Pernyataan Prabowo yang menyatakan siap kalah di Pilpres 2014 ini, rupanya berarti siap menyalahkan siapa pun yang mereka anggap sebagai penyebab kekalahan mereka itu. Setelah KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), media sosial, Mahmud MD, para pimpinan dunia, Mahkamah Konstitusi (MK), kini bahkan kalkulator pun disalahkan! Kalkulator? Ya, kalkulator!
Komisi Pemilihan Umum (KPU): KPU dituding terlibat langsung dalam kecurangan, terlibat konspirasi dan kubu Jokowi-JK, demi kemenangan Jokowi-JK (tuduhan ini beberapakali diucapkan Prabowo, antara lain dalam pernyataannya yang dibacakan di Rumah Polonia, pada 22 Juli 2014, dan secara lebih spesifik di dalam pidatonya yang diunggah di YouTube pada 25 Juli 2014).
Bawaslu, di tuding penyebab kekalahan mereka, karena diskriminatif, tidak menindaklanjuti laporan mereka, tidak serius mengawasi KPU, dan bekerjasama dengan KPU demi kemenangan Jokowi-JK (antara lain, bisa dibaca di Merdeka.com).
Media Sosial,Juru Bicara Prabowo-Hatta, Tantowi Yahya menuding kubu Jokowi-JK telah dengan sengaja membentuk jaringan yang masif secara khusus untuk menyerang Prabowo di media sosial. “Kami patut mengakui tim Jokowi-JK ini sangat dominan dalam pembangunan isu, terutama di media sosial. Lima menit Prabowo menyatakan sikapnya, langsung jadi karikatur,” katanya saat konferensi pers di Rumah Polonia, Jakarta, Selasa (22/7/2014) malam (Kompas.com).
Mahfud MD, setelah tidak lagi bergabung dengan kubu Prabowo-Hatta (menurut Mahfud sesuai dengan perjanjian, kerjasama itu berakhir pada 22 Juli 2014), dia dituding sebagai mata-mata, musuh dalam selimut, yang disusupkan Jokowi-JK ke kubu Prabowo-Hatta, karena telah dengan sengaja menghilangkan barang-barang bukti kecurangan kubu Jokowi-JK berupa data tabulasi suara milik PKS. Mahfud membantah keras tudingan yang disebutkan tak masuk akal itu (atau mungkin yang menuding itu sudah kehilangan akal sehatnya?) (bisnis.com)
Kubu Prabowo-Hatta sempat sesumbar akan mengirim 10 truk barang bukti kecurangan ke MK bersamaan dengan pendaftaran gugatan mereka ke MK pada 22 Juli itu, tetapi ternyata tidak ada.
Barangkali 10 truk yang dipakai untuk membawa barang-barang bukti dimaksud itu ternyata adalah 10 autorobot (truk robot) anggota pasukan robot dari Optimus Prime dari Transformers. Ketika di tengah jalan mereka berubah menjadi robot, kemudian membawa lari semua barang bukti itu. Jadi, bukan Mahfud MD pelakunya, tetapi Optimus Prime dari Transformers!
[caption id="attachment_317042" align="aligncenter" width="739" caption="Optimus Prime G1 Trailer ketika mentransfomer diri akan menjadi Optimus Prime (sumber: letohatchee.deviantart.com / hdwallpaper.in)"][/caption]
Warga Korea Selatan dan Tiongkok
Letjen (Purn) Yunus Yosfiah dari kubu Prabowo-Hatta menuduh adanya 37 peretas (hacker) asal Korea Selatan dan Tiongkok yang menggelembungkan suara golput di komputer KPU.
"Sekitar 4 juta suara dimanipulasi," katanya di Jakarta, Selasa. Para peretas itu, kata dia, memanipulasi penggelembungan suara golput di beberapa kecamatan di Jateng, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sulawesi Utara (Republika.co)
Pernyataan ini sempat membuat sibuk pihak Kedutaan Besar Korea Selatan dan Mabes Polri. Kedua pihak membantah pernyataan Yunus yang entah diadapat dari alam mimpi mana itu. Sedangkan pihak Tiongkok tidak memberi tanggapan, mungkin karena mereka pikir untuk apa buang-buang waktu berharga mereka, menangapi kisah fiksi pihak yang lagi galau karena kalah itu.
Para Pimpinan Dunia
Para pemimpin dunia satu persatu memberi ucapan selamat langsung kepada Jokowi karena telah terpilih sebagai Presiden RI periode 2014-2019 itu, sesuai dengan pengumuman resmi KPU (22/07/2014). Pemberian ucapan selamat dari para pimpinan dunia itu, rupanya membuat gerah kubu Prabowo-Hatta.
Melalui Juru Bicara mereka, Tantowi Yahya, dengan kesal mengatakan, "Bagi saya aneh, sekaligus mengundang pertanyaan, ketika hasil Pilpres masih dalam sengketa, para pimpinan dunia telah menyampaikan ucapan selamat," ujar Tantowi, Kamis 24 Juli 2014 (Viva.co.id)
Padahal justru publik yang menganggap mereka itu aneh, beda sendiri, karena tidak mau mengaku kalah, kemudian membuat hal yang sebenarnya sudah selesai itu menjadi sengketa (yang konyol).
KALKULATOR:Kompas.com menemukan banyak kejanggalan di dalam dokumen gugatan Prabowo-Hatta ke MK yang bisa dilihat di laman Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satunya adalah kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di dokumen awal gugatan. Misalnya, pada poin 4.7 halaman 8 bagian Pokok Permohonan, Prabowo-Hatta mengklaim kemenangan dalam Pemilu Presiden 2014 dengan perolehan suara 67.139.153 atau 50,25 persen, sedangkan pasangan Jokowi-JK mendapatkan 66.435.124 suara atau 49,74 persen. Jika kita jumlahkan, maka hasilnya 99,99 persen (tidak sampai 100 persen, sebagaimana seharusnya), tetapi di dokumen itu penjumlahannya ditulis 100 persen. Angka-angka persentase ini ditulis sama di semua bagian berkas tersebut. Pembulatan angka pada persentase suara milik Prabowo-Hatta seharusnya 50,26 persen.
Dalam dokumen yang sudah direvisi, angka persentase perolehan suara Prabowo-Hatta tetap tidak berubah, yakni 50,25 persen. Berarti mereka tidak memeriksa ulang angka-angka ini, atau menganggapnya sudah benar (padahal salah).
[caption id="attachment_317040" align="aligncenter" width="780" caption="Salinan berkas gugatan pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menunjukkan jumlah perolehan suara versi mereka. (Kompas.com / Mahkamahkonstitusi.go.id)"]
Ketika hal itu dikonfirmasikan Kompas.com ke anggota tim hukum Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail, dia malah menyalahkan kalkulator!Maqdir mengatakan, kesalahan-kesalahan di dalam isi dokumen gugatan ke MK itu hanya kesalahan ketik maupun penghitungan. Menurut Maqdir, kesalahan itu bisa saja terjadi pada kalkulator yang digunakan untuk melakukan penghitungan.
"Itu kan manusiawi kalau soal jumlah persentase. Yang penting mari kita lihat substansinya. Kalkulator juga kan kadang-kadang dia enggak sampai (penghitungan) seperti itu," kata Maqdir saat dihubungi Kompas.com, Minggu (27/7/2014).
Jadi, pengacara satu ini menganggap angka-angka dalam sebuah dokumen gugatan bukan termasuk hal yang substansial? Sudah begitu alasannya pun lucu sekali.
Pertama, masa hanya untuk menjumlahkan 50,25 persen dengan 49,74 persen masih pakai kalkulator? Anak kelas 3 SD saja sudah bisa berhitung di luar kepalanya, untuk menjumlahkan dua angka sederhana begitu. Masa tim pengacaranya yang sampai 95 orang itu, untuk berhitung hitungan sederhana itu saja masih harus pakai kalkulator? Parahnya, sudah pakai kalkulator, kok bisa masih salah lagi? Sudah begitu,eh, kalkulatornya yang disalahkan!
Jangan-jangan kalkulator yang dipakai itu kalkulator yang sama ketika mengumumkan hasil hitung cepat versi mereka di TV One, yang juga pernah melakukan kesalahan konyol serupa? Seperti di bawah ini:
[caption id="attachment_317037" align="aligncenter" width="490" caption="Skor hitung cepat Pilpres 2014 abai-abai ala RCTI (LSN: jumlah total 100,35 persen suara)"]
[caption id="attachment_317038" align="aligncenter" width="474" caption="Skor hasil hitung cepat Pilpres 2014 abai-abai ala TV One (jumlah total suara 100,01 persen) "]
Kedua, lembaran demi lembaran dokumen itu sudah direvisi. Tetapi, ternyata antara dokumen sebelumnya dengan yang sudah direvisisi, angka-angka tersebut tidak direvisi sama sekali. Angka-angka itutercantum di beberapa halaman dokumen itu, dan semuanya tetap jumlah totalnya tidak mencapai 100 persen, tetapi ditulis 100 persen.
Mungkin seharusnya hal ini perlu ditanyakan kepada Ketua Tim Advokat Prabowo-Hatta, Mahendratta, yang juga selama ini kita kenal adalah Ketua Tim Pembela Muslim (TPM) yang spesialis pembela teroris-teroris yang mengatasnamakan agama Islam itu.
Kenapa Prabowo memakai jasa pengacara TPM ini? Apakah ada semacam sinerji juga dengan FPI, yang bertekad membubarkan pasukan pembasmi teroris dari Polri, Densus 88? ***
Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1435 H. Mohon Maaf Lahir dan Bathin.
Artikel terkait:
Tuding Sana, Tuding Sini, Media Sosial pun Dituding