini, seterusnya sampai dilantiknya presiden-wakil presiden yang baru.
Ketika kubu Prabowo sibuk dengan rencana pengerahan massa di kantor KPU, Jokowi malah bersikap sebaliknya, dia menyerukan berkali-kali secara langsung, maupun melalui media sosial, kepada semua parpol dan relawan pendukung Jokowi-JK, agar tidak melakukan pengumpulan massa di KPU, melepaskan semua atribut sebagai kubu Jokowi-JK, termasuk baju kotak-kotak, salam dua jari, dan sebagainya, untuk kembali ke Indonesia Raya, dengan salam lima jari, Pancasila.
[caption id="attachment_316355" align="alignnone" width="319" caption="Pesan dari Jokowi yang disampaikan melalui media sosial (sumber: Face Book Jokowi)"]
Semoga hari ini yang merupakan hari paling menentukan untuk mengetahui secara resmi siapa presiden dan wakil presiden baru kita melalui pengumuman KPU itu, benar-benar berjalan dengan lancar, aman, dan tertib, untuk seterusnya sampai pada hari pelantikannya, dan selamanya. Amin.
[caption id="" align="alignnone" width="240" caption="(sumber: Majalah Tempo 21-27 Juli 2014)"]
***
Artikel terkait:
Kenapa Prabowo Mau Mengerahkan Massa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H