Setiap tahunnya, beberbagai Perguruan Tinggi di Indonesia meluluskan ribuan sarjana baru dari seluruh pelosok negeri, baik itu lulusan dari Perguruan Tinggi Swasta, maupun Perguruan Tinggi Negri. Namun sangat disayangkan, dari sekian banyak nya sarjana yang diluluskan oleh perguruan Tinggi , sebagian besar dapat dipastikan akan menjadi pengangguran. Pernyataan ini bukan tidak beralasan, tingginya angka pengangguran sarjana sudah menjadi salah satu penyakit di negara Indonesia yang besar. Data statistik menyatakan jumlah pengangguran sarjana atau lulusan universitas pada Februari 2013 mencapai 360 ribu orang, atau 5,04% dari total pengangguran yang mencapai 7,17 juta orang. Lalu apa sebenarnya yang menjadi penyebab tingginya angka pengangguran bergelar sarjana di Indonesia..? Berikut beberapa faktor yang menyebabkan seorang sarjana menjadi pengangguran.
- Paradigma Sarjana. Ketika lulus dari Perguruan Tinggi, Sebagian besar lulusan perguruan tinggi hanyalah berkeinginan menjadi pencari kerja (job-seeker) dan jarang yang berkeinginan menjadi pencipta kerja (job-creator). Hal ini dapat dikatakan sudah menjadi paradigma dan kebiasaan dari para lulusan yang menginginkan kemudahan dan mengindari resiko kegagalan.
- Kurangnya lapangan Pekerjaan.Lapangan kerja di sektor formal di Indonesia mengalami penurunan, hal itu disebabkan lemahnya kinerja sektor riil dan daya saing Indonesia, yang menyebabkan sektor industri menjadi lemah dan membuat produksi manufaktur yang berorientasi ekspor. Melemahnya sektor riil dan daya saing Indonesia secara langsung menyebabkan berkurangnya permintaan untuk tenaga kerja terdidik, yang mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran terdidik.
- Ketidaksesuaian Keahlian Lulusan dengan Kriteria yng dibutuhkan. Maksudnya adalah, keahlian para sarjana yang lulus dari Perguruan Tinggi tidak sessuai dengan kriteria yang dibutuhkan oleh perusahaan tempat kerja
- Kompetensi Lulusan. Jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia memang tidak terlalu banyak. “Sistem pendidikan di Indonesia yang terlalu berorientasi ke bidang akademik juga menjadi masalah,” akibatnya para sarjana kurang soft skill. Kata Penasihat Dewan Pendidikan Jawa Timur Daniel Rosyid, memberikan penilaiannya. Menurutnya, kurikulum S1 terlalu menekankan pada pengajaran akademik. Hasil akhirnya membuat mental sarjana hanya mencari kerja.
Faktor-faktor diatas, hanyalah sebagian kecil faktor yang menyebabkan para lulusan Perguruan tinggi menjadi pengagguran, tentunya masih banyak faktor lain yang dapat menyebabkan seorang lulusan sarjana menjadi pengangguran. Dalam kasus ini, tentunya harus mendapatkan perhatian khusus dari beberapa pihak terkait, baik pemerintah, pihak Perguruan Tinggi maupun para mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran di bangku perkuliahan.
Harapannya kedepan adalah , bahwa di Indonesia penuh dengan lulusan yang aktif dan inovatif dalam kemajuan sector ekonomi di Indonesia, Perguruan Tinggi dapat menanamkan pola pikir kepada mahasiswa untuk menjadi seorang Job Creator yang inovatif guna kemajuan Negara Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H