Pernahkah Anda membayangkan bahwa setiap suapan makanan yang kita santap menyimpan bahaya yang tak kasat mata? Setiap tetes air yang kita minum mungkin mengandung partikel berbahaya. Bahkan udara yang kita hirup sehari-hari tidak luput dari ancaman ini.
Mikroplastik---partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter---kini telah menjadi ancaman global yang meresap ke dalam kehidupan kita. Dari lautan yang membentang luas hingga meja makan di rumah, partikel kecil ini ada di mana-mana. Mikroplastik mengapung di samudra dalam jumlah mencengangkan---diperkirakan mencapai 51 triliun partikel---dan menyelinap ke dalam tubuh kita melalui rantai makanan. Mulai dari plankton, ikan kecil, hingga predator laut yang akhirnya kita konsumsi.
Tidak berhenti di situ, mikroplastik juga ditemukan dalam garam laut, madu, bir, air keran, dan debu rumah. Bahkan organ vital manusia seperti darah, hati, ginjal, hingga otak tidak luput dari kontaminasi. Indonesia, sayangnya, berada di garis depan krisis ini, dengan tingkat paparan mikroplastik yang sangat tinggi dibandingkan banyak negara lain.
Indonesia di Peringkat Teratas Paparan Mikroplastik
Sebuah studi dari Cornell University yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Science & Technology mengungkap fakta mencengangkan: rata-rata orang Indonesia terpapar sekitar 15 gram mikroplastik setiap bulan. Hasil penelitian ini, seperti dilaporkan Kompas.id (2023), menunjukkan bahwa orang Indonesia memiliki tingkat paparan mikroplastik yang lebih tinggi dibandingkan banyak negara lain, terutama karena pola konsumsi makanan laut dan pengelolaan limbah yang belum optimal.
Angka ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat paparan tertinggi di dunia, bersanding dengan Malaysia---yang memimpin dengan 502,3 miligram per hari per kapita---serta Filipina, Vietnam, dan Thailand. Faktor utama yang menyebabkan tingginya paparan ini adalah ketergantungan besar pada makanan laut yang telah tercemar serta sistem pengelolaan sampah plastik yang masih lemah.
Tidak hanya Indonesia yang mengalami masalah ini. Negara-negara berkembang lainnya juga menghadapi tantangan serupa akibat industrialisasi yang cepat dan sistem pengelolaan limbah yang tertinggal. Di China dan Mongolia, misalnya, masyarakat menghirup lebih dari 2,8 juta partikel mikroplastik per bulan dari udara yang tercemar, menurut laporan UNEP (2023). Hal ini menunjukkan bahwa mikroplastik tidak hanya masuk melalui makanan, tetapi juga melalui udara yang kita hirup setiap hari.
Dari Mana Mikroplastik Berasal?
Mikroplastik tidak muncul begitu saja. Ada dua sumber utama yang menjadi asalnya:
Pertama, mikroplastik primer: Partikel kecil yang sengaja dibuat untuk kebutuhan tertentu, seperti microbeads dalam kosmetik, sabun wajah, atau pasta gigi, serta serat mikro dari pakaian sintetis seperti polyester yang terlepas saat dicuci.
Kedua, mikroplastik sekunder: Pecahan plastik besar---seperti botol air, kantong belanja, atau jaring ikan---yang terurai akibat sinar matahari, abrasi laut, atau proses kimia.
Menurut WWF (2023), sekitar 35% dari semua mikroplastik di lautan berasal dari pencucian pakaian berbahan sintetis dan abrasi ban kendaraan.