Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jadi, Sebenarnya Suara Golkar Itu Suara Siapa, Sih?

16 Desember 2014   07:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:13 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="(Kompas.com)"][/caption]

Politisi PDIP, Saleh Ismail Mukadar dilaporkan ke Polda Jawa Timur oleh Wakil Sekretaris Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) dari Golkar Jawa Timur, Warsono, pada 13 Desember 2014, dengan tudingan telah melakukan penghinaan terhadap Partai Golkar..

Saleh dituduh Warsono telah menghina Partai Golkar, karena di akun Face Book Saleh, dia menyebut suara Golkar adalah suara setan.

Status Facebook yang ditulis Saleh itu mengomentari link berita yang diunggahnya berjudul "Wapres JK Tak Setuju PSSI Dibekukan". Lalu Saleh mengomentarinya dengan kalimat, "Suara beliau adalah suara Golkar, artinya suara Golkar adalah suara setan".

"Itu hanya orang usil, dia cuma ingin terkenal saja," komentar Saleh santai atas pelaporan dirinya ke Polda Jawa Timur itu.

Dia merasa tidak ada masalah dengan status Facebook-nya. Dia mengaku hanya menjelaskan kondisi PSSI saat ini, dan tidak bermaksud memojokkan pihak mana pun.

"Dalam akun FB saya itu, saya sampaikan dengan nada guyon. Saya juga menguraikan itu sesuai fakta. Mana yang untuk kepentingan rakyat, mana yang kepentingan pribadi. Sementara orang yang melaporkan itu pasti tidak memahami statusnya secara runtun," pungkasnya (Kompas.com).

*

Jika Warsono serius dengan laporannya itu, maka tindakan selanjutnya adalah dia seharusnya mampu menjelaskan, jadi, yang benar, suara Golkar itu suara siapa? Yang pasti bukan suara malaikat, bukan?

Pasti Warsono akan menjawab bahwa yang benar adalah – seperti slogan resmi Golkar -- suara Golkar adalah suara rakyat, karena suara rakyat adalah suara Golkar

Tetapi, apakah benar demikian?

Sejak awal kontroversi Pilkada langsung atau tidak langsung (melalui DPRD), Partai Golkar bersama KMP adalah pendukung Pilkada tidak langsung, maka itu Golkar bersama parpol-parpol lain di KMP memenangi voting di rapat paripurna DPR pada 26 September 2014, melahirkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pilkada, yang menetapkan semua Pilkada harus melalui DPRD.

Demikian juga dengan hasil Munas IX Golkar versi Aburizal Bakrie, yang secara aklamasi menegaskan Golkar tetap memilih Pilkada tidak langsung. Meskipun kemudian “diubah” hanya dengan kicauan-kicaunnya di Twitter oleh Aburizal Bakrie, yang sedari dulu memang super plin-plan itu (baca artikel saya: Politik Super Zig-Zag adalah Karakter Aburizal Bakrie”).

Padahal dari berbagai hasil survei, sejak sebelum diparipurnakan di DPR (26 September 2014) sampai sekarang, sebagian besar suara rakyat menghendaki Pilkada langsung.

Pada 5 September 2014 (jauh sebelum sidang paripurna DPR itu), Harian Kompas mengumumkan hasil survei Litbang Kompas, yang menunjukkan 87,6 persen rakyat menghendaki Pilkada langsung, dan menolak Pilkada melalui DPRD, tetapi kenapa Partai Golkar yang mempunyai slogan “suara rakyat, suara Golkar” itu malah mendukung Pilkada tidak langsung (melalui DPRD)?

Yang terbaru adalah hasil survei kerjasama LSI dengan International Foundation fot Electroral System (IFES) Indonesia, yang diumumkan pada 10 Desember 2014, menunjukkan mayoritas  suara rakyat Indonesia tetap menghendaki Pilkada langsung oleh rakyat. Survei itu dilakukan pada 25 Oktober-3 November 2014 di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Hasilnya: 84 persen suara rakyat Indonesia menghendaki Pilkada langsung oleh mereka.

"Delapan puluh empat persen rakyat Indonesia mendukung pemilihan umum secara langsung, hanya enam persen mendukung pemilu melalui DPR," ujar Survey Program Officer IFES Sandra Nahdar di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (10/12/2014).

Direktur Riset LSI Hendro Prasetyo mengatakan alasan responden mendukung Pilkada langsung karena mereka bisa memilih pemimpin secara langsung sesuai dengan pengetahuan dan harapan mereka kepada sosok calon pempinan daerahnya itu.

"Mereka merasa dekat dengan pemimpin, bisa mengevaluasi pemimpin, dan memiliki kedaulatan terhadap pemimpinnya sendiri," kata Hendro seusai presentasi hasil riset evaluasi pemilu legislatif dan presiden 2014 (cnnindonesia.com).

Itu hasil survei untuk mengetahui suara rakyat pada umumnya mengenai sistem Pilkada yang mana yang mereka kehendaki, bagaimana dengan suara rakyat secara spesifik pendukung KMP, termasuk spesifik Golkar?

LSI juga sudah pernah melakukan survei secara khusus untuk mengetahui bagaimana suara rakyat para pendukung KMP, termasuk Golkar, mengenai Pilkada langsung atau tidak langsung yang mereka kehendaki. Hasilnya pernah diumumkan pada 9 September 2014.

Hasil survei LSI ketika itu menunjukkan bahwa bahkan rakyat pendukung KMP pun menghendaki Pilkada langsung oleh rakyat, bukan Pilkada melalui DPRD.

Hasil survei itu menunjukkan tidak ada satu pun secara mayoritas konstituen parpol-parpol di KMP itu yang menghendaki Pilkada tidak langsung.

Pemilih Partai Demokrat sebanyak 80,77 persen menginginkan pilkada langsung.  Begitu pula pemilih Partai Gerindra (82,55 persen), PKS (80,23 persen), PAN (85,11 persen), PPP (78,66 persen), dan PBB (87,65 persen).

Sedangkan, khusus suara rakyat pendukung Golkar yang menghendaki Pilkada langsung sebanyak 81,20 persen konstituen (Republika.co.id).

Dari fakta-fakta tersebut di atas, mampukah kader Golkar, Warsono itu  menjawab pertanyaan ini: Kalau suara Golkar memang bukan suara setan, lalu yang benar suara Golkar itu suara siapa?

Dari fakta-fakta berdasarkan berbagai hasil survei itu, jelas sudah, suara Golkar itu juga bukan suara rakyat, sebagaimana digembar-gemborkan dengan slogannya itu.

Lalu, suara Golkar itu suara siapa sebenarnya, sih?

Penasaran juga, nih!? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun