“ Dilihat dari cara ngaduknya aja, benar-benar nunjukin kalau kamu bakal jadi juru masak kelas satu!” puji Yun-yun.
Seberapa teguhpun tekadmu untuk berdiet, pasti akan runtuh ketika dihadapkan pada dahsyatnya aroma Tongseng Kambing olahan Dicky. Kelihaian Dicky memang tak tertandingi. Freska bahkan yakin, sebenarnya Dicky dilahirkan dan ditakdirkan untuk menjadi Master Chef sejati. Charisma menganggap bakat memasak Dicky menurun dari Tante Shinta Wahyuni, Ibu Dicky sekaligus pemilik Rumah makan Ethnic Café. Namun Dicky menolak mentah-mentah anggapan itu.
“ Sejak kelas tujuh, mama sudah nyuruh aku belajar jadi chef! Bakat turunan cuma nyumbangin satu persen aja pada keberhasilanku. Sembilan puluh sembilan persen sisanya tuh kerja keras! Aku tetap pantang menyerah, walau berkali-kali masakanku sempat gosong, kurang matang ataupun keasinan!” kata Dicky dengan gaya mirip motivator.
Nama Dicky Odhie Darma memang cukup populer di kampus-kampus negeri ataupun swasta, di kota Jagakarya. Setelah beberapa kali menang kompetisi chef tingkat mahasiswa, Dicky sering diundang menjadi juri lomba memasak tingkat SMA.
“Kenapa kamu nggak ikut ajang pencarian bakat Chef kayak di siaran TV swasta itu Dick? Kan biar kamu tambah eksis?” saranku ke Dicky.
“ Memangnya selama ini aku kurang eksis ya Van?” sahutnya singkat.
***
Selain Tongseng Kambing, Dicky juga ditantang untuk mendemonstrasikan kemampuannya memasak Oseng-oseng Mercon dan Sate Jamur. Seluruh bahan kebutuhan memasak disediakan oleh Charisma dalam rangka pengucapan syukur atas rumah yang baru dibelinya. Tidak semua mahasiswa diundang di sana. Hanya dua belas orang, termasuk aku. Sejak siang tadi, Dicky dan Freska terlihat sangat sibuk didapur. Freska menuruti apapun perintah Dicky, ibarat asisten dokter bedah jantung di ruang operasi yang tunduk dan taat melayani si dokter bedah. Ekspresi kekaguman dan semangat untuk berguru pada Dicky tergambar jelas pada raut muka Freska. Aku jadi penasaran ingin ikut belajar jadi chef juga. Aku segera masuk dapur dan membantu Freska memotong daging, serta mengupas bawang.
“Ngapain kamu Van?” Tanya Dicky.
“Bantu-bantu aja. Kan sekalian belajar…” Jawabku.
“Ya ampun Van! Gak usah, ini kan emang tugasku. Tamu undangan nggak boleh masuk dapur. Lagipula kamu tuh bikin dapur jadi sempit!” jawab Dicky.
Aku sempat heran, kenapa dapur seluas itu dibilang sempit oleh Dicky.
“ waaaahhhh… Baunya harum banget!” kata Chensy yang baru datang bareng Yun-yun.
“ Dilihat dari cara ngaduknya aja, benar-benar nunjukin kalau kamu bakal jadi juru masak kelas satu!” puji Yun-yun.
“ Udah cepetan masuk! Kalo mau belajar sama aku, kalian harus serius kayak Freska! Jangan telat lagi!” bentak Dicky dengan ekspresi sok tegas, bahkan lebih keras dibanding para chef di acara reality show.
" Iya-iya, eh by the way Dick, ini si Chensy juga pengin ikutan belajar masak boleh gak?" kata Yun-yun.
" Iya Dicky, aku pengin banget belajar jadi Chef kayak kamu juga, tapi kayaknya tempatnya jadi sempit banget ya kalo aku masuk? " ujar Chensy.
" Kamu serius pengin belajar Chensy?" tanya Dicky.
" Iya! Kalo kamu gak keberatan tentunya!"
" Hmmm... aku memang melihat ada talenta seorang Chef yang kuat darimu Chensy. Kalau kamu memang serius, aku siap jadi mentormu. Kalian berdua silahkan masuk!" kata Dicky.
" Yes Chef!" sahut Yun-yun dan Chensy.
Chensy dan Yun-yun segera berhamburan menuju dapur, dan melakukan apapun yang diinstruksikan Dicky. Aku jadi sadar, rupanya dapur ini hanya menjadi sempit jika dimasuki cowok sepertiku, tapi tetap luas untuk dimasuki Chensy dan Yun-yun.
Akhir bagian 1 dari 4
Tulisan dan gambar adalah karya asli penulis yang telah dipublikasikan di www.xervanindonesia.com atau www.xervan.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H