Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Semakin "Tedjo", Siapa Atasan, Siapa Bawahan

13 Februari 2015   16:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:16 2381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkaitan dengan pernyataan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam konferensi pers di Gedung KPK, Rabu, 12 Februari lalu, Presiden Jokowi memerintahkan pihak berwenang untuk melacak siapa saja yang menyebarkan teror kepada pegawai KPK dan keluarganya itu.

”Saya sudah bertemu seluruh pimpinan KPK dan Polri. Pimpinan Polri menyampaikan hal yang sama (juga menerima teror). Yang meneror siapa, ini yang sulit dilacak. Kalau yang melakukan teror jelas, tangkap saja,” kata Jokowi, Kamis (12/02/2015), di Jakarta.

Dua petinggi Polri merespon cepat pernyataan KPK itu.

Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso meminta KPK membuktikan dan mengklarifikasi teror yang mereka terima seandainya terdapat peran polisi di dalamnya. "Yang bicara teror kan KPK. Ya, silakan saja dibuktikanlah teror itu," ujar Budi di pelataran Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Kamis (12/2/2015).

Budi mengaku terkejut atas kabar tersebut. Katanya, pihaknya juga tak dihubungi KPK langsung mengenai hal ini, dia sendiri baru tahu dari media. Dia berjanji akan menyelidikinya jika KPK melaporkannya ke Mabes Polri.

Budi juga mengatakan, hingga kini pihaknya belum menerima laporan dari KPK soal teror tersebut. Pihaknya akan menyelidiki jika pihak KPK melaporkan teror tersebut (Kompas.com).

Padahal beberapa hari sebelumnya Wakil Ketua KPK yang lain Adnan Pandu Praja sudah mendatangi Mabes Polri menemui Wakapolri Badrodin Haiti untuk melaporkan hal tersebut.Badrodin sendiri mengakui hal tersebut. Kata dia, beberapa hari sebelumnya, memang Adnan Pandu Praja melaporkan kepadanya tentang adanya teror tersebut, setelah menerima laporan itu, dia lalu mengecek ke Kabareskrim dan Kepala Divisi Propam, dan hal itu terungkap. Hanya saja menurutnya laporan KPK tersebut masih perlu penjelasan lebih lanjut.

"Jangan terus dipelesetkan orang merasa diteror," ujarnya. "Apakah kalau di-SMS, diteror, itu pasti dari polisi? Kan tidak," Kata Badrodin."Lagi pula KPK kan punya alat untuk melacak nomor telepon genggam siapa yang digunakan untuk melakukan teror," katanya lagi (okezone.com).

Lalu, kenapa Budi bisa mengatakan sampai sekarang KPK belum melaporkan ke polisi? Apakah ini membuktikan bahwa di Mabes Polri itu memang terdapat friksi-friksi, dan Badrodin Haiti meskipun adalah Wakapolri tidak mempunyai power untuk mengendalikan anak buahnya?

Dalam beberapa kali aksi dan pernyataan Polri, termasuk saat Bambang Widjojanto ditangkap polisi, sepertinya yang lebih berkuasa di Mabes Polri itu adalah Budi Waseso, bukan Badrodin Haiti.

Meskipun demikian dalam hal ini Budi Waseso dan Badrodin Haiti ada benarnya juga. KPK harus bisa mempertanggungjawabkan laporannya itu. Jangan hanya sebatas bilang, kami diteror, diancam bunuh, dan seterusnya, tetapi harus merinci bentuk teror itu kepada polisi. Seperti, menunjukkan SMS-SMS teror yang dimaksud, juga seharusnya KPK bisa menyadap ponsel dan merekam suara peneror-peneror itu itu. Bukankah, memang KPK mempunyai perangkat yang cukup canggih untuk melakukan hal itu?

Itu semua harus diperjelas!

Yang semakin tidak jelas itu justru lagi-lagi pernyataan dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno.

Setelah Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataannya tersebut di atas, yaitu memerintahkan pihak berwenang untuk melacak siapa saja yang menyebarkan teror kepada pegawai KPK dan keluarganya itu, Tedjo malah menyatakan, tak ada teror terhadap pegawai serta pimpinan KPK dan keluarga itu. ”Tidak ada teror-meneror (KPK). Mungkin perasaan orang-orang saja karena situasi seperti ini,” katanya. Ia menambahkan, telepon atau pesan gelap yang diterima pegawai KPK dan keluarga kemungkinan hanya tindakan pihak iseng (Harian Kompas, Jumat, 13/02/2015).

Siapa atasan, siapa bawahan, semakin “tedjo” saja, semakin tak jelas. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun