Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akhir yang Indah bagi SBY, Awal yang Indah bagi Jokowi

28 Agustus 2014   07:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:18 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14091620351052549480

SBY dan Jokowi ketika mengadakan konferensi pers mengenai kerjasama transisi pemerintahan mereka, di Nusa Dua, Bali, Rabu, 27/08/2014 (Metro TV)

Telah lahir tradisi ketatanegaraan yang baru dan indah di Indonesia!

Yaitu, telah dimulainya pelaksanaan suatu masa transisi dari pemerintahan Presiden SBY yang secara resmi akan berakhir pada 20 Oktober 2014, kepada presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) yang pada saat yang sama akan secara resmi mengawali pemerintahannya yang baru.

Sejarah  juga akan mencatat bahwa SBY yang adalah presiden pertama kali yang dipilih secara langsung oleh rakyat (demokratis), akan menjadi presiden yang pertama juga yang mengakhiri masa jabatannya secara normal, bahkan indah.

Masa pemerintahan Presiden Soekarno diakhiri dengan cara paksa, karena krisis politik, demonstrasi, dan bahkan bisa dikatakan karena dikudeta oleh Soeharto. Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun, juga diakhiri masa jabatannya secara paksa, karena krisis politik, ekonomi dan keuangan. Habibie yang menggantikannya secara otomatis, juga turun dengan cara tidak normal, karena pidato pertanggungjawabannya tidak diterima MPR.

Abrurrachman Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai presiden, merupakan hasil rekayasa dan politik kongkalikong partai-partai politik yang tergabung dalam koalisi “Poros Tengah” yang diprakarsai Amien Rais, di MPR. Dengan cara yang sama pula, di MPR, Gus Dur dilengserkan, diganti oleh Megawati.

Megawati mengakhiri jabatan kepresidenannya sesuai dengan masa jabatan normalnya, tetapi disertai dengan perselisihan yang panas antara dirinya dengan bekas menterinya, yang tidak lain adalah SBY, yang mencalonkan diri sebagai presiden di Pilpres 2004, bersaing dengan Megawati, dan menang. Perseteruan mereka itu bahkan masih berlangsung sampai sekarang.

Di Pilpres 2004 itulah, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) untuk pertama kalinya terpilih secara demokratis. Dan, sekarang, hampir dapat dipastikan SBY pula akan menjadi presiden pertama dalam sejarah yang mengakhiri masa jabatannya dengan normal..., dan indah.

Kenapa saya katakan indah? Karena adanya tradisi ketatanegaraan yang baru tersebut di atas, yaitu, SBY sebagai presiden yang lama bersama dengan Jokowi sebagai presiden terpilih (presiden baru) melaksanakan suatu masa transisi, atau semacam estafet dari pemerintahan yang lama kepada pemerintahan yang baru kelak. Ini belum pernah terjadi dalam sejarah Republik ini.

Itu berarti hubungan antara presiden yang lama (SBY) dengan presiden yang baru (Jokowi) sangat baik. SBY sebagai presiden lama yang telah memerintah selama 10 tahun, telah berkomitmen untuk terus membantu Jokowi memasuki masa pemerintahannya yang baru, bahkan seterusnya, jika dikehendaki. Supaya begitu dilantik, Presiden Jokowi langsung bisa tancap gas, kerja, kerja, dan kerja. Suatu hal yang sudah menjadi tekad paling kuat yang sudah dinyatakan Jokowi berkali-kali.

Kerja sama masa transisi itu telah mereka mulai, hari Rabu malam, 27 Agustus 2014, di Nusa Dua Bali. Pada kesempatan itu, Jokowi dengan SBY telah melakukan pertemuan dan pembicaraan empat mata selama kurang lebih dua jam.

Dalam konferensi pers yang diadakan setelah pertemuan itu, Presiden SBY menyatakan ada kecocokan pemikirannya dengan presiden terpilih, Jokowi. "Pemikiran saya dan Pak Jokowi klop. Kami ingin melaksanakan transisi dengan sebaik-baiknya," kata SBY.

SBY juga mengatakan, pertemuannya dengan Jokowi membahas beragam hal, di antaranya tentang RAPBN 2015 dan APBN Perubahan 2014. Dalam pertemuan tersebut, kata SBY, tidak membahas hal-hal teknis. "Karena forum ini bukan forum negosiasi, kami mengikuti sistem dan tatanan yang berlaku," ujarnya.

Menurut SBY, proses transisi ini penting bagi keberhasilan pemerintahan yang akan datang. SBY menegaskan, ia memiliki komitmen dan kewajiban moral untuk membantu Jokowi yang akan melanjutkan tampuk kepemimpinan.

"Pertemuan tadi keperluan untuk komunikasi berlanjut. Ini tradisi yang harus kita letakkan yang akan membawa kebaikan bagi bangsa kita," kata SBY.

Sedangkan Jokowi, menyatakan harapannya, adanya kesinambungan antara pemerintahan yang lama dengan yang baru. Dirinya juga meminta pandangan dan pemikiran dari SBY soal APBN 2015.

Jokowi meminta pandangan dan pemikiran dari Presiden SBY soal APBN 2015. Masalah teknis dalam pembicaraan tersebut akan ditindaklanjuti oleh tim transisi dengan kementerian-kementerian.

Dengan adanya kerjasama transisi yang indah dan akan terus berkelanjutan ini, menunjukkan awal dari hubungan baik antara parpol-nya SBY, Partai Demokrat dengan pemerintahan baru yang akan dilaksanakan Jokowi-JK. Hampir dapat dipastikan, Demokrat tidak akan nanti menjadi bagian dari batu sandungan di parlemen. Yang berarti pula, Demokrat akan meninggalkan koalisi Merah-Putih yang dipimpin oleh parpol-nya Prabowo Subianto, Partai Gerindra.

Tidak hanya Demokrat. Saat ini pula mulai ada tanda-tandanya parpol lain akan meninggalkan koalisi permanen yang tidak bakal permanen dari koalisi Merah-Putih itu.

Parpol lain yang dimaksud adalah PPP. Saya yakin, setelah Suryadharma Ali yang saat ini sebagai ketua umum PPP, meninggalkan jabatannya itu, karena ditahan KPK terkait kasus korupsi dana haji, PPP pasti akan mengubah haluan, merapat ke kubu Jokowi. Salah satu faktor yang membuat PPP akan bersikap demikian adalah karena Lukman Hakim, kader PPP, dikabarkan diincar Jokowi untuk meneruskan jabatannya sebagai Menteri Agama. Lukman Hakim memang adalah Menteri Agama yang terbaik sampai saat ini.

Demokrat dan PPP, mungkin juga akan ada parpol lain, pasti akhirnya akan berpikir secara orang waras, yang tidak bisa melawan kenyataan. Untuk apa berpihak kepada koalisi politik yang kerjanya hanya mengejar kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, yang hanya membuat kondisi negara berpotensi menjadi tidak kondusif? Bukankah lebih baik ikut mendukung pemerintahan baru, Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi-JK, yang nyata-nyata didukung oleh mayoritas rakyat, berintegritas tinggi, jujur, bersih, dan pekerja keras?

Pada 20 Oktober 2014 ini, Presiden SBY akan mengakhiri masa jabatannya dengan indah, bersamaan dengan itu, presiden baru, Jokowi, akan mengawali masa pemerintahannya dengan indah pula. Karena didukung rakyat, dan didukung oleh pihak-pihak yang baik hatinya.

Kita semua tentu berharap, semoga keteladanan dari SBY dan Jokowi ini ini akan menjadi contoh yang baik yang segera diikuti oleh elit politik yang lain. Megawati berdamai dengan SBY, dan Prabowo berpelukkan, salam-salaman dengan Jokowi. Parpol-parpol yang hendak beroposisi, hendaklah beroposisi yang sehat berdasarkan sungguh-sungguh demi kepentingan rakyat.  Jangan beroposisi hanya karena dendam politik. Jika program pemerintahan Jokowi-JK benar-benar bermanfaat bagi rakyat, harus ikut didukung. ***

Artikel terkait:

- SBY dan Megawati, Dendam Kalian Mau Dibawa Mati?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun