Moscow 1939, Uni Soviet dapat dikatakan sebagai kekuatan ultimate terkahir dalam skala major yang dapat menghentikan pergerakan Adolf Hitler. Perancis yang sudah berada dibawah tekanan Hitler, akhirnya menandatangani perjanjian hubungan yang memiliki dampak satu sama lain dengan Uni Soviet, alias hubungan timbal balik. Uni Soviet yang berada di tangan besi Joseph Stalin,menggunakan manipulasi nama dengan menyebut diri sebagai Republik Sosialis Uni Soviet yang berfungsi untuk menutup kediktatoran Joseph Stalin. Sama halnya dengan kebesaran dan kekuatan Adolf Hitler, Joseph Stalin juga memanfaatkan kekuasaannya untuk membentuk masyarakat yang loyal kepadanya atas nama panji besar Uni Soviet. Joseph Stalin menyingkirkan lawan politik dan siapapun yang menentangnya ke Gulag, sebuah kamp konsentrasi yang sangat kejam, dimana orang-orang yang di lempar ke dalamnya, dipaksa bekerja tanpa diberi imbalan apapun. Satu hal yang membuat Uni Soviet dapat menjadi batu sandungan satu-satunya bagi Adolf Hitler dan Nazi adalah industri dan kekuatan militer yang dimilikinya. Kekuatan militer yang ditakuti oleh pihak manapun, yang disebut dengan "Red Army". Uniknya adalah, bangsa barat yang memiliki ketakutan pada paham dan kelompok komunisme, justru bergantung penuh kepada Uni Soviet, yang dipercaya dapat menumbangkan kekuasaan Adolf Hitler di tanah Eropa.Â
 Di sisi lain, pada puncak musim panas tahun 1939, di kediaman pribadinya, yakni "Berchtesgarden", bersama dengan menteri luar negerinya, yakni Joachim Ribbentrop, Hitler mempersiapkan sebuah manuver untuk memblokade serangan dari Soviet. Rasa benci Hitler yang teramat besar kepada kaum komunisme, membuatnya berjanji untuk menghancurkan segala sesuatu yang koheren atau linear dengan komunisme. Taktik Hitler pun dimulai, dengan dikirimkan menteri luar negerinya, yakni Joachim Ribbentrop ke Moscow, untuk langsung bertemu dan menandatangani perjanjian dengan musuh bebuyutannya, Uni Soviet. Sebuah perjanjian yang disusun Hitler untuk siasat taktik perangnya, dengan menyelipkan kata "perdamaian" di dalamnya. Moscow, 23 Agustus 1939,  menteri luar negeri Uni Soviet, Molotov, menerima kedatangan Joachim Ribbentrop. Bersama dengannya, Molotov menandatangani sebuah Pakta Jerman-Soviet. Di sisi lain, Perancis sedang menikmati kondisi yang tenang pasca perang untuk merayakan kemenangan besar atas sosialis sayap kiri.
Joseph Stalin telah membaca gerak-gerik Adolf Hitler dalam melakukan manuver kepadanya. Pada perjanjian Pakta Jerman-Soviet yang telah ditanda tangani itu, Joseph Stalin sebenarnya ingin mengulur waktu, agar Hitler dan kekuatan barat lainnya dapat saling menghancurkan satu sama lain.Â
3 tahun sebelumnya, pada tahun 1936, Amerika serikat mengadakan sebuah kongres untuk membentuk dan menghasilkan Undang-Undang Netralitas, sebagai cara mereka untuk tidak terseret dalam perang eropa kembali. Tanpa kekhawatirannya lagi kepada Soviet & Amerika, hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Hitler untuk melenyapkan "keanehan terburuk" dalam perjanjian versailles, yakni koridor Danzig. Hitler kemudian memutuskan untuk menginvasi polandia dan mengambil alih Danzig.
Pada tanggal 1 september 1939, tembakan meriam pertama ke Danzig di tembakkan, dan inilah awal mula penanda dimulainya Perang Dunia-2. Invasi Hitler yang berada diwilayah Eropa, kemudian memancing perhatian Inggris dan Perancis, dimana kedua negara tersebut pada akhirnya mengirimkan ultimatum kepada Hitler yang berisi agar Hitler menghentikan segala aktivitas militer dan invasi terhadap Polandia. Semakin dipojokkan dan diserang, Hitler pun geram. Hitler mengatakan, bahwa musuh yang dihadapinya hanya cacing kecil. Atas aksi Hitler tersebut, Duta Besar Inggris yang berada di Berlin pada saat itu menyatakan deklarasi perang dengan Jerman, yang kemudian diikuti oleh Perancis yang menyatakan perang terhadap Jerman.Â
Hitler pun mengerahkan Wehrmacht, yakni angkatan bersenjata Nazi Jerman. Pasukan yang dikerahkan oleh Hitler akan bergerilya dan berjalan selama berhari-hari tanpa istirahat. Adapun taktik yang digunakan oleh Hitler kepada pasukannya adalah dengan menyuntikkan dan memberikan pasukannya Pervitin, yakni sabu-sabu agar mereka dapat bergerak selama berhari-hari tanpa henti dan selalu sigap pada semua kondisi. Pervitin yang pada saat itu tidak ilegal, digunakan Hitler sebagai taktik perang, bahkan pengadaannya selalu digandakan dengan alasan keperluan perang. Norman Ohler dalam bukunya Blitzed: Drug in the Third Reich (2017) mengatakan bahwa jika tidak ada pervitin atau obat-obatan itu, maka tidak akan ada invasi. Faktanya, bukan hanya Nazi yang menggunakan penggunaan obat tersebut, tetapi pihak lainnya, seperti Inggris dan Amerika Serikat juga turut ikut menggunakan sebagai taktik untuk membangkitkan stamina prajuritnya.
Â
Pada tanggal 3 September, 1939, Perancis tidak tinggal diam. Perancis menggunakan tentara rakyat untuk menambahkan jumlah personil tentaranya. Sebagian besar adalah petani, karena Perancis pada saat itu masih merupakan negara pedesaan yang sangat luas. Dengan sekitar 4 juta orang, pasukan Perancis berangkat menuju perbatasan Jerman dengan berjalan kaki. Tetapi, Perancis terkendala beberapa hal, seperti suplai senjata dan amunisi yang tidak baik, dimana hanya tersedia senapan hanya untuk 2 orang dan satu kotak berisi 10 peluru. Itulah mengapa, Perancis dikatakan sudah kalah bahkan sebelum perang dimulai.Â
Tanggal 7 September 1939, 4 hari setelah menyatakan perang, Perancis memulai pergerakannya dan melakukan serangan. Serangan yang dilakukan Perancis ini menegaskan kepada khalayak ramai bahwa Polandia merupakan bagian yang tidak diabaikan dan terlupakan. Dipimpin oleh komando elit, Joseph Darnand, yang juga merupakan veteran perang dunia-1, dimana nantinya Joseph Darnand akan dikenal sebagai kolaborator Jerman yang paling fanatik, dan singkatnya Joseph Darnand akan dieksekusi mati setelah perang. Â Perancis dapat dikatakan tidak berani dalam mengambil tindak lanjut yang lebih jauh, meskipun unggul dalam segi kuantitas. Inggris dan Perancis mengerahkan Panglima Angkatan Darat Tentara mereka, yakni Jenderal Maurice Gamelin. Letak kesalahan Perancis dan Inggris adalah kedua negara ini menganggap serangan atau perang dari Hitler ini dianggap tidak nyata dan akan berlangsung cepat. Jenderal Maurice Gamelin yang merupakan veteran perang dunia-1, tidak ingin mengulang kembali perang yang terjadi pada tahun 1914. Dengan tegas dan jelas, Jenderal Gamelin menghindari pertumpahan darah. Hal ini tidak terlepas dari minimnya persenjataan yang dimiliki oleh Perancis dan Inggris, sehingga membutuhkan waktu sekitar 2 tahun untuk memulihkannya kembali.Â
Kemudian, awalan perang dunia-2 ini dilanjutkan dengan Hitler yang memerintahkan pengeboman ke Warsama (Bersambung di Part 3)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H