Mohon tunggu...
Dani Aditya
Dani Aditya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Walisongo Semarang Fakultas Sains dan Teknologi Prodi Teknologi dan Informasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kewarganegaraan yang Berlandaskan Keislaman

1 Desember 2021   20:13 Diperbarui: 1 Desember 2021   20:19 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan kewarganegaraan atau civic educational di Indonesia merupakan salah satu sarana unuk  mencapai tujuan pendidikan nasional yang tercantum pada pasal 3 Undang-Undang Dasar Nasional, nomor 20 tahun 2003 yang  mengatakan  mengenai tujuan  pendidikan. Pendidikan kewarganegaraan membawa misi pendidikan moral bangsa, membentuk warga Negara yang cerdas, demokratis, dan berakhlak  mulia. Sedangkan visi pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan proses pendidikan yang terarah sehingga menjadikan warga Negara yang partisipatif dan bertanggung jawab serta  membentuk  warga Negara Indonesia yang  bertingkah laku berdasarkan nilai-nilai pancasila dan karakter-karakter positif masyarakat dan bangsa Indonesia. Pendidikan  kewarganegaraan dibentuk dari kata "pendidikan" dan kata "kewarganegaraan". Menurut Departemen Pendidikan Nasional atau Depdiknas, pendidikan kewarganegaraan sudah diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga Negara yang mampu memahami dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga Negara Indonesia yang berkarakter, cerdas, serta terampil dalam berbagai aspek.

Pancasila sebagai dasar negara berarti nilai-nilai Pancasila menjadi pedoman normatif bagi penyelenggaraan bernegara. Konsekuensi dari rumusan ini yaitu seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia termasuk perundang-undangan haruslah merupakan pencerminan dari nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, penyelenggaraan negara di Indonesia mengacu pada hal-hal yang tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai-nilai perikemanusiaan, nilai kesatuan, nilai-nilai kerakyatan, dan nilai-nilai keadilan (Kamilati, 2019).

Pengakuan adanya Tuhan Yang Maha Esa, menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya, tidak memaksa warga negara untuk beragama, tetapi diwajibkan memeluk agama sesuai hukum yang berlaku. Melihat dari paragraf di atas disebutkan bahwa pengakuan adanya Tuhan Yang Maha Esa, berarti ini merujuk kepada QS. Al-Ikhlas ayat 1, yang menyebutkan bahwa Allah SWT adalah Esa.

Artinya : Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa".

Menurut peneliti bahwa pernyataan di atas "tidak memaksa warga negara untuk beragama". Secara tidak langsung bahwa warga negara Indonesia tidak memaksa kepada warganya untuk memilih agamanya. Hal ini dijelaskan menurut Islam sesuai dengan QS. Al-Baqarah ayat 256

Artinya : "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

Pancasila merupakan pedoman nilai dasar dan ideologi negara yang harus dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia (Kamilati, 2019). NKRI adalah negara merdeka yang berdaulat. Untuk mencapai suatu tujuan negara yang adil, makmur dan sejahtera maka dibutuhkan pemerintahan yang berlandaskan iman kepada Allah SWT. Pemerintah harus menyampaikan kepada rakyatnya untuk selalu menanamkan sikap syukur kepada Allah swt. Semakin kita mensyukuri nikmat yang Allah berikan kepada kita, maka Allah akan memberikan keberkahan dalam hidup kita termasuk kemakmuran suatu negeri. Hal ini Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surah Ibrahim ayat 7

Artinya : "Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Dalam sila keempat Pancasila "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan", dalam konteks Islam yaitu harus saling kerja sama (musyawarah) dalam menentukan perkara untuk kemajuan sebuah negara. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah As-Syura' ayat 38

Artinya: "Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan Shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka". 

Jelas sekali dalam ayat di atas bahwa lembaga negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) harus saling berkoordinasi dalam memajukan bangsa Indonesia. Semua tugas yang diberikan kepada lembaga negara harus dipertanggungjawabkan dengan baik. Amanah yang diberikan harus sesuai dengan hak dan kewajiban rakyatnya. Hal ini tertuang dalam QS. An-Nisaa ayat 58

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun