Kepunahan diambil dari kata punah yang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti “habis semua hingga tidak ada sisanya”. Sejarah panjang Bumi telah diwarnai dengan punahnya berbagai jenis fauna maupun flora. Seperti dinosaurus dan beberapa hewan yang punah saat kemunculan manusia (homo sapiens). Perkembangan zaman telah membawa dunia ke tempat yang lebih baik, hukum yang lebih terjamin, kebebasan yang diperbolehkan, hingga perbedaan yang disatukan. Sebagai salah satu negara modern, Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia untuk perairan dan kedua terbesar di dunia untuk daratan. Dengan jumlah penduduk sebesar 270 juta jiwa pada tahun 2024, Indonesia menjadi negara yang penting bukan hanya secara ekologis, namun secara ekonomis. Berdasarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2022, disebutkan bahwa terdapat 8 miliar manusia yang mendiami planet kecil ini. Lonjakan populasi diiringi dengan pertumbuhan kebutuhan dan keinginan yang meningkat menciptakan salah satu permasalahan, yaitu dari mana kebutuhan dan keinginan manusia dapat terpenuhi. Alam nyatanya telah menyediakan kepada manusia berbagai macam tumbuhan maupun hewan yang dapat dikonsumsi. Akan tetapi dengan meningkatnya sifat konsumerisme, keinginan-keinginan manusia harus bergesekan dengan eksploitasi alam secara berlebihan.
Hubungan antara manusia dengan keanekaragaman hayati tidak dapat dipisahkan. Manusia bukanlah sosok yang berada diatasnya, maupun berhak untuk menguasainya. Melainkan manusia adalah bagian dari kesatuan dari keanekaragaman hayati yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Ketergantungan yang saling diperlukan ini, dapat dilihat dari kebutuhan manusia atas oksigen yang didapat dari tumbuhan ataupun tanaman, yang di mana pepohonan dapat menghasilkan oksigen dari karbondioksida yang salah salah satunya berasal dari manusia. Apabila kerusakan lingkungan terus dilakukan, maka dampaknya tidak hanya pada tumbuhan ataupun tanaman itu sendiri, akan tetapi kepada manusia. Sebagai negara dengan jumlah hutan terbesar ke-2 di dunia, posisi Indonesia sangat penting dalam menavigasi arah narasi terkait perlindungan keanekaragaman hayati dalam kancah internasional.
Meskipun Indonesia merupakan negara dengan jumlah hutan terbesar dan penyumbang oksigen terbesar, akan tetapi permasalahan lingkungan masih menjadi hal yang jarang dibicarakan oleh masyarakat. Dari banyaknya permasalahan lingkungan yang ada, sekiranya terdapat tiga permasalahan yang masih terjadi, yaitu; (1) kurangnya kesadaran masyarakat mengenai keanekaragaman hayati, (2) perburuan liar yang masih terjadi; dan (3) implementasi regulasi yang menindas. Pertama, kurangnya kesadaran masyarakat mengenai keanekaragaman hayati, dapat ditinjau dari minimnya pendidikan terkait kesadaran akan kehidupan yang ada diluar sana selain manusia. Kedua, perburuan liar yang masih terjadi, dapat dilihat dari beberapa faktor seperti; harga hewan-hewan langkah yang tinggi, tata kelola yang masih sering bermasalah, ataupun permintaan akan koleksi hewan-hewan eksotis yang tidak surut. Ketiga, implementasi regulasi yang menindas, kasus seperti penebangan ilegal di dalam Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, menjadi salah satu contoh akibat tata kelola yang lemah dan kurangnya regulasi yang tegas. Selain itu, masyarakat lokal tidak jarang mengalami kekerasan oleh petugas yang diarahkan untuk mengamankan lahan yang akan digunakan untuk keperluan perusahaan.
Masyarakat Indonesia masih terfokus pada upaya untuk meningkatkan taraf perekonomian. Berbagai usaha kerap dilakukan yang tidak jarang mengorbankan dan merusak habitat flora dan fauna hidup. Diperlukan kesadaran akan bahaya dari keberlanjutan aktivitas tersebut. Salah satu satwa yang terkena dampak dari ekploitasi terhadap habitatnya adalah orangutan. Orangutan yang berada di Sumatera, Kalimantan, dan Tapanuli berada dalam status ‘sangat terancam punah’ oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). Jumlah populasi orangutan telah berkurang sebesar 80% dengan hanya meninggalkan populasi sebesar 57.350. Ketika hal ini dibiarkan terus terjadi, maka tidak mengherankan jika dalam puluhan tahun kedepan, generasi penerus bangsa tidak akan memiliki kesempatan untuk melihat secara langsung orangutan, maupun mendengar suaranya.
Perburuan secara illegal, berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1990 telah melarang perburuan secara illegal, akan tetapi aktivitas ini masih terjadi. Perburuan liar tidak hanya disebabkan oleh faktor permintaan, melainkan juga karena adanya faktor perluasan lahan untuk kebutuhan perusahaan. Dalam lingkup perairan, kegiatan perburuan secara illegal masih kian terjadi, aktivitas tersebut lebih sering dikenal sebagai illegal fishing. Faktor seperti keterbatasan sarana untuk memantau aktivitas-aktivitas pemancing asing, luasnya lautan yang terdapat di Indonesia, masih menjadi tantangan tersendiri dalam menghadapi permasalahan tersebut. Sebagai negara dengan kearagaman hayati baik darat maupun perairan terbesar di dunia, Indonesia patut sadar dan memahami pentingnya menjaga keanekaragaman hayati demi menjaga keberlangsungan hidup aneka spesies di dalamnya.
Tanaman merupakan salah satu bagian dari keanekaragaman hayati yang masing kurang diperhatikan lebih oleh masyarakat luas. Meskipun demikian, tanaman menghadapi ancaman terhadap habitatnya akibat hal-hal seperti; pengalihgunaan lahan, penggunaan pestisida berlebihan, maupun limbah yang dibuang dekat dengan tumbuhan sehingga mencemarkan tanah. Berdasarkan IUNC, beberapa jenis tanaman kapas, jagung, maupun alpukat terancam punah akibat kurangnya lahan yang dapat digunakan untuk menanam tanaman-tanaman tersebut. Pengalihfungsian lahan menjadi salah satu faktor terancamnya habitat maupun lahan tanaman. Lahan yang digunakan untuk keperluan menanam tanaman, harus dikurangi akibat meningkatnya keperluan ekonomi maupun penduduk. Selain itu proses penggunaan pestidisa berlebihan dapat mencemari tanah yang pada akhitnya mengakibatkan rusaknya kualitas tanah, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh subur di tanah tersebut.
Kondisi seperti ini apabila diteruskan selama bertahun-tahun kedepan, menjadi tidak mustahil bahwa suatu saat nanti masyarakat Indonesia akan mendengar beberapa flora dan fauna yang punah. Hal ini tentu sangat berdampak bukan hanya pada lingkungan, akan tetapi pada keseimbangan ekosistem itu sendiri. Oleh karena itu, hal yang paling mudah dilakukan untuk mencegah kepunahan suatu spesies adalah dengan meningkatkan kesadaran terhadap keanekaragaman hayati dan literasi lingkungan. Apabila masyarakat Indonesia memiliki kemampuan untuk sadar akan masalah yang terjadi, maka perlindungan akan flora maupun fauna dapat terjamin dan regulasi akan dituntut untuk menjadi semakin baik. Keperluan lainnya adalah bagaimana kemampuan masyarakat untuk membaca dan memahami kondisi sekitar untuk peduli akan keberlangsungan ekosistem sekitar. Hal ini menjadi tugas yang harus ditanggung bukan hanya oleh pemerintah, namun juga oleh masyarakat. Pada akhirnya, Indonesia perlu untuk menjadi negara yang dapat menjelaskan kepada dunia terkait pentingnya menjaga keutuhan dari keanekaragaman hayati. Manusia perlu bertanggung jawab atas ancaman kepunahan dari berbagai spesies. Dan hal awal yang perlu dilakukan adalah membangunkan semua orang untuk sadar akan kenyataan ini. Apabila manusia dapat memiliki kemampuan secara langsung maupun tidak langsung untuk ‘memusnahkan’ berbagai spesies, apakah tidak mungkin juga bagi manusia untuk memusnahkan sesama manusia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H