Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ketegasan Jokowi vs SBY (SBY Pernah Menegur Pembakaran Kapal Nelayan Asing Pencuri Ikan)

7 Desember 2014   06:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:52 1814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14178830171073978981

[caption id="attachment_339971" align="aligncenter" width="559" caption="TNI AL meledakkan tiga kapal nelayan asing ilegal di Laut Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (05/12). Peledakan itu merupakan bukti pemerintah serius menjaga kedaulatan wilayah laut, sekaligus bersikap tegas terhadap pencurian ikan oleh nelayan asing di perairan Indonesia. (Kompas/Kris Razianto Mada)"][/caption]

Akhir November 2014 mantan Presiden SBY berkicau di akun Twitter kesayangannya, @SBYudhoyono, mengenai bagaimana seharusnya seorang pemimpin itu bersikap dan bertindak. Entah angin apa yang membuat SBY berkicau seperti itu, tetapi yang pasti itu adalah sindiran kepada Jokowi, yang baru sebulan lebih menjadi Presiden menggantikannya.

Dalam kicauannya itu SBY berbicara tentang bahayanya pemimpin yang selalu dianggap benar, karena berpotensi menjalani pemerintahan bergaya diktator dan tirani, yang akan berakibatkan pada kejatuhannya.

"Dalam politik, pencitraan itu biasa. Tapi, jika sangat berlebihan bisa menurunkan kepercayaan rakyat. ‘Angkuh terbawa, tampan tertinggal’ *SBY*," pantun SBY di cuitannya itu.

"Diam itu emas", jika tidak perlu bicara, diamlah. "Bicara itu perak", jika harus bicara, bicaralah. Tetapi bermutu & bermanfaat. *SBY*."

"Tong kosong nyaring bunyinya". Akan lebih bijak jika tong yang masih kosong diisi dulu. Isilah dengan pengetahuan & pengalaman. *SBY*."

Kode “*SBY*” di akhir cuit-cuitan itu menunjukkan bahwa SBY sendirilah yang menulis kicauannya itu, demikian yang pernah dijelaskan Istana Negara ketika akun Twitter @SBYudhoyono itu pertama kali diluncurkan secara resmi.

Sedangkan di Face Book yang biasa digunakan oleh Presiden Jokowi menyampaikan informasi kegiatan kepresidenannya dan pemikiran-pemikirannya hanya sekali ada tulisan yang tampaknya membalas sindiran SBY yang pertama itu.

Sedangkan sindiran SBY berikutnya tentang pencitraan, “diam itu emas,” dan “tong kosong nyaring bunyinya” tidak ditanggapi lagi. Tentu Jokowi lebih memilih konsentrasi bekerja daripada berbalas pantun dengan SBY.

Basis kepemimpinan dalam demokrasi adalah kepercayaan, dan kepercayaan itu dibangun diantaranya oleh rekam jejak, ketulusan hati dan kesungguhan dalam bekerja.

Beda antara kepemimpinan yang dipercaya dengan kepemimpinan tirani, kepemimpinan yang dipercaya diperoleh melalui kesadaran rakyat atas tujuan tujuan negara, sementara kepemimpinan tirani adalah membungkam kesadaran rakyat bisa itu dengan bayonet atau pencitraan tanpa kerja.

Dan dalam kepemimpinan saya hal paling penting adalah membangun kepercayaan rakyat dengan kesadaran penuh bahwa ada tujuan-tujuan besar negara ini menuju kemakmuran Indonesia Raya.”

Tampaknya, setelah tidak menjadi presiden, SBY  belum bisa melepaskan dirinya dari pencitraan. Dalam hal ini seolah-olah dia hendak memenpatkan dirinya sebagai “guru bangsa” yang senantiasa mengingatkan, menasihati, dan memberi petunjuk kepada Jokowi yang dianggapnya “masih hijau” itu. Caranya, antara lain dengan menyindir menggunakan akun Twitter kesayangannya itu.

Ironisnya, di dunia maya, para netizen malah menganggap cuitan-cuitan SBY itu lebih pas ditujukan kepada dirinya sendiri, yang sangat terkenal di masa kepresidenannya selalu mengutamakan pencitraan daripada tindakan nyata.

SBY Ingatkan Jokowi: Tegas dalam Menjaga Wilayah Kedaulatan NKRI

Sebelumnya, di penghujung masa baktinya sebagai Presiden, SBY juga pernah menyampaikan pesan tentang menjaga kedaulatan negara kepada Jokowi, yang ketika itu sudah diumumkan KPU sebagai pemenang Pilpres 2014 bersama dengan JK, tetapi masih digugat di MK oleh Prabowo-Hatta.

Ironisnya lagi, justru pesan SBY kepada Jokowi ketika itu juga membuktikan bahwa dia sendirilah adalah “tong kosong yang selalu nyaring bunyinya.” Meskipun punya banyak pengetahuan dan pengalaman, pensiunan Jenderal TNI, berbadan besar, tetapi nyalinya terlalu kecil untuk bertindak tegas sebagai seorang pemimpin penjaga kedaulatan NKRI.

Waktu  yang saya maksudkan itu adalah pada tanggal 11 Agustus 2014 lalu, saat di acara peringatan Hari Veteran Nasional di Balai Sarbini, Jakarta. Waktu itu SBY sebagai Presiden hadir membuka acara itu dan menyampaikan pidatonya.

Dalam pidatonya itu SBY antara lain menyampaikan pesan kepada Jokowi jika sudah menjadi presiden harus selalu tegas, tanpa ragu dan tanpa kompromi dalam menjaga wilayah kedaulatan NKRI. Menurut SBY, kedaulatan wilayah merupakan harga mati yang harus dijaga.

"Hadir hari ini Bapak Joko Widodo, kita menunggu keputusan MK, tetapi jika Bapak ditakdirkan jadi pemimpin Indonesia, harapan veteran, harapan bangsa, kita ingin kedaulatan wilayah dijaga, tidak boleh siapa pun, dari negara mana pun, yang mengganggu kedaulatan wilayah kita," kata SBY dalam pidatonya ketika itu (Kompas.com).

Jokowi Terbukti Sangat Tegas

Sekarang, demi menjaga wilayah kedaulatan laut NKRI, dan demi penegakan hukum nasional, serta melindungi wilayah perairan kita, Presiden Jokowi dengan tegas memerintahkan aparat yang berwenang (TNI-AL dan Polri) untuk menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing yang secara ilegal masuk ke wilayah perairan Indonesia untuk mencuri ikan.

Ide melakukan penindakan dengan menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing pencuri ikan itu awalnya datang dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang langsung mendapat dukungan penuh dari Presiden Jokowi, dengan segera langsung diimplementasikan dengan perintah pelaksanaan penenggelaman kapal-kapal tersebut.

Jokowi mengingatkan kepada para nelayan asing itu bahwa sebagai Presiden, dia tidak main-main dalam hal ini. Jokowi perlu mengatakan hal itu, mungkin karena presiden sebelumnya terkesan main-main alias hanya gertak sambal, yang membuat tidak ada nelayan asing yang takut untuk terus melakukan pencurian ikan di dalam wilayah perairan Indonesia.

Ketegasan Jokowi ini juga segera menepis tudingan pihak-pihak tertentu yang mengatakan Jokowi tidak bisa menjadi pemimpin yang tegas, sebagaimana kalau yang menjadi presiden itu dari militer. Sebaliknya, justru Jokowi lebih tegas daripada SBY yang berlatar belakang militer (Jenderal TNI).

Ini dilakukan Pemerintah RI untuk memberi efek jera bagi pelaku pencurian ikan. "Pesan dari penenggelaman ini adalah Indonesia tidak main-main dalam tindakan tegas illegal fishing. Kita harus mengamankan lautan dari penjarahan pihak asing," ujar Jokowi (Tempo.co).

Jumat, 5 Desember 2014, Jokowi membuktikan ketegasannya itu, bahwa pemerintah Indonesia kini memang tidak main-main, atau tidak hanya gertak sambal saja. Sebanyak tiga kapal asal Vietnam diledakkan di Laut Natuna, Kepulauan Riau. Di Sulawesi Utara, polisi membakar tiga kapal nelayan asal Filipina.

Sejumlah kapal lain akan ditenggelamkan dalam waktu dekat. Kapal itu sudah ditangkap dan berada di beberapa tempat, antara lain 5 kapal di Pontianak dan 3 kapal di Berau.

Peledakan dilakukan anggota Komando Pasukan Katak TNI AL. Kapal Republik Indonesia (KRI) Sultan Hasanuddin, KRI Todak, KRI Sutedi Senaputra, dan KRI Barakuda dikerahkan untuk mengawal peledakan itu. Sementara Badan Koordinasi Keamanan Laut mengerahkan Kapal Negara Bintang Laut (harian Kompas, Sabtu, 06/12/2014).

SBY  Menegur Pembakaran Kapal  Asing Pencuri Ikan

Ketegasan Presiden Jokowi dalam menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing pencuri ikan itu bukan karena dia ingat dengan pesan SBY tentang harus tegas dalam menjaga wilayah kedaultan NKRI di acara peringatan Hari Veteran Nasional di Balai Sarbini, Jakarta, 11 Agustus lalu itu, tetapi karena memang pada dasarnya Jokowi, meskipun posturnya kecil nyaris ceking, “wajah ndeso”, tetapi sesungguhnya dalam hal ketegasan nyalinya jauh lebih besar daripada SBY yang berpostur besar itu.

Buktinya, selama sepuluh tahun masa pemerintahan Presiden SBY, ketegasan seperti itu tak pernah terjadi. Sebaliknya, praktik-praktik pencurian ikan oleh kapal-kapal nelayan asing itu seolah-olah bebas dilakukan di dalam wilayah perairan kita, aparat berwenang seolah-olah tak berdaya dengan alasan antara lain karena kekurangan kapal-kapal patrolinya yang memadai

Padahal penyebab sesungguhnya adalah Presiden SBY tidak pernah serius dan tegas kepada kapal-kapal nelayan asing yang melakukan pencurian ikan di dalam wilayah perairan Indonesia itu. SBY tidak pernah serius dalam menjaga kedaulatan wilayah perairan NKRI, karena terlalu sungkan, demi menjaga pencitraannya terhadap pemerintah asing asal kapal-kapal nelayan itu. SBY hanya lihai dalam retorika, tanpa tindakan nyata yang memadai, yang dalam peribahasa biasa disebut “tong kosong nyaring bunyinya.”

Bahkan pernah, ketika kapal nelayan asing asal Vietnam dibakar atas perintah Menteri Kelautan dan Perikanan-nya, Presiden SBY malah marah, dan menegur Menterinya itu. Jadi, sebenarnya, pembakaran/penenggelaman kapal nelayan asing pencuri ikan itu pernah dilakukan di masa pemerintahan Presiden SBY, tetapi hanya sekali, dan tidak pernah dilakukan lagi tindakan tegas tersebut, karena malah mendapat teguran dari SBY.

Hal ini terungkap dari pengakuan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan-nya,  Laksamana Madya (Purnawirawan) Freddy Numbery, sebagaimana dilaporkan Tempo.co.

Freddy yang memuji langkah tegas Presiden Jokowi itu menngungkapkan bahwa dulu ketika menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan-nya SBY, dia juga pernah menenggelamkan sebuah kapal nelayan asing asal Vietnam, tetapi malah ditegur SBY.

"Dulu saya pernah ditegur Pak SBY,  karena membakar kapal asing ilegal," katanya di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat, 5 Desember 2014.

Freddy menuturkan, pada saat menjabat menteri pada periode 2004-2009, ia mengeluarkan keputusan membakar kapal asing ilegal asal Vietnam. Namun pembakaran tersebut ditegur oleh Presiden SBY. Saat itu, menurutnya, SBY tengah akrab dengan Perdana Menteri Vietnam. "Takut keakraban itu terganggu, mungkin," kata Freddy.

Selain itu, ia juga pernah ditegur dalam kaitan dengan kasus tumpahan minyak dari kapal tanker Montara milik Thailand-Australia pada 21 Agustus 2009. Kerugian yang timbul di 14 desa di Pulau Rote sebesar Rp 40 triliun akibat insiden itu tak kunjung diganti hingga saat ini. "Saat itu Pak SBY bilang jangan dulu usik Thailand karena politiknya sedang bergejolak," kata Freddy.

Namun, hingga saat ini, ganti rugi tak kunjung diberikan. Ia mengatakan sudah menyampaikan hal ini kepada Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo, dan berharap ada tindakan yang dapat diambil.

Mengenai  sikap SBY yang terkesan masa bodoh dengan tumpahan minyak dari kapal tanker Montara milik Thailand-Australia  pada 21 Agustus 2009 itu, pernah saya tulis juga di Kompasiana, di artikel yang berjudul Obama dan SBY (6 Juni 2010).

Di artikel itu, saya membandingkan sikap tegas Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, yang luar biasa tegasnya dan tanpa kompromi kepada perusahaan pengeboran minyak, British Petroleum (BP), yang telah melakukan pencemaran terparah di wilayah perairan Amerika Serikat, di Perairan Teluk Mexico, dengan sikap Presiden kita sendiri, SBY, yang malah terkesan masa bodoh, ketika wilayah perairan negaranya tercemar gara-gara bocornya kapal tanker Montara milik pemerintah Thailand-Australia, mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 40 triliun.

Dalam kasus ini,  jika SBY benar-benar tegas dalam penegakan kedaulatan wilayah perairan NKRI, tentu dia sudah bersikap seperti Presiden Obama dalam menjaga wilayah kedaulatan negaranya itu, dengan meminta ganti rugi kepada pemerintah Thailand dan Australia. Tetapi itu tak pernah dilakukan sampai sekarang, dengan alasan pada waktu itu, seperti yang diungkapkan Freddy Numbery: “Jangan dulu usik Thailand, karena politiknya sedang bergejolak.”

Rupanya SBY menjaga citra dirinya, khawatir dianggap tidak etis oleh pemerintah Thailand, atau karena memang tidak punya cukup nyali untuk bersikap tegas dalam menjaga wilayah kedaulatan NKRI. Akibatnya kedaulatan wilayah perairan kita yang tercemar tumpahan minyak itu pun dibiarkan begitu saja, sekalipun itu merugikan negara dan nelayan-nelayan di perairan sana.

Nyali Jokowi lebih besar daripada bodi SBY, nyali SBY lebih kecil daripada bodi Jokowi. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun