[caption id="attachment_352105" align="aligncenter" width="550" caption="DEKAT: Taufiqurrahman Ruki (kiri) bersama Budi Gunawan. Foto diambil pada akhir tahun 2004. Foto: Muhamad Ali/Jawa Pos"][/caption]
Jumat, 20 Februari 2015, di Istana Negara, Jakarta, Presiden Jokowi telah melantik tiga pimpinan sementara KPK, yaitu Taufiequrachman Ruki sebagai Ketua KPK menggantikan Abraham Samad, Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi sebagai Wakil Ketua KPK, masing-masing sebagai pengganti Busyro Muqodas dan Bambang Widjojanto. Mereka akan bertugas bersama dua Wakil Ketua KPK yang tersisa Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen, sampai berakhir masa jabatannya pada Desember 2015.
Taufiequrahman Ruki adalah purnawiran Jenderal Polri, Ketua KPK periode pertama (2003-2007), juga mantan politisi DPR dari Fraksi ABRI. Adapun Indriyanto Seno Adji adalah guru besar Hukum Pidana dari Universitas Khrisna Dwipayana, juga pernah berpaktek pengacara.Sedangkan Johan Budi SP sebelumnya adalah Juru Bicara KPK dan Deputi Bidang Pencegahan KPK.
Namun, tampaknya Taufiequrahman Ruki, dan -- apalagi -- Indriyanto Seno Adji adalah dua sosok yang meragukan atau "bermasalah" sebagai pimpinan KPK.
Taufiequrahman Ruki
Selesai acara pelantikan itu, dalam perbincangannya dengan sejumlah wartawan, Taufiequrahman Ruki menyatakan pesannya kepada koruptor: “Taufiequrachman (telah) kembali!”
Seolah-olah ketika ia menjadi Ketua KPK yang pertama itu prestasinya luar biasa hebatnya sampai membuat para koruptor, terutama sekali yang kelas kakap dan paus pada gentar dengan KPK. Jadi, kini, dia kembali, para koruptor pun layak gemetar ketakutan, tanpa kecuali. Inginnya dia menciptakan kesan begitu, rupanya.
Benarkah prestasi Ruki sangat layak ditakuti oleh para koruptor kakap dan paus itu? Apa kabar dengan kelanjutan kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan? Yang pasti di kala Ruki menjadi Ketua KPK itu, tak ada satu pun koruptor yang dipenjarakan berasal dari pejabat tinggi negara, apalagi perwira polisi.
Sebelumnya, saat kasus Budi Gunawan sedang panas-panasnya, dalam beberapakali pernyataannya dia membela Budi Gunawan. Ruki juga adalah orang yang sangat kritis terhadap KPK periode ketiga di bawah ketuanya Abraham Samad. Dia antara lain berkata, gaya kepimpinan KPK periode ketiga ini yang keliru berperan besar dalam menciptakan kisruhnya KPK dengan Polri.
Dalam sebuah telewicara dengan Metro TV beberapa hari lalu, Ruki mengatakan, di masa dia menjadi ketua KPK, tidak pernah muncul sekali pun gesekan antara KPK dengan Polri. Ruki lupa, di masa dia menjadi Ketua KPK periode pertama itu, memang tak ada seorang polisi pun, apalagi perwira polisi aktif yang diusik KPK. Jadi, mana mungkin muncul gesekan itu?
Ketika KPK periode kedua di bawah Ketuanya Antasari Azhar, Ruki juga cukup sering mengkritik cara kerja KPK, kritiknya itu lebih gencar ketika KPK periode ketiga dipimpin oleh Abraham Samad. Mencapai puncaknya saat mencuatnya kasus Budi Gunawan itu.
Saat perseteruan KPK vs Polri sedang panas-panasnya, Ruki justru selalu bersuara membela Budi Gunawan. Dia mendukung langkah hukum Budi Gunawan mempraperadilakan KPK. Karena, menurutnya KPK salah dalam menerapkan hukum saat menetapkan Budi sebagai tersangka.
Padahal, di saat Ruki menjadi Ketua KPK periode pertama itu (2003-2007) prestasi KPK malah tidak menonjol. Tidak ada seorang pejabat negara tinggi pun yang diusut karena terlibat kasus korupsi. Padahal, sudah sejak lama menjadi rahasia umum bahwa banyak pejabat tinggi negara, termasuk menteri, dan perwira tinggi polisi yang korupsi. Masa, tidak ada satu pun yang terdeteksi KPK di masa 2003-2007 itu?
Dari laman (situs) KPK terdapat data penanganan perkara yang pernah ditangani KPK. Pada kurun waktu 2004-2007, yaitu di masa Ruki sebagai Ketua KPK, kasus yang ditangani KPK pertahunnya tak pernah lebih dari 30 perkara pertahun. Rinciannya: 2 kasus (2004), 19 kasus (2005), 27 (2006), dan 24 (2007).
Justru memasuki KPK periode kedua dengan Ketuanya Antasari Ashar, bersama para wakil ketuanya: Bibit Samad Riyanto, Chandra Hamzah, Haryono Umar dan M. Yasin, KPK mulai mengusut korupsi pejabat tinggi negara, seperti mantan Deputi Bank Indonesia Aulia Johan yang juga besan Presiden SBY, dan mulai memasuki Mabes Polri dengan mengusut kasus korupsi Kabareskrim Polri, Komisaris Jenderal Seno Duadji. Ketika itulah pertama kali terjadinya konflik antara KPK dengan Polri, yang lalu memunculkan istilah “cicak vs buaya” yang dicetuskan oleh Seno Duadji. Di dalam perseteruan pertama kali KPK versus Polri itulah muncul beberapa kritikan Ruki kepada KPK itu.
Memasuki KPK periode ketiga dengan ketuanya Abraham Samad, bersama dengan para wakil ketuanya: Busyro Muqodas, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnaen, KPK benar-benar lebih bergigi. Penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi pun mulai memasuki “daerah-daerah sensitif”, mulai dari banyaknya anggota DPR(D), elite partai politik, bupati/walikota/gubernur, Ketua MK, sampai ke menteri-menteri aktif, dan perwira tinggi di Mabes Polri. Pengusutan terhadap kasus korupsi proyek pengadaan simulator SIM pun berhasil memenjarakan Inspektur Jenderal Djoko Susilo, dan kasus gratifikasi Budi Gunawan yang sekarang ini.
Sebaliknya, di masa Ruki sebagai Ketua KPK, tak pernah sekali pun KPK mengusut kasus di Kepolisian RI. Mungkinkah karena ada faktor “almamaternya”, konflik kepentingan?
Harian Jawa Pos, Jumat, 16 Februari 2015, menulis bahwa saat menjabat pimpinan KPK, Ruki dikenal dekat dengan Budi Gunawan. Budi kabarnya kerap datang ke KPK namun tidak lewat pintu depan sebagaimana tamu pada umumnya.
Ruki membantahnya. Kata dia, meski sesama berasal dari kepolisian, dia tidak merasa ada konflik kepentingan. Terkait kedetakatanya dengan Budi Gunawan, Ruki menjawab sejak berpangkat kolonel sudah berdinas di luar polisi. Jadi, pengetahuannya soal BG hanya sebatas kenal karena sesama perwira polisi. "Tak ada kedekatan khusus," ujarnya (Jawa Pos).
Tentu Mabes Polri gembira dengan kembalinya “alumnus” mereka menjadi Ketua KPK (sementara) itu. Demikian juga dengan Budi Gunawan, pasti senang, karena seorang “pembelanya” di kala dia berseteru dengan KPK, kini yang menjadi Ketua KPK. Apalagi ditambah bersama dengan Indriyanto Seno Adji, Wakil Ketua KPK (sementara), yang juga adalah salah satu “pembelanya”.
Mengharapkan kriminalisasi terhadap Bambang Widjojanto dan Abraham Samad oleh polisi diakhiri? Sangat tipis harapan.
