Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Exodus: Gods and Kings", Nabi Musa yang Jago Bertarung

4 Desember 2014   06:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:05 2385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_339507" align="aligncenter" width="700" caption="(sumber: unobtainium13.com)"][/caption]

Di era 1950-an film-film kolosal Hollywood yang bersumber pada Alkitab (Biblical films) hampir selalu mengundang decak kagum dan hujan pujian, dan berbagai penghargaan, termasuk Piala Oscar.  Beberapa film di antaranya sudah menjadi semacam legenda abadi yang sulit dilupakan sampai sekarang, seperti:  The Ten Commandments (1956), dan Ben Hur (1959).

Sekarang, film-film jenis tersebut hampir selalu mengundang kritik tajam, kontroversi, bahkan larangan diputar di beberapa negara tertentu. Sebut saja di yang terakhir, yaitu film Noah (2014) karya sutradara Darren Aronofsky yang dilarang putar di beberapa negara Islam, termasuk Indonesia yang ikut-ikutan.

Di Indonesia Lembaga Sensor Film Indonesia (LSF) melarang film itu diputar dengan alasan-alasan yang sulit diterima bagi mereka yang menghargai kebebasan berekspresi dan hak penonton sendiri yang menentukan film mana yang mau diatonton, dan mana yang tidak. Dalam kasus ini LSF lebih memposisikan dirinya seperti “hakim agama,” karena melarang film itu diputar dengan pertimbangan agama.

Menurut LSF, Noah tidak diizinkan diputar karena kisah tentang Nabi Nuh itu bertentangan dengan Al-Quran.  Nabi Nuh dikisahkan sebagai sosok pemarah, petarung, dan juga pembunuh. Ada juga karakter-karakter tambahan yang bukan hanya tidak ada di Al-Quran, tetapi juga menyesatkan. LSF khawatir jika film ini diizinkan diputar di Indonesia bisa merusak aqidah umat Islam. Juga demi mencegah keributan akibat diprotes oleh ormas-ormas seperti FPI!

Padahal Noah memang dibuat bukan berdasarkan Al-Quran. Dengan sangat terang benderang dijelaskan di film itu bahwa film ini dibuat terinspirasi  pada kisah Nabi Nuh di Alkitab (Kitab Kejadian). Kemudian dikreasi secara bebas oleh Darren Aronofsky, dan memang melenceng dari kisahnya di Alkitab.  Kalangan pemuka Kristen sendiri mengkritik film ini, tetapi tidak sampai reaktif yang berlebihan. Noah tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Da Vinci Code (2006), yang jelas-jelas menghina keimanan/aqidah Kristen dan Alkitab (Yesus menikah, punya anak, tidak mati di kayu salib, tidak bangkit, bukan anak Allah, Injil dipalsukan, dst-nya). Tetapi, toh, meskipun juga menimbulkan kontroversial di seluruh dunia, tetap diputar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Sebelum Noah, LSF juga pernah melarang film yang bersumber pada Alkitab, yaitu film tentang Nabi Musa juga, tetapi film animasinya, yaitu The Prince of Egypt (1998), dengan alasan yang sama; tidak sesuai dengan Al-Quran, di antaranya karena di film animasi yang tokoh Musa-nya disuarakan oleh Vil Kilmer ini, tidak ada saudara Musa, Harun,  yang menyertai Musa ketika berhadapan dengan Firaun Ramses II, padahal Harun disebutkan di Al-Quran.

Sekarang, segera diputar hampir serempak di seluruh dunia, satu lagi film super kolosal Hollywood   yang bersumber pada Alkitab, produksi 20th Century Fox,  yaitu: Exodus: Gods and Kings yang disutradarai oleh Ridley Scott (Gladiator, Prometheus). Jika tidak ada aral melintang, jika LSF tidak memerankan dirinya lagi sebagai “hakim agama,” dengan melarangnya diputar seperti halnya Noah, maka Exodus mulai tayang di seluruh bioskop di Indonesia mulai tanggal 10 Desember 2014 ini.

[caption id="attachment_339510" align="aligncenter" width="340" caption="(imdb.com)"]

14176255311974044696
14176255311974044696
[/caption]

Seperti The Ten Commanments yang legendaris itu, Exodus: Gods and Kings juga mengisahkan tentang Nabi Musa yang diperintahkan Tuhan untuk membebaskan 600.000 orang Israel dari perbudakan yang sudah berlangsung selama 430 tahun di Mesir, dan membawa mereka semua keluar dari sana menuju Tanah Perjanjian (Kanaan).

Beda di antara kedua film itu: kalau di  The Ten Commanments, setia pada apa yang tertulis di Alkitab Perjanjian Lama, persisnya di Kitab Keluaran (Exodus), dengan fokus cerita pada Musa (Charlton Heston) sebagai Nabi utusan Tuhan Allah, maka di Exodus, Ridley Scott   tidak sepenuhnya setia pada apa yang tertulis di Alkitab (menyimpang). Dia, seperti juga Aronofsky, membuat tafsirnya sendiri terhadap sosok Musa (Christian Bale). Hanya saja dibandingkan dengan Aronofsky dengan Noah-nya yang sangat melenceng dari Alkitab, dan filmnya memang jelek, Scott masih lebih banyak mengambil kisahnya dari Alkitab, dan kelihatannya filmnya juga jauh lebih bagus daripada Noah.

Fokus cerita Exodus juga tidak hanya tentang Musa, tetapi lebih fokus pada hubungan personal antara Musa dengan Firaun Ramses II (Joel Edgerton). Dua orang bersaudara angkat ini mulanya bersahabat baik, tetapi kemudian terlibat konflik besar bahkan pertarungan hidup-mati karena perbedaan idealisme. Musa sebagai utusan Tuhan yang hendak membebaskan bangsanya dari perbudakan dan keluar dari Mesir, dan Ramses II sebagai Firaun yang dengan keras menolaknya.

[caption id="attachment_339512" align="aligncenter" width="386" caption="(sumber: imdb.com)"]

1417625722323505976
1417625722323505976
[/caption]

Di Ten Commandments ada adegan mengenai Musa yang membunuh orang Mesir karena orang Mesir itu membunuh seorang budak Israel. Musa kemudian melarikan diri di ke sebuah wilayah yang bernama Median.

Di sana, Musa bekerja sebagai seorang penggembala, lalu menikah dengan  Rehuellah Zipora, salah satu anak dari majikannya itu. Ketika sedang menggembalakan domba-dombanya di Gunung Horeb, Musa melihat ada api yang membakar semak-semak tak jauh darinya berada, tetapi semak-semak itu tidak hangus terbakar. Musa merasa heran, lalu mendekat. Tiba-tiba terdengar suara dari langit yang adalah suara Tuhan. Musa melepaskan alas kakinya, lalu bersembah sujud di atas tanah. Suara Tuhan itu memerintahkan Musa untuk kembali ke Mesir untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan, dan membawa mereka keluar dari sana. Untuk membantunya berbicara kepada Firaun, Tuhan menyertakan Harun, saudara Musa, yang pandai berbicara dibandingkan Musa. Untuk meyakinkan Musa, Tuhan juga menyertai Musa dengan kuasa mujizatNya.

Ini sesuai dengan apa yang ditulis di Alkitab.

Di Exodus, adegan ini tidak ada. Tokoh Harun juga ditiadakan. Sebagai gantinya Scott menghadirkan tokoh rekaannya yang bernama Nun (Ben Kingsley). Nun-lah yang berbicara dan meyakinkan Musa bahwa dia mempunyai kekuatan dari Tuhan untuk membebaskan bangsanya dari perbudakan di Mesir.

Menurut berbagai sumber yang saya baca, sutradara Ridley Scott memang meniadakan sisi-sisi mujizat Tuhan dari kejadian-kejadian luar biasa yang dikisahkan di Alkitab itu. Pada film ini Scott membuat tafsirnya sendiri mengenai kejadian-kejadian tersebut, yaitu tentang sepuluh tulah dari Tuhan, dan mujizat Tuhan membelah Laut Merah dengan perantara tongkat Musa sebagaimana tertulis di Alkitab. Di film ini dibuat sedemikian rupa bahwa kejadian-kejadian tersebut sebenarnya merupakan gejala alam yang meskipun sangat luar biasa dan ajaib, bisa diterangkan secara ilmiah. Terbelahnya Laut Merah, diilustrasikan sebagai fenomena alam sebagaimana terjadinya tsunami.

Di dalam sebuah sesi wawancara, pemeran Musa, Christian Bale (The Knight Night Rises) bahkan berkomentar bahwa dia menduga Musa itu menderita semacam skizofrenia, sehingga merasakan dirinya seolah-olah berjumpa dan berbicara dengan Tuhan. Menurutnya, setelah membaca berbagai literatur tentang Musa, terutama dari Alkitab dan Al-Quran, tampaknya Musa adalah seorang barbar dan skizofrenia.

I think the man was likely schizophrenic and was one of the most barbaric individuals that I ever read about in my life,” katanya, yang langsung mengundang kecaman dari kalangan Kristen fanatik di Amerika Serikat.

Di Alkitab, demikian juga di The Ten Commandments dikisahkan tentang Musa dan Harun, saudaranya, yang atas nama Tuhan memaksa Firaun Ramses II (Yul Brynner) membebaskan orang Israel dari perbudakan dan membawa mereka pergi dari Mesir, tetapi Firaun menolaknya, bahkan semakin menindas budak-budak Israel itu. Setiap kali Firaun menolak, dengan perantara Musa, Tuhan menjatuhkan tulah (kutukan) melanda Mesir, mulai dari air menjadi darah, sampai matinya putra sulung orang Mesir, tetapi Firaun tetap berkeras hati untuk tidak mengizinkan budak-budak Israel itu dibebaskan. Sampai jatuh tulah kesepuluh, yaitu setiap anak sulung laki-laki orang Mesir mati, termasuk putra sulung Firaun, barulah Firaun dengan sangat terpaksa mengizinkan Musa membawa keluar orang Israel dari Mesir.

Setelah Musa membawa pergi semua orang Israel dari Mesir, timbul penyesalan Firaun atas keputusannya itu, dan dengan penuh amarah murka dia memerintah pasukan Mesir dengan kekuatan penuh mengejar Musa dengan bangsanya itu, untuk dipaksa kembali, atau dibunuh semuanya.

Sama seperti gambaran Darren Aronofsky terhadap sosok Nabi Nuh di Noah, Ridley Scott juga menggambarkan Nabi Musa sebagai seorang petarung yang hebat, dengan kostum perangnya memimpin orang-orang Israel berperang melawan pasukan Firaun itu.

[caption id="attachment_339511" align="aligncenter" width="508" caption="(sumber: imdb.com)"]

14176256352032533264
14176256352032533264
[/caption]

Di The Ten Commandments kisah Nabi Musa dengan bangsa Israel yang dibawa keluar dari Mesir itu masih terus berlanjut sampai Musa menerima Sepuluh Perintah Allah (“The Ten Commandments”) di atas Gunung Sinai, sedangkan di Exodus, tampaknya adegan diakhiri sampai dengan ketika bangsa Israel yang dipimpin Musa itu berhasil menyeberangi Laut Merah yang terbelah dua, dan kemudian menyatu kembali itu.

Adanya beberapa bagian dari Exodus: Gods and Kings yang bertentangan dengan Alkitab, juga mengenai semua karakter, mulai dari tokoh-tokoh utamanya yang semuanya diperankan oleh orang kulit putih, termasuk para budak, bukan dari ras Asia Barat dan Afrika sebagaimana kejadian sebenarnya, mulai menimbulkan kontroversi di antara para penggemar film di dunia maya. Bahkan di Twitter beredar pula himbauan untuk memboikot film ini dengan tagar # BoycottExodusMovie.

Meskipun film ini belum diputar, namun berdasarkan berbagai informasi yang ada para kritikus dan penggemar film mulai memberi nilainya kepada film ini. Nilai yang mereka berikan pun beragam, ada yang memujinya, ada pula meng mengritiknya secara tajam.

Di www.imdb.com , Exodus mendapat skor 9,1 dari skor tertinggi 10. Di www.metacritic.com , antara lain, Scott dibandingkan dengan Aronofsky yang membuat Noah jauh melenceng dari kisah di Alkitab. Scott dikritik karena membuat beberapa kisah Musa yang bertentangan dengan Alkitab, memilih pemeran utama dan figuran yang hanya dari orang kulit putih, dan menggunakan percakapan dalam bahasa Inggris. Alhasil situs yang khusus meng-review film itu hanya memberi nilai 5,6 dari tertinggi 10 kepada Exodus. Sedangkan di www.rottentomatoes.com , dari 12 audiens, 7 memberi nilai dengan “fresh tomatoes”, dan 5 “rotten tomatoes.” Sedangkan rating yang diberikan oleh 32.000 lebih audiens 97 persen positif, rata-rata nilainya 4,1 dari 5.

Lalu, bagaimana di Indonesia?

Kita tentu saja berharap LSF bisa lebih bersikap dewasa, tidak lagi menempatkan posisinya sebagai “hakim agama”, atau pihak yang paling berkuasa menentukan film mana yang layak kita tonton, dan mana yang tidak. Biarkan kami sendiri yang menilainya dan menentukannya untuk diri kami sendiri!

Yang pasti sangat menarik dari Exodus adalah tentang kemegahan, dan spektakulernya film ini. yang konon benar-benar sangat luar biasa. Scott sendiri mengakui bahwa setelah berpengalaman membuat beberapa film besar, dengan tiga kali menjadi nominator sebagai sutradara terbaik itu, Exodus benar-benar merupakan suatu tantangan terbesar baginya selama ini, terutama dalam menghadirkan salah seorang Nabi yang paling berpengaruh dalam sejarah hidup manusia ini.

[caption id="attachment_339509" align="aligncenter" width="720" caption="(sumber: www.ibtimes.co.uk)"]

1417625100232091896
1417625100232091896
[/caption]

Menyaksikan trailer Exodus: Gods and Kings itu kesan pertama yang tertanam di benak kita memang adalah luar biasanya film ini dalam hal kekolosalannya, melibatkan ribuan figuran, dramatisirnya, kemegahannya, dan kecanggihan teknologi special-effect CGI (Computer-Generated Imagery) yang diterapkan, terutama dalam membuat adegan tulah-tulah yang menimpa Mesir, dan tentu saja adegan puncak yang pasti ditunggu semua orang adalah mujizat Tuhan ketika Musa membelah Laut Teberau (Laut Merah), sehingga bangsa Israel bisa menyeberanginya untuk lari dari kejaran pasukan kaveleri  Firaun yang mengejar mereka dari belakang.

Menurut saya, lepas dari keakuratannya dengan Alkitab, Exodus: Gods and Kings adalah sebuah film hiburan yang wajib ditonton.

Kalau anda tidak setuju dengan alasan bertentangan dengan Kitab Suci, silakan saja itu berlaku buat anda sendiri, jangan lalu berperan seperti “hakim agama”, seperti LSF, yang kemudian memaksa orang lain juga tidak boleh menontonnya. ***


Artikel terkait:

Tidak Sepantasnya Noah Dilarang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun