Kalau dulu ada Cicak vs Buaya kurasa itu kurang tepat karena kelembagaan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) terlalu besar dibanding lembaga yang namanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kalau saya diperkenankan analogikan yang lebih baik adalah Komodo (POLRI) vs Kadal (KPK). Kalau dilihat dalam ilmu biologi Kadal itu pasti satu bangsa hewan dengan Komodo, bahkan boleh dikatakan satu gen lagi. Cuma Komodo lahir terlebih dahulu daripada Kadal, makanya disebut hewan prasejarah. Sama dengan POLRI dan KPK, POLRI lahir terlebih dahulu dibanding KPK dan dalam tubuh KPK itu sendiri ada institusi kepolisian yang sementara ditempatkan di KPK.
Bila kita mengingat kejadian Cicak vs Buaya itu ada hal yang sampai sekarang tidak terlanjutkan penyelidikan hingga penyidikannya, yaitu Rekening Gendut Para Jenderal. Sudah Rahasia umum kalau perwira-perwira Bintang TNI-POLRI itu kaya karena menjadi rekanan bisnis para pengusaha. Sebenarnya hal itu pun tidak menjadi persoalan menurut saya dan sah-sah saja hal itu terjadi selagi itu dalam jalan kebenaran dan hukum. Namun apabila terjadi penyimpangan dari jalan kebenaran dan hukum, yang dimana bisa merugikan negara, yang otomatis memiskinkan rakyat yang sudah miskin ini, maka hal tersebut perlulah diusut. Alhasil kasus itu pun sudah raib dengan kekuatan jin djarum 76.
Kembali ke kasus Komodo vs Kadal ini, diperlukan sikap tegas seorang PRESIDEN Republik Indonesia sebagai Panglima tertinggi dari TNI-POLRI dan Kepala Pemerintahan Republik Indonesia yang tunduk dan taat akan hukum. Bila kita lihat slogan iklannya bahwa Presiden RI yang akan menjadi panglima dan berdiri di garis depan pemberantasan korupsi, maka iklan itu hanya tetap sebagai iklan pencitraan yang prakteknya tidak diterapkan. Sudah banyak kasus korupsi yang seharusnya Presiden RI ambil sikap tegas pilih Hitam atau putih tapi lebih sering memilih Abu-abu yang artinya dalam garis komando jajaran di bawahnya akan bingung ambil sikap tegas.
Ketua komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia membela sikap abu-abu sang presiden ini sudah pasti karena sikap politik bukan kenegaraan. Anggota komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo malah menganjurkan ketegasan sang presiden itu dalam berita detikcom, bahkan bukan cuma beliau tapi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, dan anggota DPR RI lainnya, termasuk Wakil Menteri Hukum dan HAM karena mengacu pada Undang-undang yang berlaku. Presiden tidak akan mengintervensi hukum, karena POLRI itu adalah bawahannya yang garis komandonya tetap ada pada PRESIDEN RI.
Bila diperkenankan lagi maka sebaiknya kasus dalam tubuh lembaga Kepolisian Republik Indonesia diserahkan kepada KPK agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan kesenioritas dalam kepolisian, bila POLRI tetap memaksa menuntaskan. Adapun kalau POLRI ingin membongkar kasus ini sebaiknya membantu dan melancarkan tugas KPK, namun kita lihat kejadian demi kejadian itu bukan membantu dan melancarkan malah persaingan siapa cepat, bahkan POLRI lebih dahulu menangkap para tersangka yang menimbulkan banyak pertanyaan, mengapa kasus ini membuat POLRI lebih reaktif? Bila kasus Komodo vs Kadal ini disidik terus oleh dua lembaga negara KPK dan POLRI, maka kemungkinan besar jin djarum 76 akan datang lagi menghilangkan kasus ini sekaligus menghilangkan kasus-kasus korupsi Century Gate, Wisma Atlit hingga Hambalang Gate.
Akhir kata, kasus-kasus besar di negara kita tidak akan pernah terungkap dan rakyat Indonesia akan tetap menderita selagi tidak ada perubahan kepemimpinan, integritas, visi dan misi di dalam tubuh negara mulai dari Presiden hingga RT serta pimpinan dalam lembaga-lembaga lainnya di negara tercinta ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H