Entah dapat wahyu dari mana, baru saja dilantik beberapa jam sebagai Ketua KPK sementara, saat memimpin para wakil ketua KPK bertemu dengan Wakil Kapolri Badrodin Haiti di Mabes Polri, Jumat sore (20/02), saat konferensi pers, Ruki sudah membantah ada kriminalisasi terhadap Bambang dan Abraham. Kata dia, tidak ada desain di dalam penetapan dua pimpinan KPK yang sudah diberhentikan sementara oleh Presiden Jokowi itu. Kalau mereka baru diusut polisi hanya beberapa hari setelah Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, itu hanya kebetulan.
"Tidak ada desain yang menyebabkan terjadi gesekan atau friksi itu. Kehadiran kasus hukum (Bambang dan Abraham) tersebut bersamaan (dengan kasus Budi Gunawan) karena periode waktu laporan yang diterima masyarakat," katanya.
Dia juga sudah menyatakan bahwa karena gugatan praperadilan Budi Gunawan terhadap KPK sudah dikabulkan, maka KPK sudah tidak bisa lagi melanjutkna proses penyidikan kasus tersebut. Oleh karena itu KPK melimpahkan kasus Budi Gunawan itu ke kepolisian atau kejaksaan, yang sama artinya, hampir pasti kasus itu akan segera di-SP3-an, apalagi jika itu diserahkan ke kepolisian. Bukankah hasil penyelidikan internal kepolisain oleh Prompam sebelumnya sudah menyatakan Budi Gunawan bersih?
Indriyanto Seno Adji
Bahkan baru saja pada Senin, 16 Februari lalu, atau hanya tiga hari sebelum Presiden Jokowi memilihnya sebagai salah satu pimpinan KPK sementara, saat diwawancara Suara Pembaruan, Indriyanto Seno Adji menyatakan pembelaannya terhadap Budi Gunawan dan hakim Sarpin Rizaldi, yang memenangkan gugatan praperadilan Budi.
Ketika itu, Indriyanto menyatakan, meskipun Pasal 77 KUHAP tidak menyebutkan status tersangka sebagai obyek praperadilan, tetapi hakim Sarpin sudah membuat terobosan hukum yang penting, dengan menerima gugatan Budi Gunawan. Implikasinya, kata dia, kini Budi Gunawan sudah tidak berstatus tersangka lagi, dia menjadi orang merdeka.
"Tentu dengan putusan praperadilan itu Budi Gunawan menjadi orang yang merdeka. Artinya, status sebagai tersangka tidak lagi bisa dilekatkan kepada dirinya," ucapnya (beritasatu.com).
Menurut dia, status hukum dan penetapan sebagai tersangka merupakan kesatuan rangkaian, sehingga bila penetapannya tidak sah maka berakibat pula status tersangka menjadi gugur.
Jangan-jangan karena sikap mendukung Budi Gunawan dan latar belakang Taufiequrachman Ruki dan Indriyanto Seno Adji inilah yang membuat Wakil Presiden Jusuf Kalla merekomendasikan nama mereka kepada Jokowi untuk dipilih sebagai pimpinan sementara KPK itu?
Padahal dilihat dari rekam jejaknya, sebenarnya Indriyanto Seno Adji tidak pantas menjadi salah satu pimpinan KPK.
Rekam jejaknya menunjukkan ia adalah sosok anti-KPK, karena beberapakali pernah mewakili koruptor untuk mempreteli kewenangan KPK melalui uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi. Misalnya, saat ia mewakili Paulus Efendi beserta 31 hakim agung lainnya dalam uji materi Undang-Undang KPK melawan Komisi Yudisial pada 2006 lalu.
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi juga merilis pernyataan mereka ke berbagaimedia tentang Indriyanto yang dinilai sangat tak pantas menjadi pimpinan KPK. karena: "Indriyanto selama ini dikenal berseberangan dengan KPK, dekat dengan kekuatan Orde Baru, serta banyak melakukan pendampingan hukum terhadap pelaku korupsi, kejahatan perbankan, pelanggaran HAM, dan kasus-kasus lainnya."
Tempo.co juga mencatat, Indriyanto pernah menjadi pengacara mantan Presiden Soeharto, dan pengacara mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh dalam kasus korupsi pengadaan helikopter M1-2 merek PLC Rostov Rusia. Atas rekam jejaknya itu, April 2011, Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) pernah menyampaikan keberatan penujukkan Indriyanto sebagai anggota tim penyusun Draft UU Tindak Pidana Korupsi.
Pada 2002, menjadi pengacara untuk putra bungsu kesayangan mantan Presiden Soeharto, Tommy Soeharto. Tommy didakwa sebagai otak dari pembunuhan berencana terhadap Hakim Agung Syafiudin Kartasamita yang memvonis Tommy 18 bulan penjara dalam ruilslag tukar guling tanah PT Goro Batara Sakti dan Bulog.
Pada 2005, menjadi pengacara untuk Gubernur Aceh Abdullah Puteh yang terlibat kasus korupsi pembelian helikopter Mi2.
Pada 2007, membela Soeharto dalam kasus korupsi Yayasan Supersemar yang merugikan negara hingga Rp 11,5 triliun.
Pada 2008, membela mantan Bupati Kutai Kertanegara Syaukani Hasan Rais yang terlibat korupsi Rp120,251 miliar dalam penyelewengan dana bantuan sosial, korupsi studi kelayakan Bandara Loa Kulu, dan penyalahgunaan APBD Kutai Kartanegara untuk pembebasan lahan Bandara Loa Kulu.
Pada 2011, membela terpidana Century Rafat Ali Rizvi dalam Pengadilan Arbitrase Internasional. Pemegang saham Bank Century ini menilai pemerintah melanggar ketentuan perjanjian investasi bilateral Indonesia-Inggris atau BIT. Putusan pengadilan arbritase menolak gugatan Ravat. Ravat tetap menjadi terpidana 15 tahun kasus Century.
Tampaknya para "koruptor" berhasil menyusupkan pembela mereka ke dalam KPK?
Dengan latar belakang sebagai pengacara pembela beberapa koruptor besar, di manakah sesungguhnya kelayakan Indriyanto Seno Adji sebagai salah satu pimpinan lembaga pemberantasan korupsi yang bernama KPK itu?
Mungkinkah Presiden Jokowi sudah "dikadali" oleh para elite politik sekitar mereka, sehingga bisa mengangkat sosok seperti ini menjadi pimpinan KPK?
*
Di artikel saya yang berjudul Jika BG Tersangka, Apakah KPK Juga Tidak "Dihabisi"? (1-3), saya menyinggung tentang teori konspirasi, yaitu konspirasi untuk "menghabisi" para pimpinan KPK yang semakin ganas terhadap koruptor kelas paus, yang bersikeras mengusut kasus SKL BLBI (atau juga kasus mafia migas?), yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, dan juga para pimpinan lainnya jika mereka bersikap sama, untuk kemudian diganti dengan pimpinan KPK yang jauh lebih jinak, atau bersikap "bersahabat" dengan mereka. Mungkinkah skenario ini sedang dimainkan sekarang?
Dilihat dari latar belakang Taufiequrachman Ruki dan Indriyanto Seno Adji tersebut di atas, tentu come back-nya Taufiequrachman Ruki di KPK, bahkan menjadi Ketua KPK akan disambut gembira Budi Gunawan. Apalagi Ruki kembali bersama dengan Indriyanto Seno Adji yang juga di saat perseteruan KPK vs Budi Gunawan, membuat pernyataan-pernyataan yang membela Budi Gunawan. Mengingat pernyataan mereka berdua yang pro-Budi Gunawan, mungkinkah kasus Budi Gunawan akan dilanjutkan oleh KPK?
Jadi, “Taufiequrachman kembali (bersama Indriyanto Seno Adji), Budi Gunawan dan kawan-kawan tertawa senang?” ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H