Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ternyata, Ruwatan kepada Amien Rais Tidak Mempan

21 Oktober 2014   15:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:17 1756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14138558632031673937

"Kalau diundang saya datang. Tapi kan saya sudah enggak dapat undangan, sebagai apa saya diundang?" kata Amien Rais (Kompas.com).

Itulah yang dikemukakan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, pada 15 Oktober 2014, ketika ditanyakan wartawan, apakah dia akan hadir di acara pelantikan Jokowi sebagai Presiden pada 20 Oktober 2014.

Amien Rais mengaku, dia tidak mendapat undangan untuk menghadiri acara yang sangat penting itu. “Saya diundang sebagai apa?” kata Amien Rais berlagak pikun, atau memang benar-benar sudah pikun – perlu pemeriksaan dokter untuk memastikannya, -- karena sebagai mantan Ketua MPR, tentu dia termasuk salah satu tokoh nasional yang pasti diundang. Apakah dia sudah lupa pernah menjadi Ketua MPR?

Amien Rais tetap berlagak seolah-olah memang tidak diundang, dengan tidak hadir di acara pelantikan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI ketujuh itu. Dia adalah satu-satunya pentolan utama dari KMP yang tidak hadir. Padahal, Prabowo Subianto, yang merupakan “musuh utama” Jokowi saja, dengan jiwa besar menghadiri acara pelantikan itu.

Lalu, di manakah Amien Rais di hari pelantikan Jokowi sebagai Presiden itu? Di manakah dia, ketika hari pelantikan Jokowi menjadi presiden ini telah menjadi peristiwa terakbar dalam sejarah RI bahwa seorang presiden baru disambut sampai sedemikian dahsyatnya oleh massa rakyat itu? Apakah memang benar Amien Rais tidak diundang, seperti yang diakuinya?

Ternyata, Amien Rais itu diundang, tetapi rupanya sejak awal memang dia sudah berniat tidak mau datang. Entah karena apa, mungkin karena kebenciannya terhadap Jokowi sudah melampui ubun-ubunnya, dan oleh karena itu dia membual kepada wartawan, kepada rakyat, kalau dirinya tidak diundang.

Terlalu banyak data untuk ditulis di artikel ini untuk menunjukkan rasa dengki dan benci yang luar biasa Amien Rais terhadap Jokowi. Dia, misalnya, pernah beberapakali menghina Jokowi sebagai Walikota Solo yang gagal total memerintah di Solo. Katanya, selama menjadi Walikota Solo, Solo mengalami kemunduran dan rakyatnya bertambah miskin. Solo menjadi kota termiskin di Jawa Tengah. Meskipun data-data resmi menunjukkan hal sebaliknya, dan kenyatannya, sebagian besar rakyat Solo sangat mencintai Jokowi, dengan terpilihnya dia untuk kedua kalinya di Pilkada Solo 2010 dengan raihan suara lebih dari 90 persen.

Amien Rais juga pernah dengan nada melecehkan menyatakan keraguannya kepada rasa nasionalisme Jokowi, dan menyamakan orang yang kini menjadi RI-1 itu dengan mantan Presiden Philipina, Joseph Estrada, yang dipilih rakyat hanya karena popularitasnya sebagai bintang film.

"Joseph Estrada setiap malam kerjanya hanya mabuk, dan dia dipilih hanya berdasarkan popularitasnya," ujar Amien di hadapan peserta kuliah umum di Universitas Diponegoro, Semarang, 24 September 2013.

Dengan terang-terangan dia menyampaikan kepada para peserta kuliah umumnya itu,  agar jangan memilih Jokowi sebagai presiden. "Jokowi memang tidak separah Joseph Estrada, tapi jangan memilih dia karena popularitasnya saja!"

Joseph Estrada hanya bertahan beberapa bulan sebagai Presiden Philipina, sebelum digulingkan dalam kudeta tak berdarah pada 2001. Rupanya, diam-diam Amien Rais justru yang ingin membuat Jokowi bernasib seperti Joseph Estrada itu. Di dalam sebuah pertemuannya dengan para petinggi PAN, sekitar dua bulan lalu, dia pernah mengungkapkan targetnya dalam setahun Jokowi sudah harus dilengserkan (Majalah Tempo).

Di masa kampanye Pilpres 2014 pun Amien Rais secara tak langsung juga pernah mengungkap emosi kebenciannya kepada Jokowi, tak rela Jokowi menang, dengan menganalogikan Pilpres itu sebagai ajang Perang Badar, yaitu perang umat Islam terhadap kaum kafir di zaman Nabi Muhammad.

Pada Februari 2013, Amien Rais pernah memberi ceramah di hadapan kader-kader Muhamadiyah di Yogyakarta. Di dalam ceramah yang sangat bernuansa SARA itu, ada bagian yang menyinggung tentang umat Islam, termasuk dirinya yang tidak bisa menerima Jokowi dan Ahok menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Dia menilai itu suatu kecelakaan sejarah bagi umat Islam di Indonesia.

“Pukulan telak dan kesalahan fatal, yaitu ketika Jokowi dan Ahok itu menang menjadi Gubernur DKI. Ini membuat saya agak resah, sampai mungkin tidak bisa tidur dua atau tiga malam. Karena saya tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi,” demikian antara lain yang diucapkan Amien Rais ketika itu (voa-islam.com).

Kalau Jokowi sebagai Gubernur DKI saja, Amien Rais tidak bisa menerimanya, sampai dirinya resah dan tidak bisa tidur, apalagi ketika Jokowi menjadi Presiden RI? Masuk akal sekali,  kalau dikatakan Amien Rais memang tak sudi menghadiri acara pelantikan itu, meskipun jelas-jelas diadiundang, karena dia memang sangat membenci Jokowi.

Ketua MPR Zulkifli Hasan sebagai pihak pengundang memastikan, sebagai mantan Ketua MPR, Amien Rais diundang, tetapi ternyata dengan alasan ada acara keluarga di Yogyakarta, dia menyatakan tidak bisa hadir.

"Beliau (Amien) sudah diundang, hanya saja ada urusan ke Yogyakarta," ujar Zulkifli.

Demikian juga yang dikatakan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa. Kata dia, Amien Rais bilang tidak bisa hadir karena ada acara keluarga di Yogyakarta.

"Pak Amien ada urusan keluarga yang tidak bisa ditinggalkan," ujar Hatta usai menghadiri pelantikan Jokowi-JK di Gedung DPR/MPR, Senin(20/10/2014) (Tribunnews.com).

Entah acara keluarga apa yang sedemikian luar biasa pentingnya, sehingga Amien Rais lebih mementingkan acara keluarga itu ketimbang hadir di acara sepenting pelantikan Presiden dan Wakil Presiden.

Karena dia sudah berbohong soal tidak mendapat undangan itu, maka kita layak curiga juga, jangan-jangan yang disebutkan acara keluarga itu sebetulnya tidak ada. Itu hanya dipakai sebagai alasan, akal-akalnnya, untuk tidak datang di acara tersebut.

Yang pasti jika benar Amien Rais dari Jakarta ke Yogyakarta untuk apa yang disebutkan sebagai “acara keluarga” itu, dan dari Yogyarakat kembali ke Jakarta lagi, pasti dengan perjalanan itu ditempuh dengan pesawat terbang, bukan dengan jalan kaki sebagaimana nazarnya yang pernah diucapkan dan diingkarinya sendiri itu.

Jiwa kenegarawaan tidak ada pada Amien Rais, yang ironisnya adalah mantan Ketua MPR, Ketua Majelis Pertimbangan PAN,  dan Guru Besar Universitas Gajah Mada, Yogyakarta itu. Sedangkan predikatnya sebagai “Pahlawan Reformasi” atau sebutan lain sejenisnya, saya sejak awal, tidak pernah setuju. Karena itu hanyalah bagian dari sikap oportunitas dan hipokrit yang luar biasa dari seorang Amien Rais, yang memanfaatkan momentum ketika Soeharto sudah mulai goyah kedudukannya, dan ketika massa mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR pada Mei 1998. Ketika Soeharto masih sangat kuat, dia cenderung berada di pihak Soeharto. Media membuat kesalahan besar ketika member julukan itu kepadanya.

Pada Kamis, 16 Oktober 2014, sejumlah orang dari Paguyuban Masyarakat Tradisi (Pametri) Yogyakarta menggelar ruwatan untuk Amien Rais di depan rumahnya di Sleman, Yogyakarta. Ruwatan itu dilakukan karena Pametri menilai Amien bersikap seperti “Sengkuni,” yaitu tokoh di pewayangan yang dikenal sebagai tokoh yang licik dan penghasut (provokator).

Dalam ruwatan itu, Mbah Sukir sebagai sesepuh memanjatkan doa-doa dengan bahasa Jawa yang intinya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bangsa Indonesia terhindar dari bencana dan orang-orang yang ingin merusak bangsa.

"Semoga Bapak Amien Rais lepas dari Sandikolo dan kembali bersih. Semoga bangsa ini terhindar dari bencana dan segala hal yang tidak baik. Semoga rakyat Indonesia bisa sejahtera," ucapnya (Kompas.com).

Namun, ternyata ruwatan kepada Amien Rais itu tidak menampakkan hasilnya. Tidak mempan untuk orang sekaliber Amien Rais. ***

[caption id="attachment_330241" align="aligncenter" width="624" caption="Rombongan Pemetri saat menggelar ruwatan di depan rumah tokoh PAN Amien Rais, Kamis (15/10/2014)./Kompas.com"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun