[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="(arulastro.blogspot.com)"][/caption]
Seorang laki-laki sedang berjalan di hutan yang lebat. Tiba-tiba dia terperosok ke dalam jurang yang dalam. Seketika itu juga tubuhnya meluncur deras ke dasar jurang itu, kedua tangannya mengapai-gapai, mencoba mencari apa saja yang bisa diraih untuk menahan laju tubuhnya, tetapi tida ada. Beberapakali dia bisa meraih dahan dan ranting-ranting tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di dinding jurang itu, tetapi semuanya itu terlalu kecil untuk bisa menahan laju tubuhnya. Semuanya patah, tercabut dengan akar-akarnya, jatuh ke bawah, mengikuti tubuh laki-laki itu yang masih terus meluncur kencang itu.
Ketika dia mulai putus asa, tangan kanannya tiba-tiba berhasil meraih sebuah batang pohon yang tumbuh di dinding jurang itu. Tubuhnya tertahan sesaat, dengan segera tangan kirinya pun ikut meraih dahan pohon itu, yang ternyata ukurannya tidak besar, tetapi cukup kuat untuk menahan luncuran tubuhnya itu. Tubuhnya pun terayun-ayun di dinding jurang itu.
Sesaat setelah berhasil mengambil nafas dan menenangkan dirinya, laki-laki itu mulai memeriksa keadaan di sekelilinginya. Dahan yang menjadi tempatnya bergelantungan itu berasal dari sebuah pohon berukuran kecil, yang tumbuh di cela-cela dinding batu jurang itu. Selain dahan pohon itu, tidak ada lagi tempat lain yang bisa dipakai untuk menyelamatkan dirinya. Untuk naik ke pohon itu juga tidak mungkin karena poisisinya yang sedemikin rupa dan ukurannya yang kecil.
Ketika dia melihat ke bawah, ternyata dasar jurangnya masih jauh, masih sekitar 20 meter lagi, tidak mungkin untuk bisa meloncat ke bawahnya dengan selamat. Untuk memanjat kembali naik ke atas sama tidak mungkinnya karena dinding jurang yang curam, tidak ada tempat yang bisa dipakai untuk berpijak, dan tingginya sekitar 50 meter. Lebih parah lagi, ini tengah-tengah hutan yang sangat jarang dilewati orang.
Alhasil laki-laki itu hanya bisa bergelantungan di tengah-tengah jurang itu. Dia berteriak-teriak minta tolong, sampai suaranya serak. Tidak ada yang mendengarnya. Berjam-jam kemudian. Kedua tangannya sudah hampir tidak kuat lagi menahan. Baru kemudian dia ingat akan Tuhan!
Dia pun berdoa dengan keras-keras, “Tuhaaan tolonglah Aku!” Tuhaaan, tolonglah aku! Selamatkan hambaMu ini, Tuhaan! Aku percaya akan kebesaranMu, Tuhan, aku percaya akan kemurahan hatiMu, Tuhan, aku percaya akan mujizatMu dan kasihMu. Aku percaya, aku sungguh-sungguh dengan segenap hatiku percaya kepadaMu, Tuhan!”
Berkali-kali dia berdoa dengan suara keras seperti itu, sampai tiba-tiba terdengar suara dari langit: “AnakKu yang Ku kasihi, Aku akan menyelamatkanmu. Sekarang, lepaskan kedua tanganmu!”
Spontan laki-laki itu terkejut bukan main, “Apaaaa!?? Aku harus melepaskan kedua tanganku ini? Apa Kau gila?”. Dia membayangkan begitu kedua tangannya itu dialepaskan, tubuhnya segera meluncur turun ke dasar jurang, dan remuk. Maka, dia terus saja berpegangan pada dahan pohon itu. Diam lama sekali. Sampai tubuhnya lemas, tangannya lemas, dia pingsan. Kedua tangannya terlepas, jatuh dan mati di dasar jurang itu dengan tubuh remuk.
Padahal jika dia mematuhi suara dari langit itu untuk melepaskan kedua tangannya saat itu, ketika tubuhnya masih kuat, dia pasti selamat. Karena persis di bawah kedua kakinya, hanya sekitar 30 cm, ada tonjolan tanah yang cukup lebar, yang bisa diapakai sebagai pijakannya. Di sekitarnya ada juga beberapa tonjolan lainnya, yang meskipun lebih kecil bisa dipakai untuk menuruni jurang itu dengan selamat.
*
Cerita ini mengilustrasikan tentang orang-orang yang biasanya mengaku-ngaku imamnya percaya kepada Tuhan, tetapi sesungguhnya tidak. Kebesaran Tuhan yang tak terbatas itu sering diukur dengan logikanya sebagai manusia yang serba terbatas. Apa yang dianggap di luar logikanya, dianggap tidak mungkin terjadi.
Kita sebagai manusia, memang umumnya gampang mengaku percaya kepada Tuhan. Tetapi biasanya Tuhan adalah yang paling akhir kita ingat jika sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Lebih parah lagi adalah ketika Tuhan sudah mengulur tanganNya untuk membantu kita, kita mengabaikannya, karena pertolongan yang datang dariNya itu tidak dengan cara yang seperti kita harapkan atau kita bayangkan. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H