[caption id="" align="aligncenter" width="534" caption="Pesawat mencari landasan saat langit berawan"][/caption]
Oleh Daniel Siahaan
Ide datang bagaikan sebuah pesawat terbang yang (tiba-tiba) muncul dari balik awan. Walaupun terlihat, pesawat ini masih sangat jauh di langit. Sebenarnya pesawat ini ingin mendarat di bumi (yang saya ibaratkan pikiran manusia). Tetapi kalau tempat mendaratnya tidak aman, jangan berharap terlalu besar bahwa pesawat ini akan sampai ke bumi secara utuh.
Di mana “pesawat” ide bisa “mendarat” dengan aman? Salah satu tempatnya adalah tulisan. Ibarat landasan lurus bagi pesawat, tulisan yang baik akan membuat ide (yang rumit sekalipun) jadi mudah dicerna dan mudah diingat oleh pembaca—“mendarat” di “bumi.”
Orang Indonesia mampu memikirkan banyak ide tetapi sedikit yang mau menuliskannya. Ide tersebut—yang sebenarnya tidak baru—menjadi terkenal ketika orang Barat menulis tentangnya. Tentu saja isinya kurang menarik bagi orang Indonesia karena gaya tulisan Barat yang dipakai. Oleh karena itu, perlu ada orang Indonesia yang mau menuliskan ide-ide itu dengan gaya Indonesia. Berikut adalah dua contoh orang pribumi yang berhasil melakukannya dengan baik.
Taufiq Rochim, mantan dosen Institut Teknologi Bandung (ITB), menulis buku untuk sebuah mata kuliah di jurusan Teknik Mesin. Meskipun sudah banyak pustaka dari luar negeri yang cukup bagus, beliau memilih untuk menuliskan ide teknik versinya sendiri. Alhasil isi buku tersebut sangat mudah “mendarat” pada otak mahasiswanya karena contoh-contoh yang dipakai sangat jelas—semuanya ada di lab mereka—dan lugas karena menggunakan tata bahasa Indonesia. Kini buku tersebut tidak hanya dipakai di kampus ITB, tapi hampir di seluruh kampus di tanah air.
Pada jaman penjajahan Belanda, Raden Ajoe Lasminingrat juga telah menunjukkan pentingnya tulisan karya anak bangsa. Ia sangat gemar menulis, walaupun tidak semua tulisannya asli (beberapa hanya menerjemahkan). Ada tulisannya yang dicetak sebanyak 6000-an eksemplar padahal kala itu belum banyak masyarakat pribumi yang bisa baca-tulis! Popularitas tulisannya membuktikan bahwa ide yang ia tuliskan mampu “mendarat” di otak orang Indonesia jaman itu. Bayangkan bagaimana semangat menulis Lasminingrat dapat menggerakan minat baca masyarakat pribumi—minat untuk “didarati” ide-ide cemerlang!
Indonesia butuh orang pribumi yang berani untuk menuangkan ide-ide (yang tidak baru sekalipun) ke dalam tulisan versinya sendiri. Walaupun kita sudah banyak dicekoki tulisan Barat, tetap saja tulisan sendiri paling bisa “mendarat” di pikiran kita karena contoh yang digunakan sangat jelas dibandingkan contoh dari Barat. Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik juga membuat tulisan tersebut mudah kita cerna dan ambil manfaatnya.
Bukan hanya itu, Indonesia juga butuh orang pribumi yang gemar menulis. Walaupun ide tulisan kita tidak orisinil, paling tidak pembahasaan yang baik sudah bisa menggerakkan orang lain untuk membacanya. Semakin banyak kita menulis, maka semakin banyak ide yang mudah dibaca orang Indonesia. Semakin banyak ide yang “mendarat,” semoga semakin banyak pula orang Indonesia yang jadi suka membaca!
Untuk menjawab kebutuhan ini, marilah kita sebagai orang Indonesia (yang bisa baca-tulis) mulai berani menuliskan ide-ide kita di secarik kertas atau layar komputer. Ide besar atau ide kecil, ide baru atau ide lama, jangan takut menuliskannya dalam versi kita sendiri. Apabila ide muncul, mulailah menulis beberapa paragraf, kemudian beberapa esai, sampai (kalau bisa) beberapa buku tentang ide itu. Tentu saja orang Indonesia harus menjadi sasaran utama hasil tulisan kita. Percuma saja kita menulis bagus-bagus kalau tidak membuat orang Indonesia semakin pintar!
Marilah juga dalam keseharian kita mulai gemar menulis. Tulislah ide-ide yang sederhana namun sarat manfaat. Tentu saja untuk bisa gemar menulis kita harus gemar membaca terlebih dahulu. Bacaan sebagai bekal kita untuk menuangkan ide-ide ke dalam tulisan. Tulislah satu hari satu paragraf tentang sebuah ide. Kebiasaan menulis akan membuat orang-orang terdekat kita tertarik untuk membaca tulisan kita. Dengan begitu minat baca orang terdekat kita juga akan tumbuh!
“Pesawat” ide yang sudah “mendarat” di tulisan akan menimbulkan banyak manfaat; orang awam akan mudah menikmati “kemegahan”nya; para cendekiawan akan mudah mempelajari dan mengotak-atik “teknologi”nya; bangsa kita akan memiliki aset penting—ide anak bangsa. Apabila “pesawat” ini kembali “mengudara”, mudah-mudahan ia menemukan “landasan” lain lagi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H