Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa saya memiliki kisah hidup seperti yang saya jalani saat ini.
Kisah tersebut dimulai tahun 2000 ketika saya memutuskan untuk datang ke Kupang. Saya memiliki tujuan yang jelas dan sebuah mimpi. Tujuan saya adalah kuliah, walau belum pasti di mana dan jurusan apa yang akan saya ambil. Mimpi saya adalah bahwa setelah selesai kuliah, saya akan bekerja untuk memperbaiki ekonomi keluarga. Keluarga saya tergolong sangat sederhana di kampung/desa saya.
Kenyataannya, saya baru bisa mulai kuliah tahun 2002. Hal ini terjadi karena saya tidak lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri dan tidak memiliki uang yang cukup untuk masuk perguruan tinggi swasta. Solusinya, saya berjualan di beberapa pasar di Kota Kupang dan sekitarnya selama satu tahun.
Setelah setahun berjualan keliling pasar, saya mendapat kesempatan bekerja di perusahaan penjualan jasa (Agenda Tiket Merpati). Namun, upah yang kecil dan kesalahan teknis di lapangan membuat saya mencari pekerjaan baru. Saya kemudian bekerja di sebuah supermarket di Kota Kupang, dengan upah yang lebih baik. Beberapa bulan kemudian, saya mendapatkan kesempatan untuk kuliah tanpa harus keluar dari pekerjaan tersebut.
Pada tahun 2002, saya akhirnya bisa kuliah. Saya memutuskan untuk kuliah di salah satu Universitas Kristen di Kota Kupang. Upah dari pekerjaan saya cukup untuk membiayai kuliah, makan, dan biaya kost. Tantangan terbesar adalah membagi waktu antara kuliah dan kerja. Namun, saya tetap memiliki energi untuk menjalani demi tujuan dan mimpi saya.
Pada tahun 2005, saya bertemu dengan Kak Elis atas ajakan teman kost saya, Ronald. Saat itu, saya sudah menjalani 5 semester perkuliahan. Ronald, yang saat itu masih SMA, tidak pernah melanjutkan kelas pengajaran tersebut. Namun, pertemuan dengan Kak Elis menjadi peristiwa penting yang saya sebut Perjumpaan Ilahi.
Awalnya, motivasi saya tidak murni untuk bertemu Kak Elis atau mengikuti kelas pengajaran firman Tuhan gratis yang disarankan Ronald. Saya lebih tertarik untuk bertemu dengan "nona Cina putih cantik". Selain itu, saya ingin menguji kemampuan saya sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Pendidikan Teologi dengan berbagai pertanyaan yang saya anggap sulit.
Pertemuan pertama terjadi dan tepat seperti yang Ronald ceritakan. Di sana ada nona Cina putih cantik. Saat pertemuan itu, pengajaran sudah berlangsung dan kami terlambat beberapa menit. Saya dan Ronald menyesuaikan diri dan duduk di lantai untuk mendengarkan pengajaran yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Saya tidak lupa dengan amunisi pertanyaan yang telah saya siapkan. Begitu ada kesempatan, saya langsung bertanya. Namun, pertanyaan saya ternyata sangat umum dan mudah dijawab oleh Kak Elis. Jawaban-jawaban yang saya terima membuat saya tidak berkutik. Saya pulang dengan pikiran untuk mencari amunisi lain yang lebih canggih. Namun, setiap kali, Kak Elis selalu bisa menjawab dengan tajam dan penuh otoritas.
Rasa penasaran akan pengajaran firman Tuhan ini membuat saya tidak pernah absen mengikuti kelas sampai menyelesaikan kelas dasar. Pengajaran yang saya dapatkan sangat berbeda dan lebih mendalam dibandingkan sebelumnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI