[caption id="attachment_339829" align="aligncenter" width="620" caption="Robby Arya Brata (Tempo.co)"][/caption]
Aneh tapi nyata! Tetapi itulah yang terjadi! Ada calon kuat pimpinan KPK mempunyai program-program yang justru akan melemahkan KPK!
Yang tidak aneh adalah justru dialah yang menjadi calon pimpinan KPK idaman DPR. Tidak aneh karena sejak lama DPR memang sudah mencanangkan berbagai cara untuk melemahkan KPK.Kini, mereka mempunyai seorang calon pimpinan KPK yang ideal, dialah Robby Arya Brata, calon pimpinan KPK saingan mantan pimpinan KPK yang mencalonkan dirinya kembali, Busyro Muqoddas.
Bahwa anggota DPR, khususnya Komisi III yang melakukan fit and proper test, atau uji kepatutan dan kelayakan lebih berpihak kepada Robby ketimbang Busyro yang nota bene sudah berpengalaman lebih dari 5 tahun sebagai ketua/pimpinan KPK dengan catatan positif itu, indikasinya dapat dilihat dari kehadiran mereka saat uji kepatutan dan kelayakan itu dijalankan kepada dua calon itu.
Ketika Rabu, 3 Desember 2014, Busyro Muqoddas yang diuji kepatutan dan kelayakannya tidak semua fraksi hadir. Yang tidak hadir kebanyakan dari fraksi-fraksi yang bergabung di KMP. Tetapi, saat Robby Arya Brata yang diuji kelayakan dan kepatutannya, pada Kamis, 4 Desember 2014, semua fraksi hadir. Total jumlah anggota komisi yang hadir adalah 32 anggota dengan 2 unsur pimpinan Komisi III.
Dua unsur pimpinan Komisi III DPR itu adalah dua tokoh dari KMP, Benny K Harman dari Fraksi Partai Demokrat dan Desmond J Mahesa dari fraksi Partai Gerindra. Benny K Harman adalah juga bagian dari tokoh-tokoh yang berperan penting dalam melakoni drama pengkhianatan terhadap rakyat saat RUU Pilkada dibahas di rapat paripurna DPR tempo hari, dengan aksinya memimpin partainya melakukan walk-out itu.
Seharusnya DPR Tidak Diberi Kewenangan Memilih Pimpinan KPK
Ketentuan hukum yang mengatur sistem kewenangan DPR melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon pimpinan KPK ini sesungguhnya merupakan suatu sistem yang sangat janggal, tidak seharusnya DPR diberi kewenangan untuk itu. Karena KPK yang seharusnya steril dari pengaruh politik apa pun justru diuji kepatutan dan kelayakannya oleh lembaga yang sarat dengan kepentingan politik.
Selain itu, yang jauh lebih memprihatinkan, kontradiksi, dan sangat ironis adalah sudah sejak lama DPR dikenal sebagai salah satu lembaga sarang koruptor di Indonesia, tetapi ia juga yang melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)!
Pada 2011, saya pernah menulis di Kompasiana beberapa artikel tentang seharusnya DPR tidak diberi kewenangan untuk memilih calon pimpinan KPK, karena ia adalah lembaga politik yang sarat dengan kepentingan politik, apalagi justru ia juga adalah salah satu sarang koruptor. Saya menulis itu bukan tanpa referensi. Referensi saya kuat, yaitu pendapat dari mantanDeputi Komisaris dan Kepala Operasi ICAC (Independent Commission Againt Corruption), — KPK-nya Hongkong, Professor Tony Kwok Man-wai. Untuk menyimak artikel-artikel lama saya itu, saya sertakan link-nya di akhir tulisan ini.
Ketika diwawancara Majalah Tempo beberapa bulan lalu, Ketua KPK Abraham Samad juga mengutarakan hal yang sama, bahwa seharusnya DPR tidak diberi kewenangan untuk memilih, atau melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon pimpinan KPK, karena DPR sarat dengan kepentingan politik, sedangkan KPK harus steril dari kepentingan politik apapun. Hal ini juga pernah diakui oleh anggota DPR sendiri, termasuk Benny K Harman yang saat ini memimpin uji kepatutan dan kelayakan terhadap Busyro Muqoddas dan Robby Arya Brata tersebut.
Uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK sekarang inisesungguhnya tidak patut dan tidak layak karena justru dipimpin oleh Benny K Harman ini. Sebab orang ini juga adalah satu satu tokoh anti-KPK di DPR, selain Fahri Hamzah yang tetap bertekad sampai sekarang untuk membubarkan KPK, saat ini secara janggal juga dia berhasil menjadi Wakil Ketua DPR.
Gerah dengan gencarnya KPK menangkap para koruptor, pada November 2011, Benny K Harman pernah melontarkan pernyataannya yang mencerminkan kegeramannya terhadap KPK. Benny K Harman pernah mengibaratkan aksi-aksi KPK menangkap para koruptor kakap itu seperti aksi-aksi teroris! (bisnis.com).
Calon Pimpinan KPK Idaman DPR
Dalam suasana demikian, tak heran terjadilah apa yang saya sebutkan di awal tulisan ini: Aneh tapi nyata! Tetapi itulah yang terjadi! Salah satu calon pimpinan KPK, yaitu Robby Arya Brata, justru mempunyai program-program yang akan melemahkan KPK! Maka itu, dialah calon pimpinan KPK idaman para anggota DPR yang bermental korup.
Hal ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan, karena seperti yang sudah dicurigai banyak orang bahwa sebenarnya Robby adalah calon pimpinan KPK titipan dari mantan Presiden SBY, yang notabene adalah Ketua Umum Partai Demokrat yang pro KMP, yang juga anaknya, Edhie Baskoro Yudhotono alias Ibas, kerap disebut-sebut para saksi kasus korupsi proyek Hambalang, ikut menikmati uang haram di proyek tersebut. Meskipun kecurigaan tersebut telah dibantah pihak Istana ketika SBY masih menjadi Presiden.
Robby adalah mantan Sekretariat Kabinetnya Presiden SBY. Ia menjabat Kepala Bidang Hubungan Internasional sejak 2011 sampai 2014.
Sama dengan pernyataan yang pernah dilontarkan SBY, juga DPR, Robby juga mempunyai pandangan mengenai kewenangan KPK yang terlalu besar, dan oleh karena itu sudah seharusnya dipangkas, di antaranya melalui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Berbagai program dan pandangan Roby ketika menjalani uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK di Komisi III DPR itu nyaris sama dengan apa yang sudah bertahun-tahun lalu menjadi tekad DPR dan para pecinta koruptor, yaitu memangkas kewenangan KPK, termasuk kewenangannya dalam melakukan penyadapan. Tak heran, Robby pun menjadi idola DPR untuk menjadi pimpinan KPK, ketimbang Busyro Muqoddas.
Berikut ini adalah pandangan dan program-program Robby Arya Brata yang kelihatannya membuatnya dijagokan menjadi pimpinan KPK oleh Komisi III DPR (sumber harian Jawa Pos dan Kompas, Jumat, 05/12/2014):
1. KPK terlalu banyak menangkap koruptor:
Menurut Roby, selama ini KPK kurang mengedepankan pencegahan dalam memberantas korupsi. KPK masih mengutamakan penindakan. Hal itu terbukti dari banyaknya koruptor yang ditangkap setiap tahun. “Padahal, yang utama dalam penanggulangan korupsi adalah pencegahan. Mereka terlalu asyik dengan penindakan,” katanya, seolah-olah KPK salah karena terlalu banyak menangkap koruptor.
Memang benar KPK juga harus mengedepankan tindakan pencegahan – dan itu juga sudah dilakukan KPK sekarang, tetapi, kalau memang sekarang ini tindak kejahatan korupsi terutama kelas kakap dan paus sudah sedemikian merajalela, apkah harus didiamkan oleh KPK?
2. KPK itu hanya sementara adanya, kewenangan KPK melakukan penuntutan akan ditiadakan:
Robby menilai peran KPK dalam penegakan hukum di Indonesia terlalu besar. Sebab KPK punya kewenangan pencegahan, penindakan, hingga penuntutan. Padahal, katanya, KPK hanya bersifat ad hoc atau sementara. Karena itu, jika menjabat sebagai pimpinan KPK, dia akan mengintegrasikan kewenangan tersebut dengan kejaksaan dan kepolisian. Kewenangan KPK akan dikurangi, KPK hanya akan menangani bidang pencegahan dan penindakan, sedangkan bidang penuntutan akan diserahkan kepada Kejaksaan sepenuhnya.
Jadi, rupanya menurut Robby, kejahatan korupsi di Indonesia itu juga sifatnya hanya sementara. Maka itu dia beranggapan KPK itu hanya sebuah lembaga ad-hoc (sementara) karena kelak akan dibubarkan.
Padahal di banyak negara yang mempunyai lembaga pemberantasan korupsi, misalnya Hongkong yang dijadikan rujukan utama pembentukan KPK, ICAC (KPK-nya Hongkong), yang berdiri sejak 1970-an, justru terus semakin diperkuat, baik dari unsur jumlah penyidiknya, anggarannya, maupun prasarana pendukung utamanya seperti perlengkapan penyelidikan dan penyidikan, dan gedung-gedung kantornya yang besar dan megah.
MantanDeputi Komisaris dan Kepala Operasi ICAC, Professor Tony Kwok Man-wai mengatakan sebuah lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK, selain harus bebas dari pengaruh politik apapun juga, ia juga harus diperkuat dengan dimasukkan ke dalam konstitusi negara, sehingga tidak bisa diganggu keberadaannya oleh musuh-musuhnya, yaitu para koruptor.
3. Bekerjasama dengan DPR membentuk dewan pengawas terhadap KPK:
Robby berjanji, jika menjadi pimpinan KPK akan membentuk dewan pengawas bersama DPR untuk memantau seluruh kinerja KPK, agar KPK jangan lagi menjadi badan superbodi yang seolah tidak bisa melakukan kesalahan.
Jadi, menurut Robby, dewan pengawas KPK yang ada sekarang kurang efektif, karena tidak melibatkan DPR?
4. UU KPK harus direvisi, dan kewenangan KPK melakukan penyadapan harus dibatasi:
Robby menyatakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK harus direvisi, termasuk Pasal 83 RUU KUHAP yang memberi kewenangan penuh kepada KPK untuk melakukan penyadapan. Menurutnya, ketentuan itu harus direvisi, menjadi KPK harus meminta izin lebih dulu kepada hakim komisaris jika ingin menyadap seseorang. Menurut Robby, penyadapan itu perlu diatur, supaya KPK tidak seenaknya menyadap orang. “Agar KPK lebih beradab dan menghormati HAM. Kan itu privasi orang,” tuturnya.
Anggota Komisi III dari Fraksi PKS Aboe Bakar Al-Habsy mengatakan, ”Saya menghormati pandangan-pandangan Pak Robby. Saya pikir, ia bisa memberi nuansa baru di KPK. ... ” kata Al-Habsy.
”Sekarang tergantung keinginan DPR. Jika DPR ingin KPK yang lebih mengutamakan fungsi pencegahan, Pak Robby menjadi pilihan tepat. Jika ingin KPK melakukan penindakan, Pak Busyro pilihannya,” tambah anggota Komisi III dari Fraksi PKS M Nasir Djamil.
Sedangkan kita tahu, sejak lama DPR sudah menggumandangkan kehendak mereka agar KPK lebih mengedepankan tindakan pencegahan ketimbang penindakan korupsi, karena mereka sudah terlampau ngeri menyaksikan sedemikian banyaknya rekan mereka yang ditangkap KPK karena korupsi, maka itu kelak tak perlu heran jika akhirnya DPR memilih Robby, bukan Busyro
Entah Robby memang sengaja melontarkan program-programnya disesuaikan dengan kehendak DPR, supaya dia yang dipilih, ataukah memang aslinya begitu pandangannya, tetapi yang pasti apa yang disampaikan Robby itu hampir sama persis dengan kehendak DPR yang sedari dulu ingin melemahkan KPK melalui revisi UU KPK, mengembos kewenangan penyadapan KPK, dan lain-lain.
Pada 30 September 2012, saya menulis sebuah artikel mengenai apa saja kewenangan KPK yang hendak dipangkas DPR, dan sekarang apa yang menjadi kehendak DPR itu menjadi program-program Robby jika dia yang dipilih menjadi pimpinan KPK.
Di artikel yang berjudul Inilah Kewenangan KPK yang Mau Dipangkas DPR itu, saya menulis empat poin berikut komentar dari saya. Di bawah ini saya hanya mengutip kembali poin-poinnya itu. Lihatlah betapa miripnya program-program Robby itu dengan libido DPR dua tahun yang lalu untuk memangkas kewenangan KPK itu:
1.Di UU KPK yang berlaku saat ini, kewenangan KPK adalah melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kasus korupsi. Hendak direvisi DPRdengan menghilangkan kewenangan penuntutan dari KPK itu. Kewenangan penuntutan akan dikembalikan kepada Kejaksaan
2.KPK boleh menghentikan perkara melalui Surat Penghentian Penyidikan (SP3). Selama ini di KPK tidak dikenal SP3
3.Kewenangan KPK untuk menyadap dipersulit dan dibatasi. Di dalam draft revisi UU KPK tersebut diatur bahwa untuk melakukan penyadapan pimpinan KPK harus minta izin tertulis terlebih dulu kepada Ketua Pengadilan Negeri, paling lama 1 x 24 jam setelah penyadapan dimulai. Penyadapan tersebut paling lama berlangsung hanya 3 bulan, dengan perpanjangan hanya satu kali untuk masa yang sama
4.KPK akan dipantau oleh sebuah Dewan Pengawas yang ditunjuk oleh DPR
(Jika anda ingin membaca komentar-komentar saya terhadap empat poin tersebut di atas, silakan klik link artikenya di sini).
Jika sekarang DPR berhasil menempatkan Robby yang adalah “orang mereka” sebagai salah satu pimpinan KPK, maka langkah berikutnya adalah memilih empat pimpinan KPK baru lagi, saat masa jabatan empat pimpinan KPK yang sekarang akan berakhir pada Desember 2015, dan salah satunya akan menjadi Ketua KPK yang baru, menggantikan Abraham Samad. ***
Artikel terkait:
- Tikus pun Tahu, Rencana Revisi UU KPK Itu untuk Melemahkan KPK
-Filter Kotor dalam Penjaringan Calon Pimpinan KPK
-Anggota DPR yang Korupsi, Kafe yang Disalahkan
-Jurus Maut Pembunuh Koruptor Sudah Diberikan, tetapi Kenapa Tidak Dipakai?
-Kenapa DPR Ogah KPK Punya Gedung Baru?
-Ketakutan, Badan Anggaran Memilih Frontal dengan KPK
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H