[caption id="attachment_346770" align="aligncenter" width="556" caption="Apakah slogan yang dibuatnya sendiri ini masih berlaku bagi dirinya sendiri (sumber: Face Book Jokowi)"][/caption]
Kubu Presiden Jokowi uring-uringan terhadap KPK, setelah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi. Padahal Jokowi baru saja memilihnya sebagai calon tunggal Kapolri berdasarkan rekomendasi dari Kompolnas.
Jokowi memutuskan memilih Budi Gunawan pada 9 Januari 2015, sudah mengirim suratnya kepada DPR terkait hal itu pada hari yang sama. Eh, tiga hari kemudian, 12 Januari KPK mengadakan jumpa pers dan mengumumkan telah menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Ibaratnya makanan sudah disuapkan ke mulut, mulut sudah dibuka, tiba-tiba suapan itu ditahan, batal masuk mulut untuk dinikmati.
“Kenapa KPK begitu tiba-tiba menetapkan Budi sebagai tersangka? Kenapa baru sekarang? Kenapa baru setelah Jokowi memilihnya sebagai calon tunggal Kapolri? KPK sengaja menjegal Budi, karena mereka menjalankan misi politik tertentu! KPK membuat posisi Jokowi serba sulit!” Demikian berbagai bunyi tudingan diarahkan kepada KPK oleh kubu Jokowi.
Apakah benar demikian?
Bisa jadi KPK memang sengaja mempercepat penetapan tersangka Budi Gunawan, tetapi sama sekali bukan dengan maksud buruk, apalagi menjalankan misi politik tertentu, apalagi sengaja membuat posisi Jokowi serba sulit. Justru sebaliknya, dengan segera menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka, sesungguhynya KPK telah menyelamatkan Jokowi. Jika pencalonan Budi Gunawan itu dibiarkan terus berjalan sampai dilantik sebagai Kapolri oleh Presiden Jokowi, justru hal demikian akan berubah menjadi neraka bagi kepimpinan Jokowi.
Bukankah seharusnya Jokowi sudah tahu bahwa sebenarnya Budi Gunawan sangat berpotensi bermasalah dengan hukum sejak rekam jejaknya dikaitkan dengan rekening-rekening gendut perwira Polri pada 2010, bahkan sebelumnya? Bukankah Jokowi seharusnya sudah tahu bahwa perihal reputasi rekam jejak Budi Gunawan itu semakin jelas negatif ketika hasil investigasi KPK berdasarkan Laporan Hasil Analisa (LHA) PPATK terhadap rekening bank Budi Gunawan dan anaknya, dan laporan masyarakat? Bukankah ketika melakukan seleksi calon menternya dengan melibatkan KPK dan PPATK, KPK sudah menyampaikan hasilnya kepada Jokowi mengenai rapor Budi Gunawan yang merah? Bukankah Ketua KPK Abraham Samad sudah mengatakan kepada Jokowi bahwa terhadap mereka yang diberi catatan merah, termasuk Budi Gunawan, diharapkan jangan dipilih sebagai menteri, karena pasti cepat atau lambat ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK? Bukankah saat itu juga berdasarkan rekomendasi dari KPK itu akhirnya Jokowi mencoret nama Budi Gunawan sebagai calon menterinya yang tadinya rencananya hendak dijadikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara?
Lalu, kenapa sekarang Jokowi malah memilih Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri? Bukan KPK, tetapi Jokowi-lah yang cari gara-gara.
Bukan hanya masyarakat yang kaget, KPK pun terkejut mendengarnya. KPK pasti juga terheran-heran dengan keputusan yang diambil Presiden Jokowi itu, kenapa kok Budi Gunawan yang jelas-jelas tiga bulan lalu sudah diberi catatan merah dengan peringatan seperti itu, kok malah dipilih Jokowi? Tidak mungkin Jokowi lupa, tidak mungkin Jokowi tidak tahu akibatnya yang harus ditanggungnya. Yaitu, cepat atau lambat Budi Gunawan akan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait rekening gendut yang dimilikinya itu.
Jika KPK membiarkan proses terhadap Budi Gunawan terus berlanjut sampai dia menjadi Kapolri, pasti KPK akan mengalami kesulitan yang luar biasa untuk bisa menetapkan Budi sebagai tersangka dan menahannya. KPK harus berhadapan langsung dengan seorang Kapolri! Bisa megerikan dampaknya. Persoalan pasti akan menjadi luar biasa rumitnya, dan berpotensi besar terjadinya gempa, keguncangan luar biasa terhadap politik dan hukum. Jokowi juga pasti akan menanggung langsung risiko besar itu, bukan tak mungkin kejadian itu akan dimanfaatkan sebesar-sebesarnya Koalisi Merah Putih di DPR untuk melancarkan hak interpelasinya yang diikuti dengan upaya impeachment terhadap Jokowi.
Untuk mencegah prahara itu terjadilah, maka KPK pun memutuskan mempercepat penetapan status Budi Gunawan sebagai tersangka. Langkah itu berhasil menghentikan prahara besar yang besar kemungkinan terjadi jika Budi Gunawan sudah terlanjur menjadi Kapolri.
Jadi, sesungguhnya yang membuat KPK mempercepat penetapan tersangka Budi Gunawan (jika memang percepatan itu terjadi) bukan siapa-siapa, tetapi justru Jokowi sendiri dengan langkah blundernya itu.
Sesungguhnya, selain menyelamatkan bangsa ini dari prahara politik dan hukum itu, KPK secara tak langsung juga sudah menyelamatkan posisi Jokowi sebagai Presiden. KPK sama sekali tidak mempersulit posisi Jokowi, justru Jokowi sendiri yang mempersulit posisinya sendiri dengan memilih Budi Gunawan sebagai calon tinggal Kapolri itu. Posisi Jokowi menjadi semakin serba sulit justru karena tokoh-tokoh besar di kubu politiknya seperti Megawati dan Surya Paloh terus mendesaknya untuk tetap melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri. Justru KPK-lah yang mengeluarkan Jokowi dari posisi serba sulit itu, dengan menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka.
Masih untung Jokowi bisa mengatasinya dengan menjalankan strategi menunda pelantikan Budi Gunawan, yang sebenarnya adalah pembatalan itu (baca artikel saya sebelum ini, yang berjudul Pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri Pasti Batal!). ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